Bab. 17

336 10 0
                                    

"Duh.. Gimana kalau mama beneran lapor polisi, terus polisi beneran nangkap gue." Nggak liucu, masa gegara insiden itu masuk penjara. Sial banget sih hidup gue." 

"Sial, sial!" Umpat Lintang tak tahu harus melakukan apa.

"Tidak, biar bagaimanapun semua sudah terlanjur. Lagian Noza juga tidak mau juijur kenaa gue harus sibuk mengiyakan."

Lintang teurus mencari cara bagaimana agar perbuatannya tidak diketahui orang lain termasuk kedua orang tuanya. Ia tentu saja sedang tidak tenang. Hal yang sangat wajar karena ulahnya yang terbilang pengecut. Tentu Noza tidak mau berterus terang. Gadis itu tidak mau kalau ujungnya mendapat pertanggungjawaban dari pria brengsek seperti Lintang. 

Sedangkan di ruang rawat, Noza bahkan kekeh menginginkan agar aborsi saja. 

"Astaghfirullah.. Tenangnkan dirimu sayang, ibu tidak merasa keberatan kalau memang ini terbaik, tapi apa boleh?" Kata bu Maryam ragu. 

"Kalau dilakukan atas seizin medis, dan dibolehkan karena suatu kemudhorotan Noza akan melakukan jalan itu, bu, Noza tidak mau hamil anak hasil pemerkosaan.

Terdengar miris sekali memang, beban mental terenggut kehormatannya saja sudah membuatnya terguncang, ditambah harus hamil atas insiden itu. SIapa pun wanita diluar sana juga pasti tidak akan mau hamil dengan cara menjinjikkan seperti itu. 

"Ibu paham sayang, kita harus mencari keadilan. Kalau kasus ini benar-benar dibawa keranah hukum, kamu siap? Semua orang akan banyak tahu tentang keadaanmu saat ini."

Noza termenung sejenak, dia tidak ingin ramai. Hanya saja ingin bayi itu lenyap dari perutnya.

"Bukannya sudah banyak yang tahu ya bu, bu Lisa dan mungkin suaminya, Raga, dan dokter sama perawat yang menangani Noza." Perempuan itu tidak bisa menutup fakta itu. 

"Maksud ibu halayak luas Za, masyarakat disekitar kita tentunya. Teman-teman kampus, semua orang yang mungkin selama ini di lingkungan kita."

Biar bagaimanapun bu Maryam lebih ingin mental anaknya dijaga. Tak jarang perempuan yang terkena pelecehan malah mendapatkan perundungan, atau bahkan dianggap sebelah mata. 

"Noza harus bagaimana, bu?" Tanya gadis itu bingung.

"Kita tunggu bu Lisa dulu ya nak, kita perlu pendapat beliau yang akan bantu." Ujar bu Maryam menenangkan.

Noza pikir, bu Lisa dan pak Rangga tidak mungkin akan mau melanjutkan kalau ternyata anak merekalah tersangkanya. Noza sedikit tidak peduli, kalaupun mreka tahu kebenarannya, asalkan tidak lagi hanil, setidaknya mengurangi beban steress yang menimpa kepalanya. 

"Tenangkan dirimu, kamu butuh fisik yang sehat dan kuat. Kita akan melewati ini sama-sama. Apapun keputusan kamu nanti, ibu akan mendukungmu, nak." Bu Maryam membawa putrinya dalam pelukan. 

Setidaknya kini beban Noza berkurang satu, ia bisa mencurahkan isi hatinya pada sang ibu. Malam ini sepertinya akan menjadi malam terdamai, ditemani sang ibu tidur dalam dekapannya.  Tak peduli keadaan putrinya seperti apa. Ibu yang selalu akan ada dan setia menemani dalam suka dan duka.

***

Usai makan malam, seperti yang sudah menjadi wacana. Pak Rangga mengajak putranya untuk ngobrol berdua diruang kerja. Sebenarnya bisa saja dibicarakan diruang makan. Namun, pak Rangga tidak mau nanti berbuntut panjang sedang kenyataannya belum tentu benar. 

"Ada apa, pa?" Tanya Lintang setelah diruangan ayahnya. 

"Papa tahu kemarin kamu tidak ada di kampus selama dua hari. Papa juga tahu Noza tidak ada dikampus di hari yang sama." 

"Maksud papa?" Tanya Lintang mulai gugup. Benarkah ayahnya curiga.

"Apa hari itu kamu pergi dengan Noza?" Tanya pak Rangga serius.

"Tidak, Lintang ada urusan dan memang sedang tidak ada bimbingan di kampus. Kalau Noza mana Lintang tahu." 

"Kamu yakin?"

"Yakin, pa, ngapain juga Lintang ngurusin anak bu Maryam."

"Terus, kenapa pagi saat Noza hendak ke kampus kamu seret ke mobil Pakai dipaksa-paksa lagi. Kamu bawa kemana?" 

Sial, papa tahu dari mana? Astaga, CCTV rumah pasti. Kenapa gue lupa buat hapusnya.

"Owh itu, Lintang kasih tumpangan pa, tapi tidak sampai kampus, karena dia minta turun di jalan, jadi setelah itu Lintang tidak tahu."

"Lintang, kamu tahu kan kalau konsekuensinya bohong dirumah ini."

"Iya pa, paham." Jawab Lintang merasa terancam.

"Dua hari kemarin Noza tidak pulang, terakhir terlihat denganmu pagi itu, dan sekarang Noza dirumah sakit karena hamil, hasil dari pemerkosaan. mamamu mau membawa kasus ini ke jalur huku. Semua orang terdekat dan saksi akan diperiksa polisi. Papa tidak akan mengambil tindakan apapun dan akan membantu penyelidikan jika memang kamu tidak ada sangkut pautnya. Tapi jika kenyataannya berbeda, kamu akan menanggung sendiri akibatnya."

"Maksud papa apa? Papa menuduhku?"

"Tidak Lintang, karena papa yakin kamu orang baik dan bertanggung jawab. Tidak mungkun kejadian Noza ada hubungannya dengan kamu."

"Terimakasih pa, sudah percaya Lintang. Apa Lintang sudah boleh keluar."

"Iya, papa hanya ingin mengatakan itu. Sekarang kamu boleh keluar."

Maafkan Lintang pa, maaf, Lintang sudah berbohong. Maafkan Lintang sudah membuat papa kecewa.

Batin pria itu menjerit resah, ini benar-benar tidak sesuai hati nuraninya. Bagaimanapun Lintang tidak ingin menjadi sepengecut ini. Dia ingin menjadi pria yang bisa dibanggakan keluarganya. Mungkin kalau ayahnya tahu yang sesungguhnya karena telah menodai kepercayaan. Lintang akan habis di tangan sang ayah. 




Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang