"Apa yang kamu pikirkan, Muffin?"
Juliet seketika tersadar dari lamunannya saat Matthew menegurnya. Gadis itu pun menoleh dan tersenyum manis kepada lelaki tampan yang sedang menyetir di sampingnya.
Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil Matthew menuju arah pulang, setelah menyelesaikan masalah antara Giska dan Leon.
"Cuma berpikir hal-hal random saja. Tidak terlalu penting sih," kilah gadis itu menjawab pertanyaan Matthew.
"Apa boleh aku mengetahui hal-hal random itu?" Tanya Matthew lagi.
"Uhm...," Juliet menggaruk lehernya yang tidak gatal sembari meringis. "Bukan hal yang besar, Matthew... hanya saja kejadian antara Giska dan Leon membuatku banyak berpikir saja."
Matthew mengecup lembut jemari Juliet yang sejak tadi berada tak lepas di dalam genggamannya.
"Memikirkan tentang apa?" Tanya lelaki itu lagi. "Boleh aku tahu, Muffin?"
"Ini baru ide saja," sahut gadis itu lagi. "Tapi aku ingin melanjutkan kuliah setelah melahirkan, dengan mengambil konsentrasi Hukum Pidana. Ke depannya, aku bercita-cita ingin mendirikan Yayasan yang akan memberi bantuan kepada korban praktik kekerasan atau korban pelanggaran HAM," tuturnya dengan sedikit malu-malu, namun dengan manik berbinar penuh semangat.
"Bantuannya bisa berupa memberikan jasa pengacara gratis, konseling, atau bimbingan keahlian tertentu agar mereka lebih mandiri dan percaya diri, tidak tergantung dengan siapa pun."
Lampu lalu lintas yang menyala merah membuat Matthew memiliki kesempatan untuk mengecup bibir kekasihnya dan mengelus rambut panjang Juliet yang hari ini digerai hingga ke bahu.
"Itu cita-cita yang luar biasa. Aku akan selalu mendukungmu 100% untuk mewujudkan semuanya, Muffin. Bahkan pendirian yayasan itu bisa dimulai sejak sekarang, jika kamu menginginkannya."
"Benarkah?" Cetus Juliet gembira.
Matthew mengangguk membenarkan. "Aku akan mengatur segala sesuatunya agar kamu tidak perlu repot-repot dan lelah, karena ada anak kita yang perlu diperhatikan. Nanti kamu hanya tinggal meresmikannya saja, karena Yayasan itu adalah milikmu, atas namamu, dan di bawah kekuasaanmu."
Juliet merasa tak percaya mendengarnya. Gadis itu pun memeluk erat Matthew dengan penuh ungkapan haru. "Terima kasih, Matthew," bisiknya pelan.
"Anything for you, Muffin." Matthew membalas sembari menghirup aroma Juliet yang terasa manis.
"Mulai sekarang, jangan pernah ragu mengungkapkan apa pun yang kamu pikirkan atau apa pun keinginanmu. Karena aku akan berusaha untuk mewujudkan semuanya untukmu."
***
"Aku? Bahaya?" Karina berdecak kecil dan menggelengkan kepalanya. "Sangat tidak masuk akal," cemoohnya. "Aku baru saja bertemu dengan 'kalian' berdua, bagaimana mungkin bisa menjadi bahaya? Justru Jeremy-lah yang berbahaya! Bagiku, terutama."
Virgo diam sejenak sembari mengamati sosok wanita di depannya. Sebenarnya ia setuju dengan pemikiran Karina. Ia baru saja bertemu dengan gadis ini, sama sekali tidak mengenalnya sebelumnya, lalu kenapa Jeremy mengkategorikan Karina sebagai hal yang membahayakan hingga membuatnya muncul kembali?
Tapi masalahnya, hanya itulah satu-satunya kemungkinan yang terlihat untuk saat ini. Jeremy itu sangat overprotektif. Sifat yang sempat membuat Virgo kecil berada dalam masalah yang sangat besar 13 tahun yang lalu.
Saat ia tiba-tiba tersadar dengan pisau penuh darah di tangannya, tubuh tak bernyawa ibunya yang berada di bawah kakinya, dan ingatan kosong tentang apa yang sebenarnya terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...