Bab. 27

300 7 0
                                    

"Selesai makan, jangan pulang dulu ya, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu. Eh ya besok pulang kuliah jam berapa?" Tanya bu Lisa ingin mengajak Noza keluar. 

"Siang bu, ada apa?" Tanya Noza bingung. 

"Besok pulang kuliah dianterin Lintang ke klinik mama ya, mama tunggu." Ujar bu Lisa sudah merencanakan sesuatu. 

Noza terdiam, dia bahkan sudah berencana untuk pindahan lebih dulu, bagaimana besok kalau dia tidak menurut. Noza tidak ingin bilang-bilang dulu dengan mertuanya. Takut perempuan yang selalu cantik di usia yang tak lagi muda itu tidak mengizinkan dirinya. 

Noza akhirnya mengangguk, dia akan pikirkan besok saja daripada pusing. Sementara Lintang menatap datar, didepan ibunya ia mengangguk patuh. Namun, Noza yakin sekali, di belakangya dia akan menolak mentah-mentah. 

"Za, tunggu sebentar ya, mama punya sesuatu." Ujar bu Lisa beranjak. 

Usai makan malam, ibu dari dua anak itu masih menahan Noza agar menunggu dan tidak pulang dulu. 

"Iya bu." Jawab Noza menurut. Duduk di ruang keluarga menanti apa yang ingin ibu mertuanya katakan. 

Perempuan itu keluar dengan membawa papper bag yang diduga belanjaan untuk keperluan Noza. 

"Sayang, ini untuk kamu semua. Kamu bisa memakainya dengan nyaman saat kuliah." 

"Tapi, ma, ini terlalu berlebihan. Noza masih banyak pakaian." Ujar gadis itu bingung dan canggung. 

"Mama, perhatikan itu saja. Itu sangat cocok dipakai kamu, jadi tolong diterima tanpa protes." Ujar bu Lisa tak ingin penolakan. 

Sementara Lintang hanya berdiri beberapa meter dari tempat mereka. Memperhatikan  keduanya semabari bersedekap dada dengan tubuh menyender ke tembok. Menyimak, mengawasi lebih tepatnya. 

"Lintang, bantuin Noza bawa semua belanjaan ini ke rumah. Ini agak berat dan benyak." 

"Aku ma." Tunjuk Lintang pada diri sendiri. Sepertinya ibunya itu senang sekali memerintah dirinya untuk wanita itu. 

"Ya kamu lah.. Siapa lagi? Ibu hamil tidak boleh angkat berat-berat. Bawa semua ini ke rumah!" Titah bu Lisa tidak bisa dibantah.

Lintang menghela napas kasar. Mengangguk waktu dalam hati jelas terpaksa. Ibunya benar-benar melakukan Noza layaknya anak sendiri. Bahkan Lintang merasa lebih sayang gadis itu ketimbang dirinya. 

"Besok jangan banyak drama. Gue nggak mau capek-capek nungguin. Hubungi gue kalau kuliah lo udah kelar. Kalau bukan karena mama, gue juga ogah nganterin mama, gue juga ogah nganterin lo ke dia." Ucap Lintang semabri berjalan menenteng belanjaan. 

"Jangan kahawatir, aku tidak butuh untuk diantar ke manapun. Bisa kesana snediri dan tidak usah repot-repot mengantar." Sahut Noza tanpa menatap wajah Lintang. Berlalu mengabaikan pria itu. 

Pria itu berjalan di belakangnya. Mengamati punggun Noza yang berjalan cepat di depannya. Noza pikir, Lintang akan menaruh demua pappet bag itu didepan pintu rumahnya. Namun, tanpa ditanya ia menyelonong masuk sampai kekamar Noza. 

Sepintas terlihat sebuah koper sudah di kemas. Namun, tentu saja dia tidak minat untuk kepo urusan gadis itu. Langsung berlalu setelah menaruh semua belanjaan itu dikamar istrinya yang sudah dua kali pria itu sambangi. Noza sempat khawatir Lintang akan lama, untung tidak bertanya apapun dan lansugn keluar begitu saja. 

Noza langsung mengunci kamarnya dengan lega begitu Lintang keluar. 

***

Tanpa diduga sedikit pun Noza kaget saat Lintang diam-diam sudah menunggu dirinya di pakiran kampus. 

"Lama banget sih, gue kan udah bilang kasih kabar, suka banget bikin orang menunggu." Omel pria itu entah kenapa. 

"Siapa yang nyuruh kamu nungguin. Sorry, aku udah pesan ojol dari tadi." Tolak Noza mengabaikan pria itu begitu saja. 

"Heh! Noza! Gue disini udah berjam-jam, masuk mobil!" Sentak Lintang menghadang Noza yang berjalan begitu saja. 

"Yakin? Disini banyak orang loh, mending kamu minggir deh, daripada entar kamu malu ada yang lihat jalan sama anak pembantu. Tuh lihat... Banyak yang perhatiin loh!" Noza menggeleng acuh seraya beranjak. 

Lintang mengamati sekitar. Benat juga banyak orang yang berlalu lalang. Tetapi peduli apa mereka, toh juga tidak banyak yang kenal. 

Akhirnya pria itu mengikuti ojol yang membawa Noza. Dia harus memastikan dan menghadap ibunya seolah-olah dirinya yang mengantar. 

***

Banyak sekali yang Noza lakukan di klinik mertuanya itu. Berbagai teratment dan perawatan khusus untuk wajahnya. 

"Bagaimana rasanya sayang, kamu bisa melakukan perawatan disini sesukamu dengan uang jajan nambah kalau kamu mau terima tawaran mama."

Noza agak ragu, tetapi sepertinya boleh juga dicoba. Dia hanya perlu memasarkan produk-produk lewat sosial medianya. Lebih tepatnya menjadi icon dari brand milik mertuanya. 

"Noza pikir-pikir dulu ma." Jawab noza masih ragu. 

Selepas dari perawatan, rupanya Lintang masih menunggu. Pria itu nampak pangling dengan perubahan wajah Noza yang jelas lebih segar dan nampak semakin cerah. 

"Tang, anterin menantu cantik mama sampai rumah." Titah bu Lisa. 

"Siap ma." Jawab Lintang mengiyangkan. Ia sedang membentuk kepercayaan ibunya kembali. 

Sebenarnya Noza malas sekali untuk pulang bareng Lintang. Tetapi perempuan itu tidak enak menolak di hadapan mertuanya. 

"Ayo masuk! Jangan bilang sudah pesan ojol."

Kali ini Noza tidak bisa menolak karena ada bu Lisa yang bahkan mengantarnya sampai depan mobil putranya. 

"Hati-hati di jalan!" Seru bu Lisa melambaikan tangannya. 

Noza dan Lintang kompak tersenyum bersama. Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam. Lintang sibuk mengemudi, sementara Noza lebih tertarik melihat kaca jendela. Sampai di halaman rumah, Noza lansung turun tanpa basa-basi. Lintang membiarkan saja tanpa menegur ataupun mengatakan sesuatu. Pria itu juga langsung masuk rumah lalu kekamarnya. Seharian menunggu di klinik sangat membosankan. Namun, karena titah ibunya, membuat pria itu tak banyak menyela. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang