Juliet sedikit terkejut karena kali ini Matthew hanya mengecupnya, tanpa berlanjut ke tahap selanjutnya. Meskipun tetap saja dilakukan dengan sepenuh gairah.
Mereka saling memagut bibir hingga hampir setengah jam, waktu terlama yang Juliet pernah lakukan bersama Matthew. Bibirnya menjadi memerah dan bengkak akibat sesapan kuat dan gigitan gemas lelaki itu.
Kedua tangan Matthew masih terangkum di pipi Juliet, sama sekali tak membiarkan gadis itu berkutik dan mengelak dari serangannya.
Namun Matthew tiba-tiba saja melepaskan ciuman mereka dengan menarik wajahnya, lalu menatap bibir merah penuh itu yang telah basah karena salivanya.
Lelaki itu melukiskan senyum, sembari menghapus perlahan jejak basah di bibir Juliet dengan ibu jarinya.
"Keluarkan lidahmu," gumannya pelan. "Aku masih ingin menyesapnya."
Seketika Juliet pun mengerti. Matthew sudah sangat berhasrat, namun belum berani menyentuhnya lebih dari hanya di bibir. Mungkin ia takut tubuh Juliet masih luka dan belum sepenuhnya sembuh.
Atau juga dia takut jika Juliet akan menolaknya, mengingat betapa kasarnya Matthew memperlakukan gadis itu terakhir kali.
"Juliet? Kamu mau kemana?" Tanya Matthew heran, ketika melihat gadis itu malah melepaskan kedua tangan Matthew dari wajahnya, lalu berbalik menuju pintu keluar.
Matthew hendak bermaksud untuk mengejar Juliet yang ia kira akan pergi meninggalkannya begitu saja, namun seketika Matthew pun menahan langkahnya saat melihat bahwa Juliet ternyata tidak pergi.
Gadis itu malah mengunci pintu ruangan Matthew, lalu kembali membalikkan langkahnya ke arah lelaki dengan manik coklat pasirnya yang membelalak menatapnya.
Langkah kaki jenjang Juliet disengaja mengayun dengan sensual, meski hanya terbalut rok longgar sepanjang betis.
"Apa kamu masih suka berfantasi, Matthew? Saat aku menggodamu yang sedang bekerja?" Senyuman yang terukir di bibir penuh sensual itu sangat cantik dan menggoda, membuat Matthew menelan ludahnya.
Juliet mengalungkan kedua lengannya di leher lelaki yang terdiam menatapnya, seperti seorang anak kecil yang mendamba saat melihat wahana permainan di Disneyland.
Tapi Matthew malah menggelengkan kepalanya. "Aku takut menyakitimu, Muffin." Ungkapnya penuh sesal.
"Jangan takut, karena kamu tidak akan menyakitiku," bisik Juliet seduktif. "Jadi dimana kamu menginginkanku berada, Pak CEO? Duduk di atas mejamu, atau langsung duduk di pangkuanmu?"
***
Juliet sedang sibuk menata meja makan dengan hasil masakannya sendiri. Setelah keluar dari kantor Matthew, ia terlebih dulu mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa bahan keperluan memasak, sebelum pulang ke rumah.
Ia bertekad akan memasakkan makan malam untuk Matthew.
Sambil menatap hasil pekerjaannya dengan senyum puas, Juliet pun kemudian berterima kasih kepada semua pelayan yang membantunya.
'Semoga saja Matthew menyukai masakannya dan juga... kejutan spesial yang telah disiapkan,' batin Juliet dalam hati dengan senyum tipis penuh arti menatap gelas berisi air sejernih kristal di atas meja.
Ia siap untuk melaksanakan rencananya sekarang. Tanpa peduli bahwa ada resiko besar yang harus kembali ia tanggung, meskipun untuk saat ini Matthew tidak akan bersikap lebih kejam dari sebelumnya.
Apa yang terjadi pada Juliet yang hampir merenggut dua nyawa membuat Matthew memperlakukan dirinya lebih hati-hati sekarang.
Mungkin ini yang dinamakan ada pelangi di setiap hujan yang deras. Di balik semua kesakitan yang ia derita beberapa hari yang lalu, ada keuntungan yang bisa ia gunakan sebagai senjata untuk menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...