Juliet terkikik geli ketika Matthew mengecup sisi lehernya yang harum dan sensitif, lalu dengan sengaja lelaki itu pun menggelitik pinggangnya.
Sepanjang sore, kedua sejoli itu asyik bercumbu dan bermesraan setelah puas bercinta. Walaupun sebenarnya Matthew masih jauh dari puas, namun untuk beberapa bulan ke depan ia terpaksa harus membiasakan diri karena kehamilan Juliet yang masih dini dan rentan.
"Kenapa kamu wangi sekali sih?" Guman Matthew sembari tak hentinya menghujani area leher dan pundak Juliet yang cantik dengan kecupan-kecupan. Matthew mengagumi tulang selangka Juliet yang menyembul manis dan menyapukan lidahnya di sepanjang garis itu.
"Matthew..." Juliet menyebut nama lelaki itu dalam desahan lembut yang kembali membuat Matthew menggeram, sekuat tenaga menahan hasrat yang hampir membuatnya lepas kendali.
"Ini sangat menyiksa," gerutu lelaki itu sembari mengacak rambutnya frustasi. "Aku masih sangat ingin memilikimu, Muffin. Tapi itu akan berbahaya untuk anak kita."
Hembusan napas keras lelaki itu mengutarakan besarnya kegusaran yang tengah ia rasakan saat ini.
"Bayi ini akan menjadi yang pertama dan terakhir," ucap Matthew akhirnya memutuskan seorang diri. Jemarinya mengusap lembut perut Juliet yang masih datar dengan hati-hati seakan benda yang sangat rapuh dan mudah pecah. Lalu manik coklat pasir itu menatap Juliet lekat dengan sorot serius.
"Setelah melahirkan, kamu harus segera disteril. Aku tidak suka jika harus membatasi durasi bercinta kita," tukasnya, begitu egois seperti Matthew yang sudah Juliet kenal.
"Matthew, kamu sudah tahu kan kalau harus 'puasa' selama kurang lebih sebulan setelah aku melahirkan?" Tanya Juliet, memastikan apakah lelaki itu telah mengetahuinya apa tidak.
Matthew mengerang panjang sembari menengadah dan memejamkam kedua matanya. "Tolong jangan ingatkan aku, Muffin," tukasnya dengan nada murung. "Argh! Rasanya pasti seperti neraka."
Juliet tak bisa menahan tawanya melihat wajah merana Matthew yang sangat lucu. Tawa renyahnya yang menguar di udara membuat dada Matthew serasa merekah, mekar dengan indahnya bagai bunga beraneka warna.
Matthew meraih dagu lancip Juliet, mengamati wajah penuh tawa itu dengan penuh kekaguman. "Terlalu mudah untuk jatuh cinta kepadamu," ucapnya sembari mengamati manik legam Juliet yang bening, bulu matanya yang panjang, alisnya yang melengkung indah, hidung yang bangir namun mungil, serta bibir yang penuh dan mengundang.
Juliet benar-benar cantik. Bukan cuma cantik, tapi juga sempurna. Membuat Matthew merasa menjadi lelaki paling beruntung sedunia.
"Berhenti menatapku seperti itu, Matthew. Aku jadi malu," sungut gadis itu sambil menutup kedua mata lelaki itu dengan tangannya.
Matthew tersenyum dengan kedua mata yang masih tertutup jemari lentik Juliet. "Sepertinya itu adalah permintaan yang akan sulit untuk kukabulkan, Muffin. Karena kamu terlalu memikat untuk dilewatkan begitu saja."
Juliet pun mendesah pelan ketika bibir Matthew kembali mendarat di kulitnya, tepat sedetik setelah lelaki itu selesai berucap. Matthew benar-benar piawai membuatnya terhanyut, lelaki itu sangat mengerti akan semua titik-titik sensitif di tubuh Juliet yang dengan sengaja disentuh olehnya.
"Matthew..." bisik Juliet lirih, yang berpadu dengan desau napas yang deru memburu karena terjangan hasrat.
"Yes, Muffin?"
Juliet memekik kecil ketika serbuan pelepasan menghantamnya dengan keras akibat ulah nakal jemari Matthew.
Seringai penuh arti kini tersemat di bibir lelaki itu. Ia memang tidak mendapatkan kepuasan, tapi entah kenapa membuat Juliet menggeliatkan tubuhnya yang menawan itu membuat Matthew hasrat Matthew sedikit terpuaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...