"Apa?? Jadi Matthew benar-benar meminum air di dalam gelas itu??" Sienna berseru, setelah sebelumnya ia bahkan sempat tersedak kopi yang sedang ia hirup. Berita yang dibawa oleh Juliet benar-benar mengejutkan hingga membuatnya tak habis pikir.
Juliet mengangguk pelan membenarkan dengan tersenyum simpul. "Yap. Dia benar-benar meminumnya, padahal dia sudah tahu jika air itu telah kuberi sesuatu," cetus gadis itu, seraya menyeruput avocado milk cheese-nya dengan nikmat.
Saat ini Juliet dan Sienna tengah bertemu di sebuah cafe, dengan Juliet yang bercerita peristiwa yang terjadi kemarin kepada sahabatnya.
"Tunggu. Dari mana Matthew tahu jika air itu bukan air biasa?"
"Pasti dari Darren. Sebelum makan, Matthew mendapat telepon dari Darren. Lalu setelah itu dia mulai bersikap aneh dengan membuang gelas airku dan teko di atas meja."
"Tapi dia malah menyisakan gelasnya sendiri dan meminumnya," cetus Sienna sambil menggeleng tak habis pikir.
"Aku sangat penasaran dengan maksud serta tujuanmu, Juliet. Apa kamu sengaja membiarkan aksimu terekam CCTV untuk mengetes sesuatu?"
"Uh-hum. Tentu saja," sahut Juliet cepat.
"Dan tujuanmu adalah...?"
"Tujuanku tentu saja adalah Matthew," jawab gadis cantik itu sambil tertawa kecil. "Ingin mengetahui sejauh apa dia mencintaiku. Sebuta apa dirinya hanya untuk mendapatkan hatiku," cetusnya lagi.
"Rasa bersalahnya karena menyiksaku kemarin itu adalah titik balik dari semuanya. Matthew sudah kalah, karena dia bahkan tidak menyinggung apa pun soal minuman itu kepadaku, padahal ia tahu."
"Satu hal yang harus kamu ingat, Sienna. Balas dendam termanis adalah balas dendam kepada seseorang yang telah jatuh begitu dalam pada cintanya. Doa-doaku selama bertahun dalam siksaannya kini telah terkabul. Dia telah jatuh cinta kepadaku, dan kini giliranku untuk membalas semua perbuatan kejinya padaku."
Sienna hanya bisa bergidik melihat senyum yang terlukis di wajah sahabatnya itu. Senyum yang sangat cantik, namun penuh rencana menakutkan di dalamnya. Juliet itu mirip seperti gunung berapi aktif yang sedang diam tanpa aktivitas vulkanik, namun setiap detik dalam waktu adalah ancaman letusan yang sesungguhnya.
**Flashback sehari sebelumnya**
"Baiklah, kalau begitu aku akan meminumnya."
Juliet tersenyum diam-diam ketika melihat Matthew dengan berani dan tanpa ragu meminum air dalam gelasnya hingga tandas tak bersisa.
Apa Matthew bodoh? Mungkin. Tapi orang yang jatuh cinta begitu dalam adalah orang yang bodoh, jadi Matthew hanya bersikap normal selayaknya mereka yang sedang jatuh cinta.
"Kamu sepertinya sangat haus," ucap Juliet ketika melihat tak tersisa setitik pun air di dalam gelas Matthew. "Sayang sekali air di teko sudah kamu tumpahkan. Aku akan ambilkan lagi di dapur ya?"
"Tidak, jangan pergi." Matthew memegang pergelangan tangan Juliet hingga langkah gadis itu pun terhenti.
"Duduklah dulu, Muffin. Temani aku di sini."
Juliet pun akhirnya kembali duduk. "Sebenarnya ada apa denganmu, Matthew?" Tanya gadis itu dengan wajah bingung. "Kamu terlihat aneh setelah menerima telepon. Apakah ada kabar yang kurang baik dari Darren?"
Matthew menatap manik hitam berkilau Juliet yang sangat cantik. 'Gadis ini benar-benar pintar bersandiwara,' pikirnya dengan hati yang kembali remuk.
Juliet ternyata belum berubah. Dia masih sama seperti Juliet yang Matthew temukan di dalam pesawat menuju Italia, yang berniat melarikan diri darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...