Bab. 21

576 20 0
                                    

Hari berganti begitu cepat. Hal yang membuat Lintang benar-benar tidak siap. Kenapa juga Noza harus mempertahankan kehamilannya yang bahkan tidak diinginkannya juga. 

Sementara Noza yang belum tahu menahu dengan rencana pak Rangga dan bu Lisa. Merasa tercengan saat pagi itu ibunya memberikan kabar tentang niat baiknya melamarnya untuk Lintang. Noza jelas kaget, dan itu yang ditakutkannya sejak awal. 

"Maaf bu, Noza tidak mau menikah dengan Lintang. Noza sudah mengambil keputusan untuk berjalan sendiri untuk calon anak ini saja. Noza tidak mau menikah dengan pria itu." Tolak Noza cepat. Membuat bu Maryam merasa bungung. 

"Ibu tidak berhak memaksamu, tapi kalau kamu hamil sendirian, stigma hegatif akan kamu dapat dari masyarakat awam yang tidak tahu duduk persoalannya Noza. Pikirkan itu juga. Anak itu akan lahir tanpa ayah." Bujuk bu Maryam tak ada pilihan.

"Tapi bu, bagaimana mungkin kita menikah, di antara kita bahkan saling membenci satu sama lain."

"Menikah tidak harus tinggal bersama. Kamu hanya butuh status. Bahwasanya, orang hami itu harus bersuami atau pandangan orang lain berbeda. Hidup diluar sana keras sayang. Pikirkan itu semua. Ibu tidak kuat mendengar hujatan apapun nantinya. Apalagi tentang dirimu, nak."

Noza terdiam, sungguh ini kali kedua sebuah keputusan yang teramat sulit. Menikah dengan Lintang, sepertinya dunia ini memang sudah tidak bersahabat dengannya. Kenapa harus terjadi?

"Noza, maafkan ibu nak, tolong pikirkan baik-baik. Kamu hanya perlu status, biarlah semua orang tahu kamu sudah menikah, tanpa harus mempublikasikan pernikahan kalian secara nyata. Setelah itu, kamu bisa tetap kuliah, menyelesaikan pendidikanmu. Menggapai cita-citamu."

"Cita-citaku bahkan sudah hancur semenjak itu bu, Noza tidak semangat lagi."

"Tidak Noza, kehamilan ini tidak boleh menghambat dirimu. Kamu harus menunjukkan, bahwa kamu bisa melanjutkan hidupmu dengan baik-baik saja. Anak itu pasti akan senang mempunyai ibu yang hebat seperti kamu." Ucap bu Maryam terus memberikan motivasi.

Sementara di rumah utama bu Lisa dan pak Rangga terus membujuk Lintang. Bahkan mendesak pria itu.

"Kamu hanya mempunyai dua pilihan, Lintang. Bertanggung jawab menikahi, atau mendekam di penjara!"

"Mama benar-benar mengancamku?" Tandas pria itu masih alot.

"Bukan, kami hanya sedang mengajarkanmu untuk bertanggung jawab dan tidak menjadi seorang pengecut. Seharusnya kamu bersyukur, masih diberikan kesempatan karena Noza mempertahankan anakmu." Ralat pak Rangga cepat dengan lugas dan jelas.

"Bersyukur yang bagaimana, pa, aku bahkan tidak menginginkan anak itu. Pokoknya Lintang hanya mau menikahi saja, setelahnya Lintang tidak mau tinggal bersama."

"Tidak usah kepedean kamu, emangnya Noza mau tinggal seatap dengan kamu. Dia itu mempunyai trauma yang besar terhadapmu. Selama kamu belum bisa bersikap baik padanya, kami tidak akan mencampurkan kalian."

Bu Lisa dan pak Rangga sepertinya sangat paham dengan hal itu. Bahkan, beliau juga menyiapkan pendampingan khusus untuk Noza agar perempuan itu mendapatkan perlindungan untuk menanggulangi beban mentalnya.

***

Untuk pertama kalinya Noza dan Lintang dipertemukan setelah suasana memanas hari-hari lalu. Tentu saja untuk mendiasi dan musyawarah di antara kedua keluarga tersebut. Sungguh, baik diantara keluarga pak Rangga dan bu Maryam menginginkan yang terbaik untuk keduanya. Kendati kedua hati itu masih belum sejalan, tak mengapa berharap waktu yang akan menuntunnya. 

"Maafkan Lintang, mbok, semua tidak seperti yang semua orang kira." Ucap Lintang menyalim takzim perempuan sepuh itu. 

"Semoga jalan ini baik untuk kalian." Jawab bu Maryam yang juga merasakan berat di dada.

Noza tidak sekalipun menoleh. Dia bahkan tidak sudi menatap wajah laki-laki itu. Sekeras apa pun orang-orang dan keadaan menyatukan mereka, hati Noza menutup penuh dengan kebencian untuk pria itu. 

"Tenang Noza, hanya sampai anak ini lahir saja, setelah itu kamu bisa memilih jalanmu sendiri." Batin Noza menghibur diri.

"Besok, pernikahan kalian akan dilaksanakan dirumah ini. Secara tertutup dan hanya keluarga dekat saja dan para saksi. Kami harap kalian bisa memulai kehidupan baru dengan sebaik-baiknya." Ucap bu Lisa penuh doa dan harapan.

Lintang nampaj pasrah, sedangkan Noza merasa buntu dan tidak ada pilihan.

"Aku perlu bicara dengan Noza, berdua saja." Ucap Lintang merasa ada yang perlu dikatakan. 

"Noza, bagaimana?" Tanya bu Lisa mengarah pada calon menantunya.

"Disini saja bu." Jawab Noza yang tidak mau hanya berdua saja dengan Lintang.

Pemuda itu tampak menghela napas lelah. Lalu meminta pada bu Maryam. 

"Mbok, tolong bilangke Noza, hanya menepi, tidak berdua, disebelah sana." Tunjuk Lintang pada sisi lain dekat jendela. 

Merasa aman, Noza pun akhirnya mengangguk. Keduanya berjalan mendekati jendela kaca yang menghubungkan dengan halaman samping. Cukup nyaman untuk memulai obrolan. 

"Kenapa kamu mai menikah denganku, kamu tahu kan? Aku tidak mencintaimu."

"Aku tidak mau menikah denganmu, batalkan saja lebih baik." Jawab Noza tanpa menoleh sedikitpun.

"Ck, kamu pasti sangat menantikan ini semua bukan? Pertanggung jawaban untuk anak itu. Ya aku akan bertanggung jawab hanya untuk anak itu selama sembilan bulan saja, setelah anak itu lahir, kita akan mengakhiri semuanya."

"Tidak perlu menunggu sampai sembilan bulan, sehari setelahnya kamu juga boleh melakukan itu."

"Hah, kamu tahu kan, kedua orangtuaku pasti tidak akan membiarkan itu walaupun diriku sangat menginginkan hal itu. Baguslah kalau kamu tidak menginginkan pernikahan juga. Kita hanya perlu membuat kesepakatan selama sembilan bulan. Setelah anak itu lahir, kita bercerai.

Noza tidak peduli dengan pembicaraan Lintang, jangankan sembilan bulan, tidak menikah juga dia sudah siap mengambil resikonya sejak memutuskan untuk mempertahankan janin itu. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang