Bagaikan sehabis diterjang badai super dahsyat.
Begitulah kiranya apa yang terlihat pada ranjang dimana Juliet berada. Semuanya kacau dan semuanya tidak berada di tempatnya. Seprai sutra yang tadinya rapi melapisi kasur lembut nan empuk kini telah tercerabut kasar dan kusut tak berbentuk.
Semua bantal dan guling telah teronggok di atas lantai, tercampakkan begitu saja oleh Matthew yang merasa terganggu dengan keberadaan benda-benda itu saat tubuhnya berada di atas tubuh Juliet.
Sangat cocok dengan situasi di sekelilingnya, yang juga sama porak-porandanya karena dihancurkan oleh Matthew yang kesal karena Juliet tidak berada di rumah ketika ia pulang.
Salah satu benda yang masih sesuai dengan tempat serta fungsinya adalah selimut sutra, yang kini sedang menutupi tubuh polos Juliet yang penuh keringat dan gemetar karena kelelahan.
'Syukurlah, paling tidak untuk sekarang ini semuanya telah usai', desah Juliet dalam hati sembari memejamkan matanya. Tak ada yang berubah dari Matthew selama setahun tidak berjumpa. Nafsu lelaki itu masih seperti kuda jantan liar yang penuh stamina dan tenaga. Maniak yang semalaman ini berkali-kali terus menyentuhnya tanpa pernah merasa puas.
Suara langkah kaki berat dan tegas dari arah pintu yang mendadak terbuka, membuat manik Juliet kembali membuka lebar.
Juliet menangkap siluet tubuh tinggi dihiasi otot maskulin yang hanya mengenakan bath robe berwarna biru polos. Matthew.
Lelaki itu memasuki kamar Juliet sembari menenggak air dari dalam botol termos berukuran sedang agar suhunya tetap terjaga, seperti kebiasaannya yang memang lebih menyukai air hangat.
"Kenapa, kamu mau minum juga?" Tanya lelaki bersurai coklat gelap itu ketika memergoki Juliet melihatnya menyesap air dalam termos sembari menelan ludah seperti orang yang kehausan. Satu alis lebatnya menukik naik dengan seulas seringai tipis yang menyertainya.
"Mau kuambilkan minum untukmu?"
Juliet menggeleng sopan atas tawaran itu, meskipun ia tahu kalau sebenarnya Matthew hanya menyindirnya dan tidak benar-benar akan mengambilkannya minum. Matthew itu arogan, jahat, keji dan memperlakukan dirinya hanya sebagai boneka pemuas birahi. Juliet sangat jarang mendapatkan perlakuan lembut dari lelaki itu.
"Tidak, terima kasih. Aku akan mengambilnya sendiri dari dapur," ucap Juliet kemudian. Meskipun seluruh tubuhnya pegal dan nyeri, tapi gadis itu harus memaksakan diri. Ia sungguh-sungguh kehausan.
Dengan menekan selimut untuk menutupi tubuhnya, Juliet pun bangkit dari ranjang dengan sedikit tertatih. Ia bermaksud berjalan ke kamar mandi terlebih dahulu untuk mengenakan bath robe, sebelum turun ke dapur.
Juliet memekik kaget ketika tiba-tiba saja tangannya dicengkram dan tubuhnya diseret kembali ke atas tempat tidur.
Matthew mendorong Juliet hingga terhempas ke atas kasur, dan menyeringai senang melihat bagaimana manik legam berkilau itu membelalak menggemaskan. Tubuhnya kemudian bergerak untuk menaiki tubuh Juliet.
"Jadi rupanya kamu haus, hm?" Dengan sengaja, Matthew menenggak air di depan Juliet yang kini mengernyit tak suka melihatnya.
'Apa dia sengaja ingin pamer dan membuatku semakin tersiksa karena kehausan?!' Teriak batin gadis itu sembari mengalamatkan sejuta makian untuk Matthew, walaupun hanya berani di dalam hati.
"Hmmp!!" Juliet sangat terkejut ketika tiba-tiba saja Matthew memagut bibirnya. Gadis itu mengira Matthew akan menciumnya, namun Juliet terkesiap ketika merasakan sesuatu yang mengalir di dalam mulutnya.
"Telan, Juliet. Bukankah kamu haus?"
Juliet yang tersadar pun seketika mengerjap, dan menelan air yang diberikan Matthew melalui mulutnya. Lelaki itu... memberinya minum?
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomanceJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...