17 : The Unpredictable

151 5 0
                                    

"Ampun Kak Matthew... aku mohon jangan lakukan itu lagi!!" Juliet menjerit putus asa dengan penuh permohonan.

Gadis itu memohon sembari berlutut dan menyembah Matthew, dengan isak tangisnya yang sedari tadi tak hentinya merepih.

Matthew menatap gadis yang hanya mengenakan bath robe putih itu dengan ekspresi dingin tak terbaca dan tak tersentuh, hanya diam bagai patung yang tampan dan angkuh.

Ini adalah hari ketiga ia membawa Juliet ke dalam rumahnya, di dalam pengawasan dan kekuasaannya.

Dan selama itu pula tak terhitung entah berapa kali Matthew menjamah tubuh polos itu dengan menjadikan Juliet sebagai jalang pribadi pemuas hasratnya, sama seperti apa yang telah ia rencanakan sebelumnya.

"Bangun, Juliet. Jangan menyembahku seperti itu."

Nada sedingin gunung es Kutub Utara itu tak pelak membuat Juliet menggigil ketakutan, karena Matthew yang sepertinya sama sekali tidak tersentuh.

Selama tiga hari ini ia berusaha melakukan segala cara untuk menghentikan perbuatan keji Matthew yang memperlakukan dirinya sebagai objek nafsunya.

Segala perlawanan yang sekuat tenaga ia lakukan pun berakhir sia-sia belaka, hanya menambah rasa sakit dan penderitaan yang seolah tak berujung.

Juliet pun mengangkat wajahnya yang sebelumnya mencium lantai, sebegitu merendahnya ia demi mengharapkan sedikit belas kasihan dari Matthew.

Dengan masih berlutut, Juliet mendongakkan wajahnya yang basah bersimbah air mata. Untuk menatap seraut wajah tampan namun sebeku es.

"Berdiri," titah Matthew.

Juliet menutup kedua manik legamnya yang dipenuhi cairan bening, lalu menggelengkan kepalanya perlahan. Percuma. Apa pun yang ia lakukan semua adalah percuma. Matthew Wiratama, lelaki jahat itu sudah tidak memiliki hati.

Ia tidak akan pernah tergerak untuk merasa kasihan kepada Juliet.

"Berani membantahku, Juliet?" Nada peringatan yang begitu kentara di dalam suara Matthew membuat Juliet semakin menggigil, meskipun diucapkan dengan lembut.

"Ka-Kak Matthew... ap-apaa salahku??" Ucap Juliet dengan bibir pucatnya yang gemetar serta maniknya yang mulai berkabut karena nanar.

"Aku minta maaf untuk apa pun itu, Kak. Tolong maafkan aku... maafkan akuu..."

Juliet kembali menangis sesenggrukan dan memeluk kaki kiri Matthew. Ia sudah tak tahan dengan perlakuan kasar dan sangat merendahkan dari lelaki itu selama tiga hari ini.

Juliet menjerit kaget ketika merasakan tangannya ditarik dan disentak hingga berdiri berhadapan dengan Matthew. Wajahnya didongakkan dengan paksa hingga lehernya terasa sakit, agar bisa bertatapan dengan Matthew yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kesalahanmu adalah karena menjadi putrinya Bayu," ungkap Matthew dengan manik coklat pasirnya yang menatap tajam Juliet. "Dan tugasmulah sekarang untuk menjadi penebus semua perbuatan Bayu yang telah membuat keluargaku hancur!"

Juliet menelan ludahnya saat Matthew melingkari lehernya dengan jemari, seakan bersiap untuk mencekiknya. Lehernya saja masih sakit saat malam pertama Matthew menjamah sembari mencengkram lehernya.

"Tapi ayahku juga ikut tewas dalam kecelakaan itu," bisik Juliet tak berdaya. Ia mengira Matthew begitu marah padanya karena kecelakaan itu, tak tahu bahwa ada sebab lainnya juga.

Air matanya yang luruh pun kini ikut membasahi tangan Matthew yang masih berada di lehernya. Ia pasrah. Mungkin lebih baik jika Matthew membunuhnya saja, daripada menanggung siksaan yang entah sampai kapan ia akan sanggup bertahan.

COME AND SERVE ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang