8 : The Perfect Plan

272 12 0
                                    

"Katakan apa yang harus aku lakukan padamu, Juliet. What should I do?" 

Juliet menatap manik coklat Matthew yang sedang menyorot dirinya dengan intens. Mensyukuri bahwa detik ini, momen ini, akhirnya datang juga.

'Matthew pasti tidak menyadari kalau sesungguhnya dia telah jatuh hati kepadaku,' batin Juliet dalam hati.

'Atau mungkin juga dia sadar, namun merasa enggan untuk mengakuinya karena rasa benci yang telah mengakar begitu dalam di hatinya.'

Juliet tersenyum samar, lalu meraih jemari Matthew dan dengan sengaja meletakkannya di pipinya. Juliet membalas tatapan Matthew beberapa saat, sebelum mulai berucap.

"Apa pun itu, aku hanya berharap agar kita memulai segalanya dari awal, Matthew." Gadis itu pun menggigit bibirnya, berusaha menekan batinnya yang memberi peringatan, karena ia akan mengatakan kalimat yang tidak sesuai dengan kata hatinya.

Sebuah kalimat kebohongan pertama untuk sebuah rencana balas dendamnya.

"Bisakah kita memulai ini selayaknya orang-orang normal di luar sana?" Tanya Juliet dengan wajah penuh harap, yang tentu sengaja ia berikan untuk memberikan ego Matthew sebuah pancingan yang sempurna.

Matthew itu lelaki dominan dengan ego setinggi langit, yang menyukai segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kehendaknya. Dan sangat, sangat, sangat suka ketika Juliet memohon-mohon kepadanya.

Gadis itu tahu bahwa ia harus dapat memainkan kartunya dengan benar, tepat dan jangan sampai salah langkah. Meskipun terkadang ia harus mempertaruhkan segalanya dan bertindak lebih berani dengan segala resiko yang ada.

Matthew menggerakkan jemarinya di pipi seputih salju itu, mengusapnya dengan perlahan untuk merasakan kelembutannya. Bola mata coklat pasirnya lekat menatap manik bening Juliet yang manis dan bercahaya karena pantulan sinar lampu.

Meskipun berat, tapi harus ia akui bahwa sesungguhnya Juliet adalah kelemahannya. Gadis kecil yang terisak dengan tangisan yang menyayat hati di makam ibunya 9 tahun yang lalu.

Juliet masih berusia 10 tahun saat itu, dan Matthew 21 tahun. Siapa yang akan menyangka jika kini gadis kecil itu telah membuatnya tergila-gila?

"Ya, kita bisa," ucap Matthew pada akhirnya. "Jika kamu menginginkannya, kita bisa melakukan itu, Juliet."

Senyum secerah mentari pun sontak merekah di bibir merah muda gadis itu. Wah, ini terlalu mudah! Juliet bahkan tadinya mengira kalau Matthew akan marah dan menghukumnya karena permintaannya barusan!

"Sungguh, Matthew? Kamu tidak akan menarik kembali perkataanmu kan?"

Matthew yang masih terpukau dengan senyum secantik bidadari yang barusan terlukis di bibir Juliet, kini mulai tersadar. Selama ini gadis itu sangat jarang sekali tersenyum. Tidak, mungkin hampir tidak pernah.

Dan Matthew pun tidak pernah mempermasalahkannya, selama ia masih bisa menikmati tubuh menawan gadis itu sepuasnya.

Lelaki itu mengusapkan ibu jarinya di bibir penuh yang lembut milik Juliet. Senyum itu telah mengusik hatinya. Membuat sesuatu di dalam dirinya juga menginginkan senyum itu bagai candu seperti bagaimana candunya Matthew kepada tubuh indah gadis ini.

"Tidak. Aku tidak akan menariknya kembali," sahut Matthew akhirnya. Ia lalu mengecup bibir sensual itu dengan gemas. Memagutnya kembali karena rasa bibir semanis dan selembut es krim itu selalu membuatnya tergugah.

"Selama kamu selalu berada di sisiku, Juliet. Ayo kita lakukan ini semua seperti yang kamu inginkan."

***

COME AND SERVE ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang