Jantung Lintang berdebar tak karuan, bagaimana bisa mantan istrinya begitu tenang menyekapnya begitu nyaman. Sungguh ia tidak tahu harus merasa senang, atau bingung, yang jelas ia ingin menikmati sedikit lebih lama lagi dengan tetap berpura-pura tidur.
"Ya Gusti... kenapa kamu lucu sekali Za. Kemana Gafi?" Batin Lintang mengamati wajah mantan istri begitu lekat dan mencari putranya.
Jantung Lintang sekamin tak karuan saat mata lentik itu mulai bergerak. Buru-buru ia memejam, dan seolah benar-benar tidak paham apa yang tengah terjadi.
Noza sendiri merasa begitu lelap. Bangun sedikit terlambat selepas subuh. Pagi ini merasa begitu santai sebab hari libur. Gafi juga msih tidur. Namun, ia harus segera bergegas bangkit meninggalkan kenyamanan pagi ini sebab harus menunaikan rakaat wajib dulu.
Tanpa sadar ia meraba dada bidang yang lebar. Aroma tubuh maskulin menguar begitu nyata menembus indera penciuman Noza. Spontan perempuan itu menarik tangannya. Merasa begitu lancang telah melakukan hal yang sama sekali tak terduga.
Saat Noza hampir beranjak memberi celah, saat itu Lintang terbangun membuka matanya. Membuat Noza tersentak dengan jantungn deg-degan dan perasaan tak karuan serta wajah merona malu.
"Um... maaf, a-aku nggak tahu.. kukira Gafi." Ucapnya terbata dengan wajah merah jambunya.
Lintang yang sebenarnya sudah terjaga sedari tadi, merespon santai danpura-pura tak tahu. Diam-diam ia tersenyum dalam hati melihat bahasa tubuh Noza yang begitu salah tingkah.
"Nggak apa-apa, kenapa harus minta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf, semalam aku ketiduran." Ucap Lintang dengan canggung.
Noza langsung memunggungi dan turun dari ranjang, melangkah cepat mendekati pintu keluar yang sedikit terbuka.
"Za, mau kemana? Kamu marah?" Tanya Lintang mengejar langkah Noza.
"Nggak." Jawabnya bingung, karena perasaan malu.
"Kok nggak jawab?" Tanya Lintang menatapnya lekat.
"Jawab apa? Gafi kemana?" Tanya Noza mencari putranya yang entah sudah ngeluyur kemana.
Lintang bukannya menjawab, ia malah menatapnya begitu lekat, lama, dan dekat. Membuat jantung Noza berdebar tak karuan.
"Mas, aku mau sholat. Nanti keburu habis waktu subuhnya." Ucap Noza dengan grogi.
"Iya, boleh keluar kok, aku juga mau sholat." Ucap Lintang tersenyum tenang.
"Kamu menghalangi jalanku." Ujar perempuan itu sedikit mendorong tubuh kekar Lintang yang menghalanginya.
Ah, benar, sepertinya pria itu terlalu larut memerankan peristiwa pagi ini. Dia sangat menikmati wajah ayu yang begitu kentara merona merah jambu.
Saat membuka pintu, ia kaget bukan kepalang mendepati ibu tepat didepan pintu. Sunggu celaka baginya, mengingat Lintang juga keluar dari kamar yang sama dengan muka baru saja bangun tidur.
"Ibuk!" Seru Noza tercekat.
"Kaluan satu kamar? Gafi sudah bangun dari tadi." Ucap bu Maryam sembari menggendong cucunya.
"Nggak," Jawab Noza cepat.
"Iya, maaf buk, tadi malam Gafi menahanku untuk tidak pulang. Dia rewel meminta ditemani tidur bertiga. Lintang minta maaf, tapi beneran kami hanya tidur, cuma Noza tad-" Ucap Lintang tidak melanjutkan kalimatnya, sebab Noza langsung mendelik memberi peringatan.
"Noza kenapa?" Tanya bu Maryam kepo.
"Noza permisi duku buk, mau sholat subuh dulu." Ucap perempuan itu beranjak dengan perasaan tak karuan.
Sementara Lintang meraih tubuh Gafi dalam gendongan neneknya. Bocah kecil itu kembali dibawa Lintang ke kamar, baru bu Maryam beranjak.
Adanya Lintang di kamarnya, maka Noza melaksanakan sholat subuhnya di kamar sang ibu.
"Za, ibuk nggak marah, cuma sebaiknya kalian berbicara lebih dalam lagi. Kalian tidak boleh berduaan di kamar. Nggak baik nak, hubungan kalian tidak seperti dulu."
"Maaf buk, Noza dan mas Lintang tidak ada maksud untuk berduaan. Semalam mungkin mas Lintang ketiduran. Sengaja mengembalikan Gafi malam-malam karena rewel. Noza paham kekhawatiran ibuk." Jawab Noza yang tahu pikiran ibunya.
Noza terdiam diri di kamar ibunya cukup lama. Sepertinya dia hampir tidak punya muka kembali bertemu dengan ayah anaknya mengingat kejadian tadi. Padahal itu diluar ekspektasi.
"Sayang, papa pulang dulu ya, jangan rewel lagi. Kalau kangen sama papa, Gafi bisa telpon papa. oke!" Kata pria itu pamit setelah menunaikan sholat subuh.
"Papa mau tinggal jauh lagi?" Tanya Gafi polos.
"Nggak, dekat sekali. Disini." Tunjuk Lintang di dada putranya.
"Disini?" Jawab Gafi dengan bingung.
"Iya dekat di hati Gafi, jangan rewel sayang, tolong panggilin mama, papa mau pulang. Bilangin mama mau ikut nggak, gitu." Pinta Lintang harus segera pamit.
"Ma, papa mau pulang. Mama mau ikut?" Kata Gafi membuat Noza terdiam dengan pertanyaan putranya.
"Ikut kemana?" batin Noza bertanya-tanya.
Gafi menggeleng, "Mama." Ucap Gafi menunjuk ibunya.
"Rumah mama kan disini?" Jawab Noza mengelus kepala putranya.
"Kenapa papa pulang?" Tanya Gafi tak paham.
"Papa sibuk, mau kerja. Gafi tunggu ya, nanti juga pulang kesini lagi." Jawab Noza sedikit berdusta.
"Papa bobok lagi disini sama Gafi?" Tanya bocah kecil itu memastikan.
"Iya, nanti papa pulang kerumah mama. Papa nggak tingal jauh kok, kan disini." Tunjuk Lintang di dada putranya.
"Aku pulang dulu ya." Pamit Lintang menatap mantan istrinya.
"Iya." Jawab Noza mengangguk sopan.
Setelah kepulangan Lintang, ia merasa galau. Walaupun ini demi Gafi, kenapa hati Noza yang merasa deg-degan.
***
Sore Lintang kembali berkunjung, sudah sangat rindu padahal baru sehari tidak bertemu. Rindu pada putranya, dan tentu saja kalau boleh dengan mamanya Gafi juga.
Saat langkah kaki itu turun dari mobil. Ia sudah sedikit curiga dengan kedatangan mobil lainnya yang lebih dulu terparkir di halaman rumah itu.
"Dia siapa?" Batin Lintang bertanya-tanya.
Pria itu melangkah mendekati pintu, samar terdengar suara seorang pria yang tengah berbincang hangat begitu bersahaja. Hati Lintang langsung tak karuan mendengar pembicaraan mereka.
"Tamu itu siapa?" Tanya Lintang bertanya-tanya. Apakah sudah ada orang yang dekat dengan Noza?"
"Jadi kapan bisanya?" Terdengar pria itu bertanya seperti memastikan sesuatu.
"Belum tahu mas, nanti dikabari saja." Jawab Noza terdengar begitu jelas.
"Jangan lupa cincinnya. Sudah cocok banget, manis, dan cantik." Kata pria yang tengah memangku Gafi membuat Lintang gagal fokus.
Cincin, cantik, menarik? Apakah pria itu hendak melamar mantan istrinya? Lintang bertanya pada dirinya sendiri dengan gamang. Pria itu urung untuk masuk dan memilih menitipkan buah tangan sore itu pada karyawan bu Maryam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
General FictionAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...