Bab. 16

362 13 0
                                    

"Tenangkan dirimu Za, pasti ada jalan. Biar bagaimanapun, seharusnya kamu cerita, kalau sudah terlanjur begini, kamu yang rugi sendiri." Nasehat bu Lisa. 

"Hidupku sudah hancur sejak hari itu bu, apa boleh kehamilan ini digugurkan, Noza tidak mau hamil anak bajingan itu." Lagi Noza berbicara sembari menatap Lintang penuh kemarahan. 

"Astaghfirullah.. Itu sama saja membunuh janin yang tidak berdisa Noza. Ibu paham aoa yang kamu rasakan. Sekarang tenangkan dirimu dulu, pasti ada jalan terbaik." Bu Maryam menenangkan sang putri. 

"Ma, mama masih mau disini atau pulang? Lintang ada urusan." Ujar pria itu tak tahan berada di tempat itu. Namun, ada rasa penasaran, apakah Noza akan menggugurkan bayi itu.

"Iya, mama pulang, tunggu Tang." Bu Lisa juga memutuskan untuk pulang. 

"Kamu yang sabar ya, jangan berpikiran macam-macam. Pasti ada jalan terbaik, saya akan bantu usut siapa orang yang telah membuat ketidak adilan pada kamu. Harus, pria itu harus mendapatkan ganjarannya." Bu Lisa bahkan akan melewati jalur hukum untuk membantu Noza memperjuangkan haknya yang telah dirampas. 

"Terimakasih, bu." Jawab Noza ragu. Akankah bu Lisa tetap mengusut jika tahu anaknya yang melakukan perbuatan hina itu.

"Iya, sama-sama, saya pulang dulu, kamu jangan banyak pikiran. Mbok nggak usah mikir rumah dulu, dampingi Noza, mbok." Ucap bu Lisa lalu beranjak.

***

"Ataghfirullah... Ya Allah.. Kenapa ada orang sebejat itu di muka bumi ini, kasihan sekali Noza ya Allah." Ucap bu Lisa sembari masuk dan duduk di jok samping kemudi. 

"Langsung pulang Tang, ini benar-benar masalah serius, ternyata Noza itu hamil karena diperkosa, harus ditindak lanjuti ke jalur hukum." Ucap bu Lisa jelas ingin membantunya.

Lintang yang baru saja keluar dari area parkir dan baru beberapa meter turun ke jalan raya sampai ngerem mendadak atas statment ibunya. Membuat perempuan itu nyaris oleng ke depan, beruntung sudah memakai sabuk pengaman dengan benar. 

"Lintang, apaan sih! Bawa mobil yang benar! Lagi genting begini malah ngajak bercanda."

"Maaf ma, maaf, tadi keinjek remnya." Sesal pria itu dengan hati semerawut. Pikirannya kacau dan tentu saja tidak boleh sampai berurusan dengan hukum. 

"Sial, sial! Bagaimana ini." Batin Lintang resah.

"Jalan Tang, malah bengong!" Omel bu Lisa melihat putranya tidak berkonsentrasi.

"Iya ma, ini mau jalan." Ucap pria itu dengan perasaan kacau.

"Gimana ini." Gumam Lintang nyeletuk begitu saja.

"Gimana apanya Tang?" Tanya bu Lisa yang nampak fokus menatap ke depan.

"Nggak ada ma, gimana jadinya, emang siapa yang ngelakuin itu ke Noza?" Tanya Lintang berusaha tenang.

"Ya diusut lah selama sebulan ini, hari canggih gini masa nggak bisa. Awas aja tuh orang, biar busuk di penjara sekalian!" Umpat bu Lisa saking kesalnya dengan penjahat kelamin yang tak bertanggung jawab itu. 

Mendengar itu, Lintang menelan ludah gugup. 

"Tang, awas Tang, jangan cepat-cepat, ya ampun.. Lampu merasa masa mau kamu trabas. Kamu kenapa sih, nggak jelas banget nyetirnya dari tadi!" Omel bu Lisa dan lagi-lagi Lintang bersikap ngawur di jalanan. 

"Lihat kok ma, lihat." Priat itu ngerem mendadak tepat di garis batas. 

Saat lampu berganti hijau, Lintang juga tidak kunjung melajukan mobilnya. Membuat beberapa pengendara lain di belakangnya protes dengan saling menyembunyikan klakson. 

"Lintang! Tidur? Jalan! Nggak lihat lampu udah berganti dari tadi. Ya ampun.. Kamu aneh banget hari ini." Gerutu bu Lisa mendapati tingkah putranya yang sangat tidak biasa. 

***

"Baru pulang, ma?" Sapa pak Rangga yang ternyata sampai rumah lebih dulu. Tumben sekali pria itu pulang di awal waktu. 

"Iya, baru dari rumah sakit, kok papa jam segini sudah dirumah? Emangnya nggak ngajar?" 

"Cuma isi buat bimbingan tadi. Lintang, nanti papa mau bicara, setelah makan malam ke ruangan papa." Ucap pria paruh baya itu.

"Siap pa, Lintang kekamar dulu." Pamit pemuda itu langsung melesat ke kamarnya. 

"Tumben papa mau ngomong sama Lintang, ada urusan apa?" Tanya bu Lisa penasaran.

"Kepo." Jawab pak Rangga bercanda." 

"Mas, hidupku lagi semarawut, jangan bikin nggak mood. Nggak jelas banget ditanyain baik-baik juga. Kalau istri kepoin suaminya itu tandanya masih waras. Nggak dikepoin baru tahu rasa." Bu Lisa yang tengah kesal, tambah marah mendapat sambutan tak terduga dari suaminya. 

"Iya sayang, sorry, kamu terlalu spaneng. Eh, ya bagaimana kabar Noza, apa dia baik-baik saja?" Tanya pak Rangga mengingat tadi istrinya pamit menjenguknya. 

"Nggak mas, kacau, ya Allah.. Ya Rabb.. Kasihan sekali." Kata bu Lisa teringat Noza. 

"Memangnya kenapa? Dia sakit parah?" Tanya pak Rangga serius.

"Bukan, tapi hamil mas." Jawab bu Lisa masih setengah tidak percaya.

"Maksudnya, hamil diluar nikah?" Tanya pak Rangga terkejut. 

"Ya iyalah, emang kapan Noza nikahnya. Bukan itu masalahnya, tapi Noza mengalami pelecehan seksual, dia terlihat trauma dan ketakutan kasihan pokoknya."

Pak Rangga terlihat begitu kaget, ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa anak dari art-nya itu.

"Eh, iya, dua hari kemarin, Noza tidak masuk kuliah, dan-" Pria itu terdiam sejenak.

"Dan apa, mas! Cerita yang jelas!" Omel Bu Lisa meminta penjelasan.

"CCTV rumah menangkap Lintang dan Noza keluar bersama dari halaman rumah, tepatnya menggunakan mobil Lintang." 

"Maksudnya?" Bu Lisa mulai menghubungkan suatu kejadian dimana Noza katanya tidak pulang hari berikutnya. 

"Ini makanya aku mau tanya ke Lintang, kenapa mereka bisa berangkat bareng, tapi baik Lintang dan juga Noza tidak ada yang di kampus di hari itu, dan bahkan dua hari setelahnya."

Bu Lisa mendadak kepikiran, apalagi sempat melihat respon Noza yang begitu aneh saat melihat Lintang, dan juga sikap Lintang yang tak kalah aneh sepanjang pulang. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang