"Helikopter?" Juliet memicingkan mata saat menoleh ke arah Matthew yang ia gandeng di sampingnya.
Gadis itu terkejut ketika Matthew membawanya keluar dari rumah menuju landasan helikopter di bagian samping rumah, alih-alih bagian entrance dimana sebuah mobil biasanya telah menunggu.
"Apa lokasinya jauh?"
Matthew menggeleng kecil. "Sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya saja lalu lintas saat inj di Jakarta sedang padat. Aku hanya tidak mau membuang waktu di dalam kemacetan."
Juliet sudah pernah menaiki alat transportasi ini juga sebelumnya, yaitu saat Matthew untuk pertama kalinya mengajak dirinya keluar jalan-jalan. Waktu itu Matthew bertanya apa yang ia inginkan, dan Juliet ingin ke pantai.
Alih-alih membawanya ke Pantai Ancol seperti yang Juliet kira, Matthew malah membawanya ke salah satu Pulau Seribu menggunakan helikopter.
"Dimana pilotnya?" Tanya Juliet heran kepada Matthew, saat salah seorang pelayan membukakan pintu heli dan Juliet tidak melihat siapa pun di dalam sana.
"Kamu sedang menatapnya, Muffin," sahut si lelaki bersurai coklat gelap itu tersenyum.
Manik bening Juliet sontak mengerjap kaget. "Kamu pilotnya??" Tanya gadis itu heran. "Aku baru tahu kalau kamu bisa membawa helikopter. Keren."
"Uh-hum. Aku memang samgat keren," sahut Matthew pongah, yang membuat Juliet mendesah geli.
Matthew mengangkat pinggang gadisnya untuk dapat menaiki helikopter, karena gaun hitamnya yang ketat membalut tubuhnya membuat Juliet sulit menaiki alat transportasi yang memiliki pijakan cukup tinggi.
Matthew juga ikut membantu memasangkan sabuk pengaman dan headset untuk Juliet.
"Apa kamu tidak takut?" Tanya Matthew tiba-tiba, saat suara keras mulai terdengar ketika ia menyalakan mesinnya. "Hidupmu sekarang berada di tanganku sesaat setelah aku menerbangkan benda ini di udara, Juliet."
Juliet tersenyum dan menggeleng. "Tidak, aku tidak takut, karena aku percaya padamu." Gadis itu pun terlihat antusias ketika merasakan helikopter yang perlahan mulai bergerak naik secara vertikal.
"Lagipula, mana ada seorang pilot yang ingin celaka, kan? Kecuali dia memang berniat bunuh diri," sahut Juliet lagi. Saat ini maniknya sedang asyik mengagumi pemandangan lampu-lampu mobil yang membuat jalanan menjadi bercahaya di malam hari dari ketinggian.
Matthew hanya diam, dengan bola mata coklat pasirnya yang sekilas melirik ke arah gadis di sampingnya.
'Kamu tidak akan tahu apa saja yang akan kulakukan agar kita dapat selalu bersama, Juliet. Apa saja, tanpa terkecuali,' ucap lelaki itu di dalam hati, dengan seulas senyum yang teramat samar terlukis di wajahnya,
***
Matthew memperhatikan Juliet yang lebih menyukai makanan dengan bumbu yang tidak terlalu menyengat, mungkin karena ngidam yang ia rasakan.
"Kenapa restoran semewah dan seindah ini sepi sekali?" Tanya Juliet sambil mengunyah dan menatap ke sekelilingnya.
Saat tak mendengar jawaban Matthew dan menyadari bahwa lelaki itu sedang tersenyum tipis, seketika Juliet pun menyadari sesuatu.
"Kamu menyewa seluruh restoran ini," ucap gadis itu sambil menggelengkan kepala tak percaya. Ia lupa jika Matthew sangat menyukai privacy.
"Itu benar, agar aku bisa melakukan ini dengan leluasa," Matthew mengecup bibir Juliet yang masih mengunyah, lalu menjilati serpihan makanan yang tersisa di sudut bibirnya.
"Matthew." Juliet mendelik sembari melirik was-was ke sekelilingnya, saat jemari nakal Matthew mulai berkelana menggeser kain gaun dan menyusuri bagian dalam pahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...