14 : The Midnight Rain

201 6 0
                                    

Selama tiga tahun ini, keberadaan Juliet memang terkesan seperti disembunyikan oleh Matthew dari seluruh keluarga besar Wiratama.

Dirinya dianggap tiada, meskipun nyata adanya.

Matthew sengaja menaruh Juliet di rumah kedua, villa yang biasa digunakan untuk beristirahat oleh keluarganya, alih-alih kediaman utama yang biasa ditempati Matthew dulu bersama kedua orang tuanya.

Saat Matthew mengambil Juliet yang yatim piatu dan mengangkatnya menjadi adik asuh, Oma adalah orang yang paling keras menentangnya.

Sama seperti Matthew waktu itu, Oma menganggap kematian putranya Ibram dan menantunya Kayana adalah karena kesalah Bayu yang saat itu bertindak sebagai pengemudi mobil naas yang dinaiki mereka.

Dan sama juga seperti Matthew, Oma pun menimpakan kesalahan itu kepada Juliet yang sama kehilangannya, dan tidak tahu apa-apa.

Hubungan antara Matthew dan Oma saat itu sempat renggang, karena ketidaksetujuan wanita itu ketika cucunya membawa Juliet masuk ke dalam rumah Wiratama.

Mereka merasa Matthew terlalu baik dan terlalu pemaaf kepada Juliet, tanpa mengetahui sesungguhnya kekejian apa yang telah diperbuat oleh Matthew kepada Juliet yang masih remaja.

Juliet sengaja membanting pintu kamarnya dengan keras, merefleksikan kekesalannya. Gadis itu pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memejamkan mata.

Kali ini ia berada di kamarnya sendiri alih-alih di kamar Matthew seperti sebelum-sebelumnya, karena permintaan dari Matthew sendiri.

Juliet pun kemudian perlahan membuka kedua matanya, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Semua perabotan masih ada di tempat yang sama, hanya semua isinya saja yang dipindahkan.

Lemari besar yang berisi baju-baju, sepatu dan tas kini telah berpindah ke dalam walk-in closet di kamar Matthew, begitu pun dengan buku-buku kuliah dan lain-lain.

'Tak ada lagi privasi,' gerutu Juliet dalam hati. Bahkan ketika dia sedang asyik mengerjakan tugas kuliah di depan laptop, Matthew selalu saja menggoda dengan menyentuhnya di sana-sini.

Ia baru tahu kalau dibalik wajah dinginnya selama ini, Matthew sesungguhnya adalah kekasih yang clingy.

Suara dering dari dalam tas kecilnya membuat lamunan Juliet terhempas kembali kepada kenyataan. Gadis itu pun segera meraih alat komunikasi itu dan mendesah pelan, ketika melihat ada sebuah panggilan video call dari Matthew di layar ponselnya.

Wajah datar itu pun segera berganti dengan wajah penuh senyuman cinta sebelum Juliet menekan tombol terima panggilan.

"Halo, Matthew," sapa Juliet ceria dengan senyumnya yang manis, menatap sosok calon suaminya yang sepertinya sedang berada di ruang kerja kantornya.

"Muffin. Kamu sudah di rumah?" 

Juliet mengangguk, yang disahut dengan desahan napas pelan dari Matthew.

"Jadi kamu bertemu dengan Oma ya? Tadi Oma baru saja memberi kabar. Apa yang dia katakan padamu?" 

"Huum... seperti biasa. Lebih banyak ketusnya daripada ramahnya," cetus gadis itu.

"Maafkan Oma, ya? Nanti aku akan bicara lagi padanya, Muffin. Jangan terlalu dipikirkan apa yang dia katakan, okay? Kata dokter, pikiranmu harus tenang dan rileks agar bayi kita dapat tumbuh dengan sehat."

Ada perasaan aneh yang tak terlukiskan terbetik di dalam dirinya, ketika setiap kali Matthew selalu menyebut janin di rahimnya sebagai 'bayi kita' dengan ringannya.

Namun seperti biasa, Juliet pun lagi-lagi mengabaikannya.

"Aku tidak akan memikirkannya, Matthew. Tenang saja. Lagipula aku juga sudah biasa menghadapi sikap Oma."

COME AND SERVE ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang