Bab. 45

325 12 0
                                    

"Lintang! Kamu dengar nggak sih! Mama teriak-teriak dari luar!" Kata bu Lisa melepas headset di telinga putranya. 

Ruapanya Lintang yang kalut tengah mencoba menenangkan diri dengan mendengarkan musik. 

"Maaf ma, Lintang tidak dengar." Ucap pria itu bangkit terduduk.

Harus banyak stok sabar menghadapi putra sulungnya yang selalu menjengkelkan. 

"Turun! Tologn sekalian pangil Noza, biar dia makan malam bareng kita." Kata bu Lisa sembari beranjak.

"Maaf, ma, Lintag tidak bisa. Noza takut sama Lintang." Ucap pria itu mengingat kejadian sore tadi. 

"Maksudnya?" Bu Lisa berbalik penuh tanda tanya. 

"Tadi, Lintang nggak sengaja buat Noza-" Perkataan pria itu terjeda.

"Nggak sengaja begaimana? Jangan bilang kamu membuat trauma Noza kumat." Kata bu Lisa menatap garang.

"Aku nggak ada maksud, ma, ya aku akui tadi kita cekcok, tapi sumpah Lintang tidak ingin menyakitinya. Tapi Noza-" Belum sempat Lintang menyelesaikan perkataannya, bu Lisa sudah meninggalkan kamar Lintang. 

Bu Lisa bergegas menuju rumah belakang. Pastinya ingin tahu keadaan menantunya sekarang. 

"Bu Maryam? Apa yang terjadi dengan Noza? Apa dia baik-baik saja?" 

"Maaf bu, Noza sedang istirahat. Tadi dia terlihat begitu ketakutan di kamar dengan Lintang." Ucap bu Maryam sendu. 

"Ya Allah... apa yang diperbuat Lintang sampai Noza kembali seperti itu. Apa Noza bisa ditemui? apa perlu kita kerumah sakit bu?" 

"Noza tidak mau, dia hanya ingin sendiri di kamar." Jawab bu Maryam sendu. 

"Maaf bu Maryam, saya prihatin dengan keadaan ini. Maafkan putra saya buk." Ucap bu Lisa penuh rasa sedih. 

"Mungkin untuk sementara biarkan Noza tenang dulu bu, saya mau izin pulang." Kata bu Maryam meneguhkan hati.

"Pulang kemana, bu?" Tanya bu Lisa terkejut dan tidak paham.

"Ke Bandung, biarkan kami menepi bu. Noza tidak bisa terus-terusan seperti ini." 

"Jangan bu, kami tidak bisa jauh. Terlebih Noza sedang hamil, tolong jangan jauh-jauh." Bu Lisa tidak setuju dan tidak mengizinkan. 

"Tolong beri kami wkatu, agar Noza juga bisa tenang menjalani kehamilannya. Bukankah ibu ingin cucu kita tumbuh sehat. Kalau Noza terus banyak tekanan begini, bagaimana dia bisa sheat menjalani kehamilannya." Mohon bu Maryam. 

Bu Maryam tidak bisa melihat putrinya terpuruk dalam kesedihannya lagi. Sudah cukup berat mentalnya diuji. Biarkan Noza kebebasan untuk hidupnya sendiri. 

"Hanya sementara saja kan? Sampai Noza merasa tenang. Aku ingin Noza lahiran disini. Dirumah sakit terbaik, dalam pengawasan kami." Ucap bu Lisa tak ingin melepaskan begitu saja. 

"Iya," Jawab Bu Maryam pasrah, yang terpenting Noza. 

"Aku masih berharap bu Maryam berubah pikiran, syukur Noza mau ke psikiater, dia tidak harus kemana-mana dan pergi daru rumah ini. Jujur kami khawatir bu. Beri kesempatan saya untuk bicara langsung dengan Noza."

"Besok saja bu, biarkan malam ini dia lebih tenang." Pinta perempuan itu dengan sangat. 

Bu Lisa tidak memaksa lagi, ia pulang dengan banyak pikiran. Dia rasanya tidak bisa membiarkan Noza meninggalkan rumah membawa calon cucunya. Pikiran penuh ditandai dengan bayangan tidak mengenakan. 

***

"Ma, malah melamun? Yang lain mana? Kok sepi? Lintang, Noza, bu Maryam. Katanya makan bareng?" Tanya pak Rangga sembari menarik kursi. 

"Bu Maryam mau pergi mas, bawa Noza juga. Aku tidak mau, kalau nanti beneran ngilang gimana?" Bu Lisa mendadak galau luar biasa.

Mendengar perkataan ibunya, langkah Lintang terhenti diujung tangga. Apakah mereka akan pergi gara-gara ulah Lintang tadi. Seketika pria itu bergegas ke belakang. Rasa bersalah begitu mendera hantinya.

"Bu Maryam? Aku minta maaf buk, tapi tadi Lintang tidak ada niatan buat nyakitin Noza. Kita hanya berselisih paham sedikit. Lintang nggak menyangka respon Noza seperti itu."

"Tolong untuk sementara jangan temui dia dulu, mas. Kamu sebaiknya pulang saja!" Usri bu Maryam kehabisan kata. Rasanya ingin sekali marah dengan pemuda didepannya ini. 

"Iya buk, maafkan Lintang." Ucap pria itu sendu.

"Dia lagi ngapain ya, apa masih nangis?" Batin Lintang tidak tenang. Rasa lapar yang sempat mendera menguap begitu saja. Tenggelam bersama larutnya mala

***

Sementara Noza di kamarnya sudah lebih tenang. Dia mengunci kamarnya rapat-rapat. 

"Za, ibu boleh masuk!" Seru bu Maryam sembari membawa nampan. 

Mendengar pekikan ibu dari luar sembari mengetuk pintu. Noza turun dari ranjang untuk membukanya. Perempuan itu menyembul dengan wajah sembab berbalut mukena. 

"Masuk buk!" Kata Noza berjalan menuju ranjang.

"Makan dulu, kamu belum makan. Ibu sudah masak kesukaanmu. Jangan lupa minum susunya juga." Kata bu Maryam berjalan menaruh nampan di meja belajar. 

"Terimakasih bu, nanti Noza makan." Jawab Noza terlihat lebih tenang. 

"Ibu suapin ya." Tawar perempuan paruh baya itu selembut mungkin. 

"Noza makan sendiri saja buk, ibuk sudah makan?" Tanya Noza berbalik. 

"Ibu sudah makan, nak." Jawab bu Maryam berbohong. 

"Bu, nanti temani Noza tidur disini ya." Pinta Noza takut kalau tiba-tiba Lintang kembali datang. 

"Iya, ibu temani. Kamu makan ya, sini ibuk suapin." Ucap bu Maryam penuh perhatian. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang