Di sore hari baru saja Noza memandikan Gafi. Ia tengah sibuk memakaikan baju untuk buah hatinya. Sedikit repot sebab bocah enam bulan itu mulai aktif tengkurap, bolak balik. Membuat Noza harus ekstra dan lebih cekatan.
"Za, ada Lintang ingin bertemu Gafi." Seru bu Maryam menemuinya ke kamar.
"Iya buk, tunggu sebentar ini sudah selesai." Ucap Noza yang masih repot.
Noza berjalan menuju ruang tamu sembari menggendong Gafi. Menemui mantan suaminya yang kini tengah menunggu di sofa. Kedua netra itu saling bersua setelah satu purnama.
"Apa kabar, Za? Apa Gafi sehat?" Tanya Lintang dengan suara senormal mungkin.
"Alhamdulillah... baik mas, Gafi baik. Ini kalau mau gendong." Ujar Noza memberikan Gafi pada mantan suaminya.
"Syukurlah... maaf kalau kehadiranku membuat kamu terganggu. Tapi aku harus ketemu Gafi dulu, aku rindu." Ucap Lintang mendekap dan mencium sang putra lembut.
Noza beranjak ke dapur, membuatkan minum untuk ayahnya Gafi. Hal yang tidak pernah sekalipun perempuan itu lakukan semasa bersama. Sekarang berlagak seperti memperlakukan tamu, ya Lintang memang tamu dirumah itu. Tidak lebih, dan tidak berani mengharapkan apapun dari perempuan yang kini terlihat bersikap ramah padanya.
"Gafi baik-baik ya dirumah. Mungkin besok dan besoknya lagi, papa nggak bisa kesini." Ucap batin Lintang dengan hati ytang terasa sangat berat.
"Titip Gafi, Za, semoga kalian baik-baik saja dan sehat selalu." Ucap Lintang lalu pamit.
"Ini tidak diminum dulu mas?" Kata perempuan itu menunjuk teh hangat yang masih terisi penuh di gelasnya.
"Terimakasih, lain kesempatan saja. Semoga ada waktu." Ucap Lintang lalu beranjak setelah lebih dulu pamit pada bu Maryam.
"Hati-hati, nak, terimakasih sudah datang untuk Gafi." Ucap bu Maryam melepas Lintang.
Lintang tidak menjelaskan secara gamblang. Namun, Noza mengartikan isyarat pamit yang berbeda. Noza hanya mengangguk tanpa bertanya kenapa Lintang berkata demikian. Yang jelas, sore itu adalah perempuan terakhir sebelum Lintang memutuskan melanjutkan study S2-nya ke Paris.
Pilihan yang sulit, tetapi akhirnya digagas sebagai penghiburan hati dan keyakinan diri. Demi memantaskan diri dan untuk masa depannya nanti. Demi meninggalkan sejuta kenangan lara hati yang tak kunjung hilang. Lintang berharap waktu cepat memulihkan segalanya.
***
Waktu berjalan begitu dinamis. Merubah semua pandangan tentang yang ada. Dilalui dengan proses yang berbeda. Mendewasakan keduanya tanpa menghakimi. Memilih hidup menjadi ibu tunggal memang keinginan Noza, pahit manisnya ia kenyam sendiri dengan segala kensekuensinya.
"Janda muda, sepertinya kita harus waspada. Walaupun kalem, takut entar laki-laki kita tergoda." Ucap seorang ibu-ibu komplek yang mulai resah dengan adanya Noza yang kini tinggal di lingkungan rumah mereka.
Perempuan berstatus single parents itu memang menarik sejuta umat. Bahkan kaum hawa pun mengakui pesona wajahnya.
"Iya, betul ibu-ibu, kita harus menjaga suami-suami kita denga ketat." Sahut yang lainnya waspada.
Waktu telah merubah Noza menjadi perempuan yang mandiri. Walau kadang banyak cibiran disana sini, sepertinya sudah mulai akrab dengan pendengaran yang tak ramah berseliweran.
"Buk, apa ada yang salah ya sama statusku?" Tanya Noza di sore itu setelah menyuapi putranya makan pada sang ibu.
"Tentu saja tidak, itu hanya pandangan orang yang tidak perlu kamu dengar. Tidak ada yang mau jadi janda, tapi bukankah itu sebuah garis hidup yang membersamai kita. Jadi, jangan pikirkan apapun yang tidak membuat nyaman hatimu." Pesan bu Maryam bijak.
Sebenarnya semenjak perpisahan itu, banyak orang yang berusaha mendekati Noza. Namun, seakan perempuan itu menutup semua akses pria untuk mendekat. Noza menjadi pribadi yang begitu tertutup. Hidupnya hanya seputar keluarga dan pekerjaannya.
Setiap hari perempuan itu sibuk mengurus putranya dan mengantar ke sekolah. Selama Gafi belajar, Noza pulang untuk menggeluti pekerjaannya bersama sang ibu. Siang harinya perempuan itu baru kembali menjemput putranya.
"Alhamdulillah... orderan minggu ini meningkat buk." Kata Noza usai membungkus pesanan rendang yang baru saja selesai.
Usaha kecilnya berjalan cukup dinamis. Walaupun hanya dari rumah, bisa menghidupi untuk keluarganya dan menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Walaupun setiap bulan Gafi tetap mendapatkan kiriman dari bu Lisa. Namun, enam bulan terakhir ini, Noza mendapatkan tranferan dari seseorang yang tak terduga untuk Gafi.
"Dari siapa?" Tanya bu Maryam ketika Noza menceritakn perihal uang dengan jumlah yang lumayan besar.
"Sepertinya dari ayah Gafi, dia tidak bilang apa-apa, tapi setelah aku cek tertera namanya." Jelas Noza.
"Apa kamu berhubungan baik dengnnya? Maksud ibu, kamu sering berkomunikasi?" Tanya bu Maryam kepo.
"Nggak, buk, sejak empat tahun lalu, mas Lintang tidak pernah menghubungiku. Aku juga tidak masalah, hanya mama Lisa selalu rajin meminta gambar dan vidio Gafi." Jawab Noza benar adanya, dan tak jarang juga bu Lisa berkunjung untuk sekedar melihat sang cucu.
***
"Gafi, maaf sayang mama terlambat. Ayo kita pulang! Terimakasih Miss, sudah dibantu menjaga." Pamit Noza pada tenaga pendidik disana.
"Sama-sama bu Noza, dua hari ini Gafi sedikit tidak fokus, apa dia sedang sakit?" Tanya Miss Naya selaku guru disana.
"Tidak sih, Gafi sehat. Nanti biar aku tanya setelah sampai rumah." Pamit Noza membawa pulang putranya.
"Ayo pulang, Gafi tadi belajar apa disekolahan?" Kok pulangnya tidak semangat?" Tanya Noza mulai deeptalk tipis-tipis.
"Ma, apa Gafi punya papa?" Tanya boca tampah yang belum genap lima tahun itu tiba-tiba.
"Tentu saja Gafi punya papam kan nenek sama eyang sering ceritain." Jawab Noza tersenyum tenang.
"Kalau benat itu papanya Gafi, kenapa papa tidak pernah pulang? Kenapa tidak pernah jenguk Gafi disini?"
"Papa Gafi tidak tinggal disini, sayang, tapi jauh tinggalnya. Gafi mau beli es krim nggak?" Ujar Noza sengaja mengalihkan topik.
"Mau mau, Gafi mau rasa coklat ya." Sahut bocah itu kegirangan.
Tidak bisa menghindar dari pertanyaan itu, siap tidak sipa pasti akan Noza temui. Tugas Noza memberikan pengertian pelan-pelan. Seiring berjalannya wakut dan bertambah usia Gafi, nanti putranya akan mengerti kenapa kedua orang tuanya memilih berpisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
General FictionAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...