Bab. 20

440 8 0
                                    

"Noza, silahkan berbaring." Dokter memberi aba-aba.

Pelan gadis itu membaringkan tubuhnya, pikirannya makin kacau. Hatinya mendadak bimbang. Sementara dokter tengah mempersiapkan diri. Jarum suntik yang sudah diisi dengan cairan yang akan membantu menghilangkan rasa sakit. Bius pun siap menembus kulit Noza yang saat ini semakin bertambah deg degan saja.

"Tenangkan dirimu Noza, setelah kamu terbangun dari sini, kamu akan menjadi Noza yang berbeda. Dengan suasana baru, dan semangata baru. Kamu pasti bisa." Batin Noza bergetar. Sekilas kata-kata bu Lisa menghantui pikirannya. 

Petugas medis yang siap menancapkan jarum suntik itu mengambil peran. Bersiap setelah memastikan kulit itu dibersihkan yang akan ditusuk jarum.

"Dok, maaf, saya berubah pikiran." Ucap Noza langsung bengkit dari ranjang. Ada ketakutan dimatanya. Dia tidak meperdulikan petugas medis yang sudah berada di sana. Noza langsung keluar begitu saja. 

Entah ini sebuah keputusan yang dibenarkan atau tidak. Namun, hati kecilnya meronta. Walaupun dalam benak, tidak menginginkan anak ini. Tetapi dia tidak bisa mengakhirinya dengan sengaja. 

Noza berlari dengan tangis. Hatinya menjerit pilu penuh kebimbangan.

"Ya Tuhan.. Beri aku kekuatan untuk melewatinya. Hanya sembilan bulan saja aku membersamainya." Noza menangis dalam diam menuju masjid rumah sakit. 

Ia tergugu disana, mencurahkan isi hatinya yang tak biasa.

"Tidak ada yang salah dengan keputusanmu. Bersabarlah.. Maka Allah akan memudahkan jalan untukmu." Kata seorang pria yang entah muncul dari mana. 

"Kak Raga, aku tidak tahu ini keputusan yang benar atau tidak. Jujur, aku takut tapi aku seperti tidak bisa membiarkan semua ini berlalu." Ujar Noza dengan wajah tertunduk bingung. 

"Kamu punya rencana, Allah yang akan memberikan keputusan final pada akhirnya. Semoga diberikan kemudahan untuk menjalani hari esok. Walaupun ini berat, aku percaya, kamu perempuan istimewa."

"Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu, orang-orang diluar sana bahkan mungkin akan bersiap menggunjingku."

"Semoga kamu selalu sebar ya, aku tahu ini tidak mudah. Tapi bisakan sekali saja kita berprasangka baik pada-Nya. Allah pasti akan memeberikan jalan untukmu. Yakinlah itu Noza, kamu perempuan yang kuat, banyak orang yang menyayangimu."

Noza mengelap pipinya dengan kedua tangannya sedikit kasar. 

"Pelan saja, wajahmu memerah, nanti sakit." Tegur Raga yang ternyata sedari tadi memperhatikan Noza. 

"Kenapa kamu di sini kak? Memangnya tidak ada pekerjaan?" Tanya Noza dengan perasaan yang lebih tenang. 

"Ada, sebentar lagikan waktu ashar, jadi aku menyempatkan singgah disini sebelum pulang."

"Owh..."

Tak berselang lama, banyak orang yang tidak dikenal masuk menuju tempat suci itu. Raga dan Noza saling memberi jarak. Noza keluar lebih dulu untuk mengambil wudhu, lalu kembali masuk dan ikut berjamaah disana. Hatinya jauh lebih tenang setelah mengadukan semuanya pada sang pemilik kahidupan. 

***

Selama perjalanan tidak ada yang membuka obrolan. Noza juga terlihat diam saja dengan menyenderkan kepalanya di bahu bu Maryam sambil memjamkan matanya.

"Istirahat saja sayang, jangan banyak beban pikiran." Ucap bu Lisa setelah mobil sampai dihalaman rumah dan semuanya turun. 

Sementara Lintang menatap kepulangannya dari balkon kamarnya. Kedua orangtuanya sudah mengetahui itu semua. Terlihat begitu melindungi Noza. Sikap perempuan itu semakin membuatknya muak. Namun, Setidaknya ia merasa lega kalau Noza akhirnya berhasil melenyapkan janin itu. Karena Lintang tidak harus bertanggung jawab untuk menikahinya. 

Pria itu masih di kamarnya saat sebuah ketukan pintu menggema. Bu Lisa yang masuk setelah berseru dengan suara lantang. 

"Lintang, Noza sudah pulang, bersikap baiklah padanya. Minta maaf dengan bu Maryam juga. Besok, kalian akan menikah. Kami yang akan mempersiapkan semuanya."

"Apa ma? Lintang tidak mau menikah dengan gadis itu. Bukankah Noza sudah memilih untuk aborsi?" Ucap Lintang langsung berdiri dari duduknya. 

"Mama tidak mengizinkan cucu mama hilang, Lintang. Dia akan tumbuh di rahum Noza dan kamu harus belajar bersikap baik padannya dan kamu akan jadi calon ayah."

Rasanya Lintang tidak percaya. Bagaimana bisa ibunya mengambil keputusan yang membuat dirinya dalam suasana rumit. Bagaimana dengan perempuan yang sudah Lintang perjuangkan selama ini. Kenapa harus berakhir dengan menikahi gadis lain. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang