"Oh. My. God. Apa itu cincin lamaran?!" Pekik gadis berkacamata dengan bola mata membelalak sempurna. "Jadi Matthew benar-benar melamarmu?!"
Juliet membiarkan temannya Sienna meraih jemarinya untuk menatap lekat cincin berlian besar dan indah yang tersemat di jari manisnya. Hari ini kebetulan tak ada kuliah karena dosen yang mengajar sedang ijin, dan Juliet pun janjian dengan Sienna untuk bertemu di resto sebuah mal.
Sienna berdecak kagum. "Selera Matthew Wiratama memang tidak main-main," ucapnya sembari menatap Juliet.
"Ah, aku iri sekali. Matthew mengetahui kalau kamu mengandung anaknya, lalu dia pun segera melamar? Ya ampun. Dia pasti tipe lelaki konvensional, yang menginginkan keturunannya lahir dengan kedua orang tuanya telah terikat dalam pernikahan," cetus gadis berkacamata itu dengan mata berbinar-binar.
Juliet memutar kedua bola matanya mendengar perkataan Sienna yang terdengar seperti seorang pemuja kepada idolanya.
"Whatever, Sienna. Bagaimana tentang permintaanku kemarin? Apa kira-kira sepupumu itu bisa mengabulkannya?"
Sienna menghela napas pelan melihat Juliet yang sama sekali tidak tergugah. "Apakah sebeku itu hatimu, Juliet?" Gumannya pelan, namun masih dapat didengar oleh Juliet. "Apa kamu benar-benar tidak bisa memaafkan Matthew dan merelakan masa lalumu yang pahit untuk menjalani masa depan dengannya?"
"Memaafkan?" Ulang Juliet dengan wajah jijik. "Sudah kukatakan, Sienna. Matthew tidak pernah meminta maaf sekali pun padaku!"
"Lalu bagaimana jika dia benar-benar meminta maaf?" Sergah Sienna lagi. "Jika pada akhirnya Matthew berlutut untuk meminta maaf padamu, apakah kamu akan memaafkan?"
Juliet menggeleng tegas. Tak ada emosi sedikit pun yang terlukis di wajah cantiknya. "Mungkin tidak," sahutnya tanpa beban. "Karena semua itu sudah terlambat."
Sienna pun kembali menghela napas pelan melihat bagaimana bulatnya tekad Juliet. "Baiklah kalau begitu, terserah kamu sajalah. Oh iya, tentang sepupuku... dia sedang menuju ke sini tak lama lagi, kok. Nah, itu dia!" Seru Sienna sambil melambai ke arah belakang Juliet. "Virgo! Sini!"
'Virgo??'
Mendengar nama seseorang yang ia kenal, tak pelak Juliet pun ikut menengok ke arah belakang punggungnya dan mengernyit ketika melihat sosok familier itu. Kakak kelas yang dulu pernah bertemu dengan dirinya dan Matthew di mal, saat Matthew baru kembali dari Amerika.
"Jadi Kak Virgo si Asisten Dosen Hukum Agraria adalah sepupumu??" Celetuk Juliet pelan, sambil mendelik kepada Sienna. "Kenapa kamu baru bilang??"
Sienna hanya membalas perkataan Juliet dengan cengiran. "Virgo yang melarangku," beritahunya kemudian.
"Terutama setelah kamu dan Matthew bertemu dengannya di mal waktu itu. Waktu itu dia sudah menebak bahwa hubungan kalian lebih dari seorang kakak kepada adik angkatnya, melihat bagaimana posesifnya Matthew kepadamu," ungkap Sienna.
Virgo kini telah berdiri di dekat meja mereka, dan tersenyum kepada kedua gadis itu. "Hai Juliet, hai Sienna."
Juliet membalas sapaan Virgo, sementara Sienna mempersilahkan sepupunya untuk duduk di sampingnya.
"Apa kabarmu?" Virgo bertanya kepada Juliet ketika ia telah duduk. "Sienna sudah bercerita tentang rencanamu untuk pindah ke luar negeri."
Juliet pun meringis dalam hati. Sebenarnya Juliet tak berharap bahwa sepupu Sienna yang akan membantunya adalah seseorang yang ia kenal, namun apa boleh buat. Ini benar-benar di luar dugaannya.
"Ya, begitulah. Kak Virgo tahu sendiri bagaimana Matthew Wiratama. Dia punya kaki tangan yang sangat banyak, sulit untuk melarikan diri dari orang yang memiliki kekuasaan begitu besar," cetus Juliet.
Tak ada gunanya lagi ia menutupi bagaimana hubungan dia yang sebenarnya dengan Matthew, karena saat ini ia benar-benar butuh pertolongan.
"Berarti yang perlu kita lakukan adalah membuatnya berhenti untuk mencarimu, Juliet. Itu adalah satu-satunya cara yang bisa membuatmu leluasa keluar dari negara ini tanpa takut diketemukan oleh Matthew," tukas Virgo.
"Tapi bagaimana?" Sela Sienna mengernyit penasaran. "Bagaimana caranya agar Matthew tidak akan mencari keberadaan Juliet?"
Virgo tersenyum tipis. "Itu gampang. Juliet hanya perlu mati, karena tak ada yang akan mencari keberadaan orang yang memang sudah mati, kan?"
***
Juliet turun dari mobilnya sambil melamun. Pertemuan pertamanya untuk berdiskusi dengan Virgo tadi membuatnya banyak berpikir.
Ia mengayunkan langkah perlahan menuju teras rumah, tanpa sadar bahwa seseorang telah menunggu dirinya di dalam.
Juliet memasuki rumah besar itu melalui pintu utama seperti biasa, lalu benar-benar terkejut ketika melihat seorang wanita berusia senja namun masih terlihat bugar yang sedang duduk di sofa besar ruang tamu dan menatapnya dengan tajam.
"Oma? Apa kabar?" Sapa Juliet ramah dan langsung bergegas menghampiri nenek Matthew dari pihak almarhum papanya itu.
Wanita tua itu terlihat enggan memberikan tangannya untuk disalami oleh Juliet, namun akhirnya ia pun melakukannya dengan terpaksa.
"Kabarku baik," sahut wanita tua itu sembari menatap Juliet dari ujung kepala hingga kaki dengan sorot menilai.
"Matthew masih di kantor, Oma. Mungkin sekitar setengah jam lagi baru sampai di rumah." Juliet pun memberi tahu dengan sopan, karena selama ini ia memang tahu kalau Oma tidak menyukai dirinya, dan dari yang sudah-sudah sebelumnya, kedatangan wanita ini selalu karena ingin bertemu dengan Matthew cucu kesayangannya.
"Aku tahu. Tapi kedatanganku kemari bukanlah untuk bertemu Matthew, tapi karena ingin berbicara denganmu, Juliet."
Juliet pun tak pelak mengerang dalam hati, menyesali kenapa dia pulang ke rumah begitu cepat dan harus bertemu dengan Oma.
Oma tak pernah bersikap baik kepadanya dan selalu memandang dirinya dengan sinis. Meskipun Juliet sama sekali tidak peduli meskipun seluruh keluarga Wiratama membencinya, tapi cukup menyebalkan juga jika setiap detik ditatap dengan pandangan merendahkan seperti itu.
"Oh, kalau begitu saya minta maaf karena tidak tahu Oma mau datang ke sini dan bicara dengan saya. Saya akan pulang lebih cepat kalau begitu dan tidak membuat Oma menunggu."
Dengusan pelan menguar dari mulut wanita yang terlihat jelas memiliki kecantikan di masa mudanya itu, mendengar perkataan basa-basi dari Juliet.
"Matthew sudah mengatakan kalau kalian akan menikah sebentar lagi, dan kamu yang sedang mengandung anak dari Matthew."
Perkataan tanpa tedeng aling-aling itu membuat Juliet tersenyum. Khas Oma sekali, yang selama ini memang merasa tidak perlu berbasa-basi bahkan hanya sekedar untuk menanyakan kabarnya.
"Akhirnya firasatku terbukti. Kamu yang selama ini terlihat polos dan penurut, ternyata sama liciknya dengan Bayu ayahmu!"
Batin Juliet sontak tergetar mendengar perkataan Oma yang menyinggung tentang almarhum ayahnya. Ia benci sekali jika keluarga Wiratama selalu menyalahkan ayahnya sebagai penyebab kematian Ibram dan Kayana Wiratama. Siapa sih di dunia ini orang yang ingin tewas dalam kecelakaan selain yang memang berniat bunuh diri?
Juliet yakin seratus persen bahwa ayahnya tentu saja ingin semua selamat dari kecelakaan itu.
Wajah cantik gadis itu pun serta merta berubah, dari yang semula penuh senyum ramah, menjadi datar tanpa ekspresi.
"Lalu kedatangan Oma kemari apakah hanya ingin mengatakan hal itu?" Ucapnya dengan senyum sinis yang mengejek, yang semakin membuat Oma terkejut melihat sisi asli Juliet.
"Kurang ajar sekali! Kamu berani mengejekku?!"
Juliet mengedikkan bahunya dengan santai. "Bukankah Oma yang memulainya lebih dulu dengan menghina almarhum ayah saya?"
Cih. Juliet sebenarnya benci sekali dengan drama keluarga seperti ini, tapi untuk kali ini ia bertekad tidak akan diam jika dihina oleh siapa pun dari keluarga Wiratama.
"Saya adalah calon Nyonya Wiratama. Jadi sebaiknya mulai dari sekarang, Oma harus membiasakan akan hal itu. Matthew sangat mencintai saya, dan saya yakin sekarang dia akan lebih membela saya dibandingkan Oma. Ingat itu," tukasnya sembari berdiri dari sofa dan melangkah pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...