73 : The Stupid Plan

61 3 0
                                    

"Sienna!!"

Sontak Darren pun melemparkan ponselnya begitu saja dan melompat dari tempat tidurnya, dengan langkah terburu-buru menuju ke arah pintu, dimana Sienna berjongkok dan bersandar di sana.

"Sienna, berhenti melukai dirimu sendiri!" Darren segera menyentak dan menarik kedua tangan gadis itu agar berhenti mencakar lehernya sendiri.

Meskipun suasana cukup gelap karena listrik yang tidak menyala, namun sinar bulan yang masuk melalui tirai jendela samar-samar memperlihatkan goresan-goresan luka di leher gadis itu.

Darren bahkan bisa mencium bau tajam besi yang menguar di udara dari darah Sienna.

"Lepaas! Aku sudah tidak tahan! Hentikaaan!! Aku mohon, hentikaaan!!" Jerit Sienna sembari menatap Darren nanar dengan bersimbah air mata, namun gadis itu hanya menangis tanpa memberontak.

Darren mengerutkan keningnya melihat tatapan kosong di manik bening yang kali ini tanpa tertutup lensa. Sienna pasti baru terbangun dari tidurnya dan tidak sempat mengenakan kaca matanya.

"Kamu kenapa?" Tanya Darren pelan, kasihan melihat gadis yang biasanya galak dan suka mendelik ke arahnya itu kini terlihat mengenaskan.

"Aku sudah tidak kuat... hiks... tolong hentikan ini semua... tolong..." racau Sienna lagi, yang membuat Darren semakin bingung.

"Hentikan apa, Sienna? Katakan. Apa yang harus aku lakukan untukmu?" Tanya lelaki itu lagi.

Namun tiba-tiba saja listrik yang padam pun menyala. Situasi yang semula gulita kini kembali terang benderang.

Sejenak Darren menengadah untuk memperhatikan lampu di atasnya, lalu kembali menatap lurus ke arah gadis di depannya.

Tangisan Sienna mendadak berhenti. Dan persis seperti orang yang baru tersadar dari lamunan, Sienna mengerjap-kerjapkan kedua maniknya, lalu menatap Darren ekspresi bingung yang ketara.

Seolah tak mengerti kenapa lelaki itu menatapnya dengan sorot cemas, dan mencengkram kedua pergelangan tangannya.

***

"Kamu yakin?"

Sienna mengangguk dengan tegas, sebagai jawaban dari pertanyaan Darren barusan.

"Ini bukan masalah besar. Aku sering mengalaminya dan akan berlalu begitu saja," terang Sienna santai sembari mengangkat ringan kedua bahunya.

Darren menatap gadis mungil di depannya dengan lekat. Ya, Sienna yang ini memang sangat berbeda dengan Sienna beberapa saat yang lalu.

Manik biru laut lelaki itu lalu menyapu bagian leher yang kini sedang ia obati dengan obat luka. Goresan-goresan kemerahan di atas kulit putih Sienna terlihat begitu nyata, kontras dan jelas.

"Apa kamu setakut itu dengan kegelapan?" Tanya Darren lagi, kali ini ia kembali fokus untuk mengoleskan obat luka di kulit bagian bawah leher Sienna.

"Apa kamu sudah selesai?" Tanya balik Sienna, yang terlihat tidak suka menjawab pertanyaan lelaki itu barusan.

Darren pun terdiam ketika mendengar penolakan Sienna untuk bercerita. Ya, tentu saja gadis itu enggan. Mereka baru saja kenal, dan ranah yang Darren tanyakan telah masuk ke dalam area pribadi.

"Sedikit lagi," ucap Darren akhirnya. Meskipun ia penasaran kenapa Sienna mencakar lehernya sendiri di dalam kegelapan, tapi untuk sekarang ia tidak akan memaksa gadis ini bercerita.

"Selesai." Darren mendesah pelan melihat leher Sienna yang semula putih dan mulus, kini dipenuhi obat luka kecoklatan dan gurat-gurat luka yang cukup membuat seseorang mengernyit melihatnya

COME AND SERVE ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang