"Kenapa lama sekali? Apa kamu baik-baik saja?"
Juliet duduk kembali di kursinya dengan senyum manis yang terlukis kepada Matthew.
"Aku hanya sedikit sakit perut," sahut gadis itu sembari mulai mengambil mangkuk sup iga hangat di depannya. Sepertinya hanya makanan ini yang tidak terlalu membuat perutnya menolak.
"Apa kamu mau ke dokter?"
"Tidak perlu, Matthew. Sekarang sudah lebih baik," bohong Juliet. Rasanya sekarang seperti ada yang mengaduk-aduk perutnya, membuatnya mual dan pusing.
Matthew menatap lekat gadis di depannya, lalu lelaki itu pun menggelengkan kepala. "Tidak, kita akan ke dokter setelah makan siang," putus lelaki itu, yang serta merta membuat jantung Juliet berdebar dengan keras.
Bisa gawat kalau dokter mendeteksi sesuatu pada tubuhnya, padahal Juliet berniat ingin menyembunyikan kemungkinan kehamilannya dari Matthew. Ia ingin memastikannya sendiri terlebih dahulu untuk menyusun rencana selanjutnya.
Juliet pun berpikir keras untuk menemukan jalan keluar agar Matthew membatalkan niatnya ke dokter, sebuah alasan yang tidak akan menimbulkan kecurigaan. Namun ternyata tak ada satu pun ide yang masuk akal terpikirkan olehnya.
Karena terus berpikir, tanpa sadar Juliet telah menghabiskan semangkuk sup iga miliknya hingga tandas tanpa merasa mual sama sekali. Meskipun tak menyangka bahwa kali ini perutnya tidak bergejolak, tapi hal itu cukup melegakannya.
"Bagaimana perutmu, apa masih terasa sakit?"
Juliet menggeleng. Walaupun sedikit merasa aneh dengan perhatian Matthew, tapi gadis itu tahu bahwa ia harus mulai membiasakannya dan bersikap normal. "Sudah tidak sakit lagi."
"Jangan bohong, Juliet. Wajahmu masih pucat," cetus Matthew sembari memperhatikannya lekat. Satu tangannya terjulur untuk mengusap bibir penuh Juliet yang terlihat sedikit pias. Matthew tidak bisa memungkiri bahwa kali ini ia benar-benar khawatir.
"Aku akan meminta kapten kapal untuk berbalik arah kembali ke pelabuhan sekarang," putus Matthew akhirnya. Namun ketika lelaki itu baru saja hendak berdiri dari kursi, tiba-tiba saja Juliet lebih dulu berdiri dan menubruk Matthew hingga lelaki itu kembali terduduk.
Dengan sikap mengundang, gadis itu pun dengan sengaja duduk di pangkuan Matthew yang terdiam karena terkesima dengan perbuatannya, lalu melingkarkan kedua lengannya mengelilingi leher lelaki itu.
Juliet bahkan berusaha menekan rasa malunya, karena saat ini mereka tidak cuma berdua di resto mini kapal ini. Beberapa meter di belakang mereka ada tiga orang pelayan yang berdiri tegak untuk berjaga kalau-kalau bos mereka dan wanitanya membutuhkan sesuatu.
Juliet pun diam-diam tersenyum, ketika Matthew yang mengerti situasi segera memberikan kode kepada semua pelayan itu untuk pergi meninggalkan ruang resto.
"Tapi aku belum mau kembali," rengek Juliet sambil menggeleng dengan wajah merajuk. Sejak dua bulan yang lalu Matthew menyetujui permintaannya untuk memulai hubungan ini dari awal, Juliet lebih berani melakukan first move seperti sekarang. Terlebih karena ia pun tahu jika Matthew menyukai dirinya yang bersikap manja dan menggemaskan.
"Tak bisakah ke dokternya ditunda besok saja?" Pinta gadis itu sembari menyusuri bentuk dasi Matthew dengan jemari lentiknya, berusaha memancing hasrat lelaki itu yang sesungguhnya telah lebih dulu terpancing sejak melihat Juliet yang melangkah masuk ke dalam yacht.
"Hm. Bisa dipertimbangkan," sahut Matthew yang sangat menikmati ketika Juliet sedang merayunya seperti ini. Gadis itu terlihat makin seksi, nakal dan menggairahkan serta berlipat kali lebih cantik di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...