Kali ini, Juliet-lah yang terjaga lebih dulu daripada Matthew.
Manik bening sekelam malam itu pun mengerjap pelan, untuk mengusir kantuk yang masih terasa dan tersisa di pelupuk mata. Ia harus bangun, karena ada sesuatu yang penting yang harus ia lakukan sebelum Matthew terbangun.
Dengan perlahan, gadis itu pun mencoba melepaskan diri dari back hug Matthew di pinggangnya. Bukan perkara yang mudah ternyata, karena meskipun tertidur, pelukan Matthew sangat kuat mengalahkan rantai besi.
Tak hilang akal, Juliet pun akhirnya memilih untuk menyelinapkan tubuhnya ke bawah sedikit demi sedikit. Dan... ia berhasil!
Juliet mendesah lega dalam hati ketika akhirnya telah terbebas dari Matthew. Gadis itu meraih bath robe yang terlipat rapi di atas meja untuk menutupi tubuhnya yang tidak mengenakan busana sehelai pun, setelah semalaman bercinta dengan Matthew.
Dengan langkah berjingkat, ia pun perlahan-lahan keluar dari master bedroom menuju ke bagian teras, yang hanya dipisahkan oleh pintu kaca.
Udara malam yang lumayan dingin menyambutnya, sesaat setelah pintu kaca itu ia buka dari dalam. Juliet terus melangkah hingga dirinya kini telah bersandar pada pagar pembatas.
Di depannya terhampar pemandangan gedung-gedung bertingkat dengan lampu aneka warna, serta lalu lintas Jakarta yang tidak terlalu padat di bawahnya, mungkin karena waktu yang telah jauh melewati tengah malam.
Ya, saat ini masih jam 02.31 dini hari.
Gadis itu mendesah pelan, sembari menarik sesuatu dari dalam saku bath robe-nya. Sebuah ponsel miliknya, yang tadi sempat ia raih sebelum keluar kamar.
Juliet menggigit bibirnya saat pernyataan Matthew semalam kembali terngiang di dalam otaknya.
"Semua keputusan kuserahkan kepadamu, Muffin. Apakah hal ini bisa membuatmu tenang dan terus berada di sisiku, ataukah menjadi senjata bagimu untuk menusuk diriku."
Juliet sadar bahwa perkataan Matthew tadi bukanlah pertanda yang bagus. Benar-benar tidak bagus.
Ia sadar bahwa sebuah tindakam harus sesegera mungkin dilakukan. Dan jemari lentiknya pun segera mengetikkan sebuah pesan dengan cepat.
[Tampaknya dia telah curiga denganku. Tapi tak mengapa, kita tetap jalankan saja sesuai rencana]
Tak lama setelah ia mengirimkan pesan itu, ponselnya mendadak bergetar pelan
tanda ada pesan yang masuk.
[Ini jam 2 dini hari, Juliet! Huff... baiklah. Apa kamu tidak terlalu tergesa-gesa? Menurutku, lebih baik kita menunggu dulu sebentar lagi sebelum bertindak]
Juliet membaca pesan dari temannya itu dengan napas keras yang terhempas. Jemarinya kembali mengetik pesan.
[Tidak, Sienna. Aku tidak bisa menunggu lagi! Biarkan saja jika Matthew mengetahuinya. Lakukan semuanya sekarang juga!]
"Muffin? Apa yang kamu lakukan di sini?"
Suara maskulin yang menguar di udara sekaligus dua buah lengan kekar tiba-tiba saja memeluk Juliet dari arah belakang. Matthew pun kemudan mendaratkan sebuah kecupan di ubun-ubun kepala gadis itu.
'Sial! Kenapa Matthew terbangun??!' Rutuk Juliet dalam hati, yang juga langsung buru-buru menyimpan ponselnya di dalam saku.
"Aku hanya ingin menghirup udara segar sekaligus menikmati pemandangan," sahut Juliet sembari menolehkan kepalanya ke samping dan agak mendongak, karena Matfhew yang tiba-tiba saja menyergap bibirnya.
Juliet tak mampu berkutik. Menghadapi Matthew dengan segala nafsu birahinya itu memang membutuhkan konsentrasi tinggi. Meskipun dengan beragam pikiran yang tengah berkecamuk di dalam benaknya, Juliet berusaha membalas ciuman lelaki itu dengan hasrat yang tak kalah besarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
Любовные романыJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...