Gadis itu terdiam, memberanikan diri tatapan dingin pada netranya yang selalu ia tundukkan di hadapan pria itu. Ada banyak kemarahan di sana, andai Linang paham itu. Ia berjalan cepat menghindari pria yang menghadangnya itu.
"Kenapa diam? Aku tidak ignin di kemudian hari ada sengketa di antara kita. Jadi, mari kita berdamai. Kamu ingin berapa? Sebutkan saja nominalnya." ujar pria itu tanpa dosa.
"Minggir!" Sakit sekali hati Noza mendengar itu semua. Ia tidak menyangka pria ini berhati iblis yang menjijikkan.
"Ayolah.. Aku tidak ingin kamu mengambil untung hanya karena dekat dengan mama, mari kita bicarakan baik-baik."
Noza menahan emosi karena celotehan pria itu. Dia pikir keuntungan seperti apa? dan apa maksudnya?
"Jangan kelamaan mikirnya, mari kita bicarakan baik-baik." Ulang pria itu dengan santai.
"Baik-baik kamu bilang! Bahkan semua yang kamu punya tidak akan pernah bisa menebuas apa yang terjadi padaku. Aku tidak butuh uangmu, brengsek!" Noza mendorong tubuh Lintang di hadapannya dengan kesal.
Noza berlari lalu menyetop taksi dengan pipi yang bsaha. Tidak pernah sekalipun Noza terlihat marah sehebat ini sebelumnya.
"Kenapa harus mraha-mraha, gue kan nawarin damai, tidak mau ya sudah." Ujar pria itu santai.
***
"Berhenti di sini pak." Ujar Noza tidak langsung pulang. Ia malas untuk ke rumah.
Gadis itu turun di tengah jalan, berjalan tanpa arah tujuan. Rasanya ia tidak bergairah untuk hidup.
"Bapak, kenapa harus pergi secepat ini, Noza kangen sama bapak, Noza pengen nyusul bapak aja." Batinnya nelangsa.
Noza berdiri di tepi jembatan yang cukup tinggi, jika dia terjun, sudah pasti arus di bawah sana akan deras membawanya, dan semua kemalangan ini mungkin akan sirna. Ia menangis sendirian.
"Jangan!" Pekik seseorang berlari cepat turun dari mobilnya lalu menarik tubuh Noza hingga keduanya terpental hingga keduanya terpental ke jalanan.
"Aww..." Gadis itu kaget sekaligus merasa nyeri pada pergelangan kakinya.
"Mbak, nggak apa-apa? Jangan nekat, itu berbahaya, bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah." Ujarn si pria dengan napas terngah.
"Siapa yang mau bunuh diri? Sakit tahu!" Noza berdiri dengan kaki ngilu dan lutut perih.
"Lah, tadi bukannya mau loncat? Udah gitu pakai acara nangis segala. Berat banget ya beban hidupnya?" Pria itu sok tahu.
Noza melirik dingin, sedang tidak ingin banyak bercanda. Apalagi berbicara dengan orang asing.
"Oke, oke, sorry, tapi beneran tadi nggak ada niat buat terjun gitu? Aku pikir bosan hidup, konyol sekali, hehehe." Pria itu malah tertawa garing menganggap perkataannya lelucon.
Noza mengabaikannya dan berjalan pincang atas ulah pria itu yang tidak kira-kira.
"Kaki kamu sakit, itu sepertinya luka, maaf, aku beneran nggak ada maksud. Mari aku obati, di mobil ada obat." Niat pria itu ingin menolong, nyatanya salah tempat.
"Nggak apa-apa, bair aku obati sendiri saja di rumah." Jawab Noza menghindarinya.
"Tunggu-tunggu, kamu mau ke mana? Ini tuh jalanan sepi, tanggung juga hampir maghrib, bagaimana kalau aku antar?" Tawat pria itu sungguh.
"Tidak usah, terimakasih." Noza tak minat.
"Sepertinya mau hujan, ayolah.. Jangan sungkan, masuk ke mobil biar aku bantu obati lukamu." Pria itu melihat awan yang sudah sangat mendung.
Noza mendadak galau, menatap wajahnya sekilas lalu kembali berjalan pelan.
"Sudah maghrib, kita bisa berteduh atau cari tempat ibadah terdekat, mari kita cari sama-sama." Si pria tampak peduli.
Gerimis mulai turun dan Noza masih berdiri. Membuat pria itu gemas sendiri.
"Hujan, ayo masuk mobil cepat!" Bujuk pria itu merasa kasihan.
"Bisa jalan nggak? Ayo cepetan keburu deras, nanti bisa masuk angin." Pria itu cukup ngeyel .
Noza akhrinya mengiyakan. Pria itu menghidupkan pemanas dalam mobil agar tidak kedinginan.
"Rumahmu dimana? Biar aku antar."
"Tidak punya rumah dan tidak aku bawa." Jawab Noza benar adanya.
Pria itu tertawa mendengar jawaban konyol Noza.
"Maksudku tempat singgahmu?"
Noza tidak menyahut lagi. Pria itu merogoh jok bagian belakang mobilnya, mengambil peralatan medis termasuk obat yang diperlukan.
"Ini, luka kamu bisa di obati dulu, tadi sakit kan? Takutnya infeksi." Pria itu menyodorkan obat ke hadapan Noza.
"Kamu dokter? Kok bawa-bawa ginian?"
"Bisa iya bisa tidak, belum lulus, masih magang alias koas. Jadi, belum bisa juga di bilang dokter, tapi sudah lulus kedokteran. Bener nggak sih? Kok panjang dan ribet penjelasannya."
"Nggak paham aku." Jawab Noza memunggungi saat melihat bagian kakinya.
"Eh iya, kenalin.. Namaku Raja, kamu siapa? Kenapa sore-sore berdiri di atas jembatan begitu? Buat orang mikir lain aja." Raja berbicara dengan tatapan fokus ke depan.
"Noza. Kalau itu, kamu aja yang sok tahu." Jawab Noza seadanya.
"Hahaha. Iya juga sih, tapi kurasa kalau orang lain yang melihat juga akan berpikir begitu. lagi banyak masalah ya?" Tebak pria itu sok tahu.
"Kepo!" Noza melirik dengan mengedikkan bahunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
Ficción GeneralAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...