Pagi telah datang.
Juliet pun perlahan membuka matanya yang masih sayu karena mengantuk, dan seketika manik sehitam malam itu pun mengerjap bingung sebelum akhirnya membelalak lebar.
Dimana ini??
Ia pun segera bangkit dari ranjang kayu oak dengan desain minimalis itu, menegakkan bahunya, mengamati sekelilingnya sembari menggali kembali ingatan terakhirnya semalam.
Ah ya... sekarang dia baru ingat.
Semalam Matthew membawanya ke sebuah Penthouse di jantung kota Vancouver untuk menginap.
Ya, mereka memang masih berada di Kanada.
Juliet menghela napas pelan, lalu bersandar di kepala ranjang. Matthew sepertinya telah bangun terlebih dahulu, entah dimana dia sekarang.
Sejenak gadis itu menundukkan kepala, menatap dan mengelus lembut perutnya yang masih datar.
"Kita bersama Papamu lagi," gumannya pelan. "Dan sekarang kamu juga tidak membuat Mama muntah lagi," tambahnya sembari tersenyum kecil. "Jadi kamu cuma kangen Papa, hm?"
Setelah puas bercengkrama sejenak dengan janin yang berada di dalam rahimnya sebagai rutinitas paginya semenjak hamil, Juliet pun memutuskan untuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sekitar dua puluh lima menit kemudian, Juliet telah selesai membersihkan badan. Dengan hanya mengenakan bath robe putih dan rambut panjangnya yang dibungkus handuk putih di atas kepala, Juliet pun keluar dari kamar yang luas itu.
Aroma menyenangkan dan membuatnya seketika merasa lapar pun tercium di udara, selepas dirinya keluar dari kamar.
Juliet juga mendengar suara desisan pelan dari arah dapur.
Apa itu Matthew??
Dan Juliet benar-benar terhenyak, ketika melihat seorang Matthew Wiratama... yang sedang memasak??
"Oh. Halo, Muffin. Kamu sudah bangun?" Matthew menoleh dan tersenyum ketika melihat Juliet yang diam berdiri tanpa suara.
Lelaki itu pun segera menghampiri Juliet, menaruh jari telunjuknya di bawah dagu gadis itu, dan perlahan mendongakkan wajah Juliet untuk mengecup sekilas ujung hidungnya yang bangir.
"Good morning," sapanya sembari mengamati wajah ayu yang segar sehabis mandi. "Aku masak sarapan sehat untukmu. Mungkin rasanya akan biasa saja, tapi paling tidak masih layak untuk dimakan. Kamu bisa tenang sekarang."
Juliet tersenyum kecil mendengar kelakar Matthew, yang membuat lelaki di depannya merasa berbunga-bunga.
"Aku sangat merindukan senyuman itu," ucap Matthew, yang membuat Juliet kembali menatapnya lekat.
Untuk beberapa saat, kedua insan rupawan itu pun saling bertatapan. Dan Matthew tak dapat menahan diri lagi untuk mencumbu bibir Juliet yang penuh dan mengundang, meskipun tidak mengenakan pewarna.
"Boleh aku menciummu?"
... adalah sebuah pertanyaan biasa namun besar artinya untuk seorang Matthew Wiratama, yang selama ini tak pernah bertanya tapi hanya langsung mengambil apa yang ia inginkan.
Seakan untuk kali ini, Matthew berusaha menunjukkan rasa hormatnya kepada Juliet. Memberitahukan bahwa gadis itu pun dapat menolak jika ia tidak menginginkannya.
Namun Juliet mengangguk, dan Matthew pun tak lagi menyia-nyiakan kesempatan di depan mata. Ia mengecup bibir gadis itu dengan lembut dan ringan pada awalnya, namun lebih mendalam beberapa saat setelahnya.
Semakin lama ciuman itu membuat keduanya sama-sama terhanyut oleh pusaran kemesraan yang mendera seluruh panca indra. Menghantarkan denyut keselarasan yang tanpa disadari telah hadir di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...