20 : The Patience

130 4 0
                                    

Matthew terpaksa berangkat pagi-pagi sekali untuk bekerja hari ini, sebagai akibat kepulangannya kemarin yang lebih cepat karena khawatir pada Juliet yang tiba-tiba saja memutuskan video call mereka secara sepihak.

Sebagai puncak pimpinan tertinggi, ada banyak tugas dan tanggung jawab yang tak bisa ia abaikan begitu saja.

Sejak pagi, lelaki bersurai coklat gelap itu telah disibukkan oleh banyaknya meeting serta inspeksi ke beberapa lokasi.

Pekerjaannya mulai sedikit senggang ketika menjelang waktunya istirahat makan siang, sehingga Matthew pun memilih untuk makan di ruang kerjanya saja.

Suara ketukan tiga kali di pintu seketika disusul oleh munculnya seraut wajah bule dari baliknya.

"Siang, Boss. Hei, aku baru saja mau mengajakmu makan siang di luar," protes Darren, yang berdecak sebal melihat Matthew yang sedang mengunyah sandwich. "Ternyata kamu malah sudah makan. Kenapa sendirian?"

"Hanya ingin saja," sahut Matthew santai. Ia menepuk tangan Darren yang tanpa permisi mencomot sepotong sandwich.

"Apa perlu kudatangkan Juliet ke sini untuk menemanimu makan siang?" Tanya Darren lagi sembari duduk di sofa dan mengunyah sandwich yang ia curi dari Matthew.

Matthew menggeleng. "Hubungan antara aku dan Juliet sudah tidak seperti dulu lagi, Darren. Aku sudah berjanji untuk berubah, dan salah satunya adalah dengan tidak mengekangnya lagi seperti sebelumnya," tukas Matthew.

Satu alis Darren naik dengan dramatis mendengar perkataan Matthew. "Aku percaya jika kamu mau berubah demi cinta, Matthew. Tapi apa kamu benar-benar yakin pada Juliet?"

Matthew mendadak memelankan kunyahannya. Manik coklat pasirnya menatap tajam kepada Darren. Mengamati lelaki yang juga sepupunya itu lekat-lekat, mencoba mengurai makna di balik perkataan lelaki itu barusan.

Matthew meraih botol air mineral di sampingnya, lalu meneguk isinya hingga tandas.

"Apa kamu telah mendapatkan sesuatu yang penting dari apa yang pernah kuminta, Darren?" Matthew bertanya dengan nada kasual, namun ia tahu bahwa sepupunya itu mengetahui sesuatu.

"Apa ada hal yang ingin kamu sampaikan soal Juliet?" Tegas Matthew lagi.

"Ya, Matthew. Ada yang memang ingin kusampaikan mengenai calon istrimu itu." Darren menarik napas pelan sebelum mengutarakan apa yang ingin ia informasikan.

"Terkait dengan permintaanmu beberapa hari yang lalu untuk mengawasi setiap pergerakan Juliet, ya... sebenarnya aku menemukan beberapa hal yang cukup menarik."

Darren mengeluarkan ponselnya, lalu mengetikkan sesuatu. Tak berapa lama kemudian, ponsel Matthew pun bergetar pelan.

"Aku mengirim beberapa foto dan dokumen kepadamu," beritahu Darren sebelum Matthew membuka aplikasi pesan di ponselnya.

"Beberapa kali Juliet menyambangi rumah seorang gadis bernama Sienna Olivia, seorang mahasiswi Fakultas Hukum di Universitas yang sama dengannya. Sepertinya Juliet dan gadis itu berteman cukup dekat."

Matthew mendengar penjelasan Darren sembari melihat-lihat foto candid mobil Juliet yang memasuki pintu gerbang sebuah rumah kediaman mewah.

"Lalu? Apa masalahnya?" Tanya Matthew.

"Masalahnya beberapa menit setelah kedatangannya ke rumah Sienna, beberapa hari ini selalu ada sebuah mobil lain yang ikut datang," sahut Darren.

"Dan mobil itu ternyata dikendarai oleh Virgo Alvarez, kakak kelas Juliet sekaligus Asisten Dosen di kampusnya."

"Tunggu. Kamu bilang namanya Virgo??" Tanya Matthew dengan tatapan tajam ke arah Darren. "Aku mengenalnya. Dia yang menyapa Juliet di mal waktu itu," sergahnya gusar.

"Apa mereka berdua memiliki semacam hubungan khusus di belakangku? Apa Juliet menyukai si bajingan ini?!"

"Tenang dulu, Matthew. Sepertinya bukan hal semacam itu yang terjadi, tapi malah sesuatu yang lebih berbahaya," ucap Darren yang mulai bergidik melihat sorot membara yang menguarkan aura membunuh dari manik coklat pasir Matthew akibat cemburu.

"Apa maksudmu? Cepat katakan saja dan jangan terus berbicara berputar-putar!!" Bentak Matthew geram.

"Ini baru sebuah dugaaan saja, karena aku masih mencari buktinya," jelas sepupu Matthew itu. "Sepertinya Juliet sedang merencanakan sesuatu, Matthew. Sesuatu entah untuk lepas darimu, membalasmu, menghancurkanmu, atau justru bahkan ketiganya sekaligus," tandasnya kemudian.

Darren mengira kalau Matthew akan sangat terkejut mendengar berita ini, namun justru dialah yang terkejut karena alih-alih kaget, Darren hanya melihat tatapan datar Matthew yang sepertinya sama sekali tidak tergugah.

"Hanya itu? Jadi kamu tidak menemukan info bahwa Juliet memiliki hubungan spesial dengan si Virgo itu kan?"

Darren pun mengernyit tak percaya mendengar perkataan sepupunya itu. "Matthew, apa kamu sudah tidak waras?? Juliet memang tidak mengkhianatimu dengan lelaki lain, tapi dia berniat menusukmu dari belakang dengan tangannya sendiri!"

Dan Darren pun semakin kaget mendengar sebuah tawa kecil yang menguar dari mulut Matthew.

"Ah, itu bukanlah masalah besar, Darren. Wajar saja jika gadisku itu masih menaruh dendam padaku. Sikapku di masa lalu memang sulit dimaafkan," tukasnya santai.

"Apa kamu tahu siapa Virgo Alvarez, Matthew? Dia bukan orang sembarangan, juga memiliki latar belakang belakang yang cukup mencurigakan," jelas Darren lagi.

Matthew mengangguk pelan dengan pandangan fokus, yang artinya bahwa dia pun memiliki rencana sendiri di dalam otaknya.

"Hm. Menarik juga. Ah, Juliet-ku sungguh hebat, bisa bekerja sama orang seperti itu," ucapnya dengan mata berbinar-binar. Lagi-lagi tawa kecil menguar dari bibirnya, namun kali ini terdengar penuh kebanggaan.

"Sepertinya kamu benar-benar telah dibutakan oleh cinta, Romeo," sindir Darren yang sejak tadi menatap Matthew seakan sepupunya itu sudah gila. Ia pun sengaja memanggil Matthew dengan sebutan "Romeo", karakter dalam novel Shakespeare yang merupakan pasangan dari karakter Juliet.

"Bisa-bisanya kamu memuji seseorang yang berniat menjatuhkanmu, hanya karena dia adalah gadismu sendiri!"

"Ck. Kamu hanya belum mendapatkan wanita yang tepat untukmu, Darren," cetus Matthew sembari berdecak kecil. "Kamu belum tahu bagaimana rasanya begitu pas, rasanya sempurna, rasanya menemukan sesuatu yang hilang tanpa kamu sadari bahwa selama ini ternyata hilang darimu," tandasnya.

"Menghadapi gadis seperti Juliet hanya membutuhkan kesabaran dan pengertian yang besar. Sudahlah, tak perlu cemas begitu."

Darren pun akhirnya hanya bisa menggelengkan kepala heran dan tak habis pikir pada sepupunya. Peribahasa "Cinta itu buta" sangat tepat sekali dialamatkan untuk Matthew, yang akan menjadi urutan pertama dari lelaki paling buta jika menyangkut wanitanya.

***

"Makan malam di luar?"

"Ya. Ada resto bagus yang ingin kudatangi bersamamu, Muffin. Sekaligus juga  mengajakmu kencan makan malam yang romantis," sahut Matthew sambil tersenyum dan mengecup ujung hidung Juliet yang bangir.

"Kamu mau kan?"

"Tentu saja, Matthew. Mana mungkin aku menolak tawaran menggiurkan seperti itu," jawab Juliet dalam tawa kecilnya yang renyah. "Kalau begitu, aku akan berdandan secantik mungkin untukmu."

"Jangan terlalu berusaha," sergah Matthew sembari mengecup jemari gadis itu. Ia selalu tak bisa menahan diri untuk selalu melakukan skinship dengan Juliet setiap kali berada di dekatnya.

"Karena itu semua akan percuma saja, Muffin. Apa pun yang kamu lakukan, kamu akan selalu menjadi yang tercantik dan paling sempurna di mataku."

COME AND SERVE ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang