"Cari apa, Ka? Kamu sakit?" Tanya Lintang melihatnya di dekat kotak obat.
"Obat buat Noza, dia kayaknya sakit, kasihan mual-mual di kolam belakang. Mana wajahnya pucat." Raka sibuk mencari obat.
Lintang hanya merespon datar tidak begitu peduli dengan ucapan adiknya yang tidak begitu penting. Ia hanya berlalu begitu saja.
Dalam radius sembilan meter, terlihat jelas adiknya tengah berbincang hangat menyodorkan obat untuk Noza.
"Makasih mas, tapi aku sedang tidak bisa minum obat." Jawab Noza ambigu.
"Nggak suka ibat ya, makanya kamu tidak boleh sakit. Tapi serius kamu pucet banget, mau ke rumah sakit saja?" Tawar pemuda itu.
"Tidak usah mas, terimakasih." Jawabnya sungkan.
"Manggilnya jangan mas, mas terus, Raka aja." Pria itu merasa sangat kaku.
"Tidak sopan." Sahut Noza terbiasa mengikuti panggilan ibunya. Jika di firi rentang umur Noza lebih tua dua tahun dari Raka, Karena ibunya selalu memanggil anak-anak majikannya dengan sebutan 'mas' jadi Noza mengikutinya.
"Nggak apa-apa, panggil Raja saja, lebih enak di dengar, Ya sudah aku masuk dulu ya mbak, jangan lupa obatnya diminum. Kalau sakit istirahat saja di kamar, jangan malah di sini, udaranya kurang enak."
Noza mengangguk, sementara Raka berlalu. Setelah kepergian Raka, Noza berdiri menuju tempat sampah. Ia membuang obat pemberian Raka tadi.
"Kenapa dibuang? Stress ya, kalau sakit tuh berobat, bukannya berterimakasih malah buang-baung obat, dasar tidak pandai menghargai pemberiang orang!" Kesal Lintang melihat Noza hendak membuang obat yang diberikan Raka tadi.
Gadis itu memejam sejenak, hatinya bergemuruh hebat saat mendengar suaranya yang selalu tidak enak didengar menggema.
"Iya, aku stress. Apa aku tidak salah dengar apa arti dari sebuah menghargai, bahkan yang berbicara sok bijak saja tidak tahu arti sebuah menghargai!" Hardik Noza mendorong dada bidang Lintang dengan kesal.
"Kalau kamu belum puas, ingin melihat kehancuran seorang gadis yang telah direnggut masa depannya, aku akan minum semua obat ini." Noza memungut kembali obat dalam plastik itu sembari memukulkan ke dada Lintang dengan kesal, lalu pergi begitu saja.
"Apa maksudnya? Bukankah sakit memang harusnya minum obat?" Gumam Lintang sungguh tidak paham.
***
Hari berikutnya, Noza masih belum berniat pergi ke kampus, ia menitipkan sebuah paketan pada ibunya yang tertuju pada anak majikannya tersebut.
"Bu, ini ada paketan untuk mas Lintang, tadi kurir datang tapi orangnya tidak ada, dititp ke aku." Kata Noza menitipkan sebuah bungkusan paket."
"Iya, nanti ibu sampaikan. Kamu mau ke mana?" Bu Maryam melihat putrinya siap-siap.
"Kuliah bu, Noza berangkat dulu ya, nanti kalau misalnya Noza pulang terlambat, mungkin Noza bisa jadi menginap di rumah teman, karena ada tugas kuliah kelompok, bu." Pamit Noza yang sebenarnya sumperk di rumah.
"Tumben masuk siang? Kamu mau nginep? Emangnya sudah baikan? Kalau masih tidak enak badan mending tidak usah berangkat dulu, Za." Bu Maryam terdengar khawatir.
"Iya bu, lagi banyak tugas, Noza pamit ya bu!" Seru meninggalkan salam.
Bu Maryam memberikan paket itu pada saat acara makan malam. Kebetulan sekali semua ada disana, mumpung tidak lupa juga.
"Mas Lintang, maaf mas, ini ada paket, udah dari tadi siang, mbok hampir lupa."
"Makasih mbok, tapi saya nggak merasa pesan apa-apa." Jawab Lintang benar adanya.
"Coba buka!" Seru bu lisa merasa penasaran.
"Nanti saja ma, di kamar." Jawab Lintang menepikan paketan tersebut di kursi kosong.
Usai makan, Lintang langsung menuju kamarnya serta menenteng paketan misterius itu. Dia cukup penasaran juga dengan isinya mengingat tidak pesan apapun.
"Apaan sih, bikin penasaran aja." Gumam Lintang sambil memutar-mutar kotak tersebut.
"Buka, nggak, buka, nggak." Lintang melempar ke tempat sampah yang ada di kamar.
"Siapa pengirimnya sih, bikin penasaran aja. Mana tulisannya nggak jelas gini. Mbok Maryam tersangkanya nih dapat dari mana?" Lintang memungut kembali paket itu dan membukanya karena cukup penasaran.
"Apa ini?" Gumam Lintang merasa kesal karena masih ada bungkus dan kotak lainnya.
"Sialan, ngerjain gue nih kayaknya." Gumam Lintang kesal.
Kotak terakhir dan Lintang cukup deg degan membuka isinya. Pria itu sedikit mengintip, lalu benar-benar membukanya.
"Apa maksudnya ini? Kenapa seseorang mengirimkan ini sama gue?" Lintang mengamati satu persatu benda kecil itu. Sebuah testpacak dengan latar garis dua yang menandakan positif.
Semalaman Lintang tidak bisa tidur, ia jelas kepikiran tentang maksud paket itu. Hingga keesokan paginya ia langsung menanyakan pada bu Maryam yang baru datang ke rumahnya.
"Mbok, paketan kemarin dari siapa ya?" Tanya Lintang penasaran.
"Bukannya kalau paketan gitu dari karir, memangnya kenapa mas?" Simbok yang merasa tak paham.
"Iya, maksud saya, apa dititip ke seseorang?" Tanya pria itu lagi meyakinkan.
"Eh, ya, kurir nitipin ke Noza, tapi mas Lintang nggak ada, jadi dititip ke simbok, karena Noza juga mau pergi."
Deg!
"Sekarang Noza-nya mana mbok?" Tanya Lintang tentang keberadaan gadis itu.
"Noza lagi di rumah temannya mas, ada yang bisa simbok bantu?" Tanya mbok Maryam memastikan.
"tolong bilang ke Noza ya mbok, saya ada perlu, kalau sudah pulang suruh temuin saya."
"Siap mas." Jawab bu Maryam hanya mengiyakan.
Lintang kembali ke kamar, ia berpikir keras seharian. Apakah ini ulah Noza yang mau menerornya? Untuk apa gadis itu melakukan hal itu? Apakah gadis itu sengaja ingin memanfaatkan dirinya.
"Brengsek!" Umpat Lintang melihat atensi Noza yang tengah berjalan pulang yang ia lihat dari balkon kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
General FictionAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...