Bab. 69

361 16 0
                                    

"Kita perlu bicaea." Ucap Lintang setelah melihat Gafi yang tidur. 

"Mau ngomong apa?" Tanya perempuan itu merasa tidak ada yang penting. 

"Tentang aku, kamu dan Gafi." Ucap Lintang mulai berdiri dari duduknya. 

Noza masih terlihat tidak bergerak, di tempat semula mendekap putra kecilnya yang sudah lelap. 

"Za, bukan disini, nanti Gafi bangun." Kata Lintang gemas dengan sikap Noza. 

"Mau ngomong apa? Aku ngantuk." Kilah Noza tak minat. 

"Cuma sebentar." Katanya memohon. 

Noza akhrinya turun dari pembaringan mengekor langkah Lintang yang agak menepi ke sofa tunggu. Suasana ruangan itu begitu hening. 

Pria itu kembali menatap mantan istrinya begitu lekat, intens, dan lebih lama. Membuat Noza jengah dan seakan menutup matanya. 

"Jadi ngomong nggak sih?" Tanya Noza mulai kesal. 

"Jadi... Tenang dulu, bisa nggak sih nggak emosian." 

Lintang menegur lembuat. Gemas sekali melihat Noza sekarang yang agak cerewet. 

"Kan kamu yang mulai duluan..." Ujar ibu dari satu anak itu semakin kesal. 

"Pria yang kemarin datang siapa? Bukankah kamu mau dilamar seseorang?" Tanya Lintang akhirnya menumpahkan rasa penasaran hatinya yang membuat pria itu berhari-hari kepikiran. 

"Pria yang mana? Nggak jelas banget, nanya apa ngelindur?" Sahut Noza tak paham dengan apa yang ditanyakan mantan suaminya itu. 

"Sadar Za, makanya nanya. Kita harus bahas ini karena ada Gafi. Kalau kamu mau menikah lagi, tolong biarkan aku tetap menemui Gafi, kalau boleh, izinkan tinggal bersamaku saja." 

"Makin nggak jelas aja ngomongnya. Siapa yang mau nikah?" Sahut Noza gregetan sendiri dengan pertanyaan Lintang yang tidak jelas. 

"Bukannya kemarin kamu sedang bahas untuk lamaran?" Lintang jelas terusik. 

"Dahlah ngomong sama kamu bikin kesal terus." Noza beranjak dengan wajah merengut. 

"Kok marah? Kan cuma nanya. Biar nanti tidak ada salah paham lagi. Sekiranya itu calon suami kamu, tolong beri pengertian juga kalau aku datang untuk Gafi."

"Siapa yang marah, siapa juga yang mau nikah. Nggak jelas!" Omel Noza ngegas. 

"Za, aku belum selesai ngomong." Lintang menghadang Jalan Noza. 

"Kamu makin nggak jelas. Aku males nggak negerti-ngerti." Noza semakin sewot. 

"Iya, aku salah. Semuanya salah aku, aku minta maaf mamanya Gafi. Jadi... ini maksudnya nggak ada yang mau ngelamar kamu?" Tandas Lintang memperjelas status Noza masih bebas. 

Noza bukannya menjawab, malah merotasi matanya malas dan kembali beranjak mencari celah untuk menghindari tatapan Lintang . 

"Za, jawab dulu!" Panggil Lintang meraih tangan Noza. 

"Nggak ada mas, kamu tuh dari tadi bahas lamaran, ngaco. Bikin kesel aja!" 

"Owh... jadi beneran nggak ada." Gumam pria itu merasa begitu lega. 

"Tangan aku, mau sampai kapan kamu genggamnya?" Tegur Noza melihat ke tangannya. 

"Kalau boleh, sampai kita menua bersama." Jawab Lintang ambigu sekali.

Noza terdiam, mencerna perkataan mantan suaminya yang cukup mencurigakan. 

"Jangan membuat orang salah paham. Selesaikan dulu urusanmu, baru ngomong. Masih menjalin hubungan sama orang, udah ngegombalin perempuan lain." Noza menarik tangannya agak kasar. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang