Bab. 15

417 11 0
                                    

Sementara Raga keluar, menemukan Lintang yang masih menunggu diluar. Ia berjalan mendekat karena memang hendak melewati koridor searah. 

"Hai Bro! Kenapa tidak masuk? Eh, ya menurut kamu kenapa respon Noza begitu aneh saat melihatmu?" Tanya Raga penuh selidik. Sebagai dokter dia juga mempelajari banyak hal tentang motorik dan analisa wajah seseorang dalam merespon sesuatu. 

"Mana gue tahu, tanyaka langsung pada orangnya?" Sahut Lintang sewot.

"Santai Bro! Cuma aku lihta, sepertinya Noza banyak tekanan, jadi sebaiknya kmu tidak mendekat jika membuatnya merasa tidak nyaman." Ucap Raga menatap penuh selidik. 

Sangat aneh gerak gerik Lintang, walaupun semua orang bisa melakukan hal yang sama. Namun, seseorang tidak mungkin tiba-tiba bersikap aneh kala melihatnya tanpa ada musabab di belakangnya. 

"Sialan! Jangan-jangan Noza udah ngadu ke Raga tentang masalahnya. Nggak bisa di biarin tuh cewek, maunya apa coba." Gumam Lintang terlihat kacau.

Sementara diruang rawat, bu Lisa masih bingung untuk mengatakan pada Bu maryam. Pantas saja Raga sampai tidak berkonsentrasi mau ujian. Info penting ini memang cukup pelik diungkapkan. Namun, harus diungkapkan dengan penyampaian yang pas. Bisa saja seseorang akan shock mendengarnya. 

"Ghem! Noza, bagaimana keadaan kamu, sayang?" Tanya bu Lisa sepelan mungkin. 

"Alhamdulillah lebih baik, bu, terimakasih sudah mengantar ibu ke sini, saya kangen sekali." Ucapan Noza seakan menyiratkan dia tidak bertemu beberapa hari pada sang ibu. 

"Iya, Raga menghubungi tadi pagi, kamu dua hari tidak pulang ke mana?" Tanya bu Lisa.

Noza terdiam, dia dua hari kemarin bukannya di rumah sakit. Lintang yang membuat dirinya harus berada dirumah sakit dan seolah menghilang. 

"Noza dirumah sakit, bu." Jawab gadis itu jujur.

"RUmah sakit? Bukannya Raga baru nolongin kamu kemarin? Maksud saya, selama dua hari selasa dan rabu." Jelas bu Lisa mulai menghubungkan kejanggalan yang ada. 

"Iya, dua hari itu juga, saya dirumah sakit." Ucap Noza benar adanya,

"Terus yang rajin menghubungi ibu lewat pesan siapa kalau kamu sakit? Kenapa tidak bialng kalau kamu sakit?" Tandas bu Maryam menatap putrinya penuh selidik.

Noza terdiam, ia lelah untuk pura-pura baik-baik saja. Namun rasanya ia juga tidak sudi menyebut namanya. Apalagi mengatakan kalau ia hamil anak laki-laki itu. Bila mungkin, Noza ingin menggugurkan kandungnan ini saja.

"Apa kamu bersama seseorang?" Tanya bu Lisa menyela.

"Iya bu." Jawab Noza mengangguk.

"Ayah dari bayi yang sedang kamu kandung?" Tanya bu Lisa jelas ingin tahu.

Noza kaget, mendongak dan langsung menemukan wajah kepo bu Lisa lalu beralih menatap ibunya yang tak kalah kaget. 

"Maaf sayang, aku tahu semuanya, aku harap kamu mau jujur pada kami." ucap bu Lisa membuat bu Maryam semakin tak mengerti. 

Deg, hati Noza sakit, malu lebih tepatnya. Apakah bu Lisa tahu itu dari Raga? Iya, pasti dari Raga. Noza memejam, lalu membuka matanya. Tak terasa setetes bening kristal jatuh membasahi pipinya. 

"Katakan sesuatu sayang, apa maksud bu Lisa, kamu tidak mungkin melakukan itu kan, nak?" Tanya bu Maryam tidak baik. 

"Maaf bu, tapi itu benar, Noza sedang hamil." Jawab Noza dengan pandangan kosong. 

     

 "Ya Allah.. Kenapa kamu melakukan itu nak? Apa salah ibu? Kamu dibesarkan untuk menjadi ornag tahu aturan dan agama, kenapa kamu membuat malu ibu, nak." Ucap bu Maryam sungguh kecewa. 

"Siapa laki-laki itu? Dia harus bertanggung jawab?" Tanya bu Maryam serius.

Noza lagi-lagi terdiam, hatinya begitu sakit. Semuanya hancur karena kelakuan pria brengsek itu, dan jujur, Noza tidak mau pria itu bertanggung jawab atas bayi itu. Noza tidak mau menikah dengan pria brengsek itu. 

"Siapa Noza, katakan pada kamu sayang? Dia harus bertanggung jawab." Tandas bu Lisa ikut menggali informasi. 

Tepat disaat itu Lintang datang, masuk, dan menatapnya begitu tajam. Seolah ingin mengulitinya hidup-hidup. Pria itu sudah mendengar sedari tadi percakapan mereka dari balik pintu. Tentu saja Lintang geram, harus segera memutus obrolan itu. Agar Noza tidak mengatakan sesuatu kejujuran tentang dirinya. 

"Noza, jawab kamu, nak, jangan takut?" Tandas bu Maryam menanti dengan tidak sabar. 

"Dia! Laki-laki pengecut itu bu, brengsek, tidak bertanggung jawab. Dia telah merengguk paksa kehormatan Noza tanpa perasaan, dia telah merampas hal yang paling Noza jaga, dan dia secara tidak beradap merenggutnya." Ucap Noza berapi-api sembari menatap Lintang penuh kemarahan dan dendam. 

Bu Lisa tercengang, kenapa Noza seakan tertuju pada putranya yang kini juga berekspresi sangat tidak wajar. Keduanya saling tatap seolah ada sesuatu yang disembunyikan. 

"Lintang kamu tahu sesuatu?" Tanya bu Lisa menatap curiga. 

"Tidak ma, aku juga tidak paham kenapa Noza berbicara seperti itu?" Jawab Lintang gugup menandakan tanda tanya besar. 

"Maksud kamu apa, nak? Itu bukan kesalahanmu? Kamu dinodai seseorang begitu?" Bu Maryam menangis tak terima. 

"Kenapa tidak bilang dari awal, lantas kamu membiarkan sibiadab itu berkeliaran bebas disana. Kamu menanggung semua ini sendirina. Ya Tuhan.. Malang sekali nasibmu, nak." Bu Marym menarik putrinya ke dalam pelukan semabri menangis tersedu. 

"Maaf bu, maaf." Ucap Noza ikut menangis. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang