"Aku haus."
Sebuah suara yang berucap dingin itu membuat Karina yang sedang menonton televisi sambil duduk di sofa pun menganggukkan kepalanya, lalu segera beranjak berdiri.
"Sekalian juga ambilkan kameraku yang disimpan di laci," titah lelaki itu lagi, yang hanya dijawab kembali disahut dengan anggukan tanpa suara dari Karina.
Gadis itu mengambil gelas kaca dari lemari, lalu mengisinya dengan air dingin. Situasi hening dengan hanya suara air yang dari dispenser kulkas ini tak pelak membuat Karina melamun.
Dan tanpa bisa dicegah, pikirannya pun seketika melayang ketika Virgo masih di sini.
Yaitu saat Karina memasak untuk makan malam mereka, dan Virgo menungguinya sambil bersandar di kitchen set. Lelaki itu mengajaknya mengobrol dan bercanda sembari memasak, membuat waktu berlalu dengan sangat menyenangkan.
Sehabis makan malam, biasanya mereka jalan-jalan di taman, atau mengendarai mobil berkeliling kota, atau malah sekedar bersantai di penthouse sambil menonton televisi. Yang seringnya berakhir dengan Karina yang ketiduran dalam pelukan hangat lelaki itu.
Gadis itu pun memejamkan mata sembari menarik napas, ketika lagi-lagi potongan-potongan kenangannya bersama Virgo kembali hadir dan membuat hatinya terasa nyeri.
"Aaah!!" Karina memekik pelan, saat air dari dispenser yang meluap keluar dari gelas karena terisi terlalu penuh akibat dirinya yang melamun.
Ia segera mengambil pengepel dan membersihkan air yang tumpah membasahi lantai.
Namun lagi-lagi serbuan kenangan menghujam otaknya, saat Virgo baru kembali ke penthouse dari urusannya di luar. Virgo marah sekali ketika melihat Karina yang sedang mengepel lantai.
"Aku sudah membayar mahal orang yang membersihkan tempat ini, jadi kamu tidak perlu melakukannya, Karina," ucap Virgo waktu itu.
Ya, Karina memang tahu kalau penthouse mewah ini dibersihkan oleh petugas khusus dua hari sekali. Tapi kadang dirinya telah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendiri setelah orang tuanya bangkrut.
"Karina."
"Aaghh!!" Gadis itu terkejut ketika mendengar suara dingin dari arah belakangnya, dan tanpa sengaja menjatuhkan tongkat pengepelnya hingga terpelanting di atas lantai.
Jeremy menatap benda itu dengan tatapan kosong tanpa ekspresi, lalu kembali mengalihkan tatapanya kepada Karina. "Kamu melamun?"
Karina mengerjapkan maniknya cepat dua kali, lalu meringis. "Tanganku cuma licin dan membuat gelasnya terpeleset," ucapnya beralasan, dalam hati mengutuk diri sendiri yang bisa-bisanya tak mendengar kedatangan Jeremy ke dapur bersama kursi rodanya.
Setelah terbangun dari koma beberapa hari yang lalu, kepribadian yang muncul adalah Jeremy. Meskipun hancur karena berharap Virgo-lah yang akan hadir, tapi Karina tidak menyerah.
Suatu sudut di dalam hatinya merasa yakin, jika Virgo masih ada di dalam tubuh ini. Bahwa Virgo tidak sirna, dan ia akan menunggu dengan sabar hingga lelaki itu kembali muncul.
Karina pun sangat bersyukur karena Jeremy tidak serta-merta pulih seratus persen sejak sadar dari koma, hingga lelaki itu pun tidak bisa menyakiti atau pun menyetubuhinya.
Butuh terapi beberapa bulan untuk sembuh, karena ternyata Virgo bukan saja menyayat pergelangan tangannya, tapi juga menusuk kedua kakinya.
Jeremy harus duduk di kursi roda selama beberapa minggu untuk memulihkan syaraf-syaraf di kakinya.
"Jangan bohong. Kamu pasti melamunkan sesuatu hingga membuat kekacauan ini," decih Jeremy sembari mendengus kecil, lalu memutar kursi rodanya kembali menuju ruang santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME AND SERVE ME
RomansaJuliet Amanda, 19 tahun, adalah seorang gadis yatim piatu dan mahasiswi yang pintar namun sangat pendiam dan tidak memiliki teman. Bukannya ia tidak mau, tapi Matthew Wiratama, walinya, yang tidak mengijinkan gadis itu untuk memiliki teman. Matthew...