Pagi ini banyak sekali panggilan yang masuk, termasuk dari bu Lisa. Noza akhrinya membalas lewat pesan kalau dirinya baik-baik saja. Ia meminta agar ibu mertauanya tidak harus mencemaskan dirinya.
Siang menjelang sore, Noza yang baru saja pulang kuliah, tengah santai dikamarnya mendapatkan tamu tak terduga. Pak Rangga dan bu Lisa benar-benar datang sebagai tamu pertama.
"Eh, bu Lisa!" Sapa Noza begitu membuka pintu.
"Mama sayang, akhirnya mama menemukan kamu." Ralat perempuan itu memeluk lembut menantunya.
"Kamu baru pulang? Mama bawa ini untuk kamu. Kamu suka makan ini, kan?" Ucap perempuan itu menyodorkan paper bag berukuran sedang.
"Terimakasih, ma, silahkan masuk!" Ucap Noza mempersilahkan mertuanya. Pak Rangga sendiri memilih menunggu diluar.
"Kamu apa kabar? Mama mau jemput kamu pulang." Ucap bu Lisa terang-terangan.
"Baik ma, Noza tidak apa-apa disini. Mama jangan khawatir." Sahut Noza tenang.
"Kamu tinggal dirumah ya, sama mama, urusan Lintang biar menjadi urusan mama. Mama tidak tenang, setiap malam kepikiran kamu terus."
"Aku bai ma, sangat baik. Biarkan Noza tinggal disini aja. Noza janji akan berkabar terus pada mama."
"Kalau kamu tetap mau tinggal diluar, biarkan mama mencarikan tempat lebih layak. Kamu kasihan sekali, tempatnya sempit seperti ini."
"Nggak usah ma, Noza nyaman kok disini, Noza betah." Tolak Noza halus.
Bu Lisa terus membujuknya. Berharap Noza mau berubah pikiran, dan mau kembali pulang.
"Kapan cek kandungan, biar mama anter, mama mau tahu kondisi cucu mama."
"Besok Noza kabari ma, terimakasih atas perhatiannya. Mama yang tenang, Noza dan kandungan Noza baik-baik saja." Ucap perempuan itu benar adanya.
Hati Noza lebih damai setelah pindah. Jauh lebih nyaman walaupun tempatnya sempit dan kecil.
"Besok mama jemput, mama antar ya." Pesan perempuan itu yang belum juga berhasil membawa menantunya pulang.
***
"Ngapain kesini?" Tanya Noza ketus.
"Tentu saja bukan keinginan gue, nggak usah geer, gue gantiin nyokap buat nganter lo ke dokter periksa kandungan. Cepetan siap-siap, lima menit dari sekarang!" Titah Lintang tidak ada manis-manisnya.
"Terimakasih, tapi aku bisa berangkat sendiri. Sebaiknya kamu pulang." Usir Noza tak minat. Kemunculan Lintang membuat mood Noza memburuk saja.
"Jangan membuat gue menunggu lama. Tolong kerja samanya, mama akan memarahi gue padahal, lo yang jelal-jelas nolak." Lintang malas mendengar omelan mamanya yang tak berujung.
"Bilang saja sudah." Kata Noza simple.
"Gue nggak mau bohong, kenapa terkesan takut banget periksa sama gue. Atau jangan-jangan emang itu bukan anak gue ya." Pria itu menyorot penuh selidik.
"Iya, ini bukan anak kamu. Ini hanya anak aku dan bernasab padaku, jadi, kamu tidak usah repot mengantar, urusi saja urusanmu!" Jawab Noza diluar ekspektasi, membuat Lintang terdiam tanpa bertanya lagi.
"Gue akan tunggu di sini sampai lo mau." Sahut pria itu tak ada pilihan.
"Terserah, kamu hanya akan membuang waktumu sendiri. Aku tidak tertarik pergi denganmu." Sahut Noza muak melihat wajah Lintang.
"Jadi cewek ngeselin banget sih, susah banget kalau nurut gitu. Gue peduli sama anak itu, ngerti nggak sih!" Sentak Lintang yang masuk ke dalam kosan lalu menutup pintunya cukup keras.
"Keluar dari kamar aku, Lintang! Keluar!" Usir Noza galak. Menatap waspada, berusaha tenang dan tidak menunjukkan kelemahannya. Walaupun dalam hati takut luar biasa.
"Nggak usah marah-marah, cepetan siap-siap, mana yang harus dibawa. Kita keluar sama-sama kerumah sakit." Ujar pria itu sedikit lembut.
Noza menenangkan hatinya sejenak. Stress kembali melanda setiap kali berdebat dengan Lintang. Perutnya sedikit sakit, kurang nyaman. Benar-benar membuatnya kesali.
"Aku akan memesan ojol, kamu bisa datang setelah aku sampai." Jawab Noza saking tidak ingin berduaan dengan Lintang.
"Buat apa, dikasih yang simple kok malah nyari yang susah. Tinggal pergi bareng susah banget." Lintang merampas ponsel Noza, lalu mengamankan di sakunya.
"Balikin Tang, balikin!" Noza mendorong tubuh Lintang karena saking kesalnya.
"Labik banget sih, nanti gue balikin, hp lo nggak guna di gue, udah cepetan nurut!" Ucap pria itu selalu menjengkelkan.
Noza terdia, memberanikan menatap mata pria itu yang selalu menatap rendah dirinya.
"Tolong balikin, aku tidak nyaman kamu antar. Pahami perasaanku sedikit saja. Aku tahu kamu membenciku. Aku juga tidak keberatan kalau ikatan ini berakhir secepat mungkin yang kamu inginkan." Ucap Noza tenang, menekan emosi dan sabar.
"Kamu sadar, kenapa tidak memohon saja sama mama. Pernikahan terpaksa ini tidak akan membuat kita bahagia. Seharusnya kamu tidak mempertahankan anak itu, daripada menjadi beban dan menghalangi kehidupan dan kebahagiaan kamu. Kita sama-sama tidak mengharapkannya, bukan?" Kata Lintang seolah ini tidak berawal dari kesalahannya.
"Kamu benar, Lintang, kamu boleh menganggapnya sudah tidak ada. Jangan khawatir, walaupun dia hadir dari dirimu yang sama sekali tidak aku inginkan, dia tetap bernasab padaku. Aku yang akan merawatnya sendirian. Ceraikan aku sekarang!" Ucap Noza tidak tahan.
Apa artinya sebuah hubungan, bila tidak ada saling penghargaan. Terlebih saling membenci satu sama lain.
Lintang terdiam, tepat seiring rintik hujan turun membasahi bumi. Terdengar cukup keras menghantam atap kamar. Meredam keduanya yang tertawan emosi.
"Tang, belum berangkat? Di luar hujan, kamu malah bawa motor." Tegur bu Lisa dari seberang telpon.
"Belum, ma, masih dikosan, malah hujan gini, mana deras." Jawab pria itu benar adanya.
"Pesan taksi saja, atau buat kunjungan besok, kasihan Noza kalau hujan besar gini." Pesan bu Lisa.
"Iya ma, nanti aku tanyain dulu." Ujar Lintang harus meminta persetujuan Noza.
Lintang menutup panggilan, lalu menatap Noza yang sedari tadi membuang muka.
"Pesan taksi saja ya, gue nggak bawa jas hujan, ribet." Ujar Lintang meminta persetujuan.
"Kamu pulang saja, aku akan kedokter besok." Usir Noza membatalkan kunjungan hari ini.
"Loh, kenapa? Kita kan bisa pesan taksi." Ujar pria itu banyak solusi.
Noza membuka pintu kamarnya yang tertutup rapat. Hawa dingin langsung menyeruak masuk. Hujan diluar sana sangat deras, tidak nyaman hanya untuk sekedar bepergian. Apalagi sudah menjelang sore.
"Kenapa dibuka? Hujannya deras, aku akan pulang nanti setelah reda." Ujar Lintang memilih duduk di ranjang, sementara Noza berdiri memberi jarak.
Hening diantara keduanya. Kesal sekali kenapa harus terjebak di kosan bersama. Sampai waktu petang hujan belum juga reda.
Tidak ada yang dikerjakan membuat Lintang memutuskan bermain game di ponselnya. Sementara Noza menatapnya lelah. Kenapa pria itu menjengkelkan sekali. Seakan tidak peduli kalau yang punya kamar tidak nyaman sama sekali dengan keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
General FictionAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...