Bab. 31

345 10 0
                                    

Noza merogoh saku cardigan miliknya. Mencari kunci kamar yang entah lenyap kemana. Mengobok tas, tetapi belum juga ketemu. Sampai mengeluarkan isi tasnya, tetap saja benda yang ia cari itu tidak terlihat. 

"Astaghfirullah.. Pagi tadi kan aku berangkat duluan saat Lintang tidur. Jangan bilang kuncinya di bawa tuh orang." Gumamnya langsung kesal.

"Gimana cara aku masuk, mana jendela juga dikunci. Lintang nggak jelas banget sih! Dititipin kek, atau taruh di mana gitu, terus ngabari." Noza menggerutu kesal.

Mau tidak mau akhirnya dengan terpaksa Noza mendatangi rumah ibu kost untuk meminta kunci cadangan. Walaupun berdalih ilang dan mendapat omelan, daripada ia meminta pada Lintang. Noza lebih malas lagi bertemu dengan pria menyebalkan itu. 

Perempuan itu menghela napas lega setelah berhasil membuka kunci kamarnya. Melepas hijab yang sedari pagi mengurung kepalanya. Leha-leha sejenak mengistirahatkan tubuhnya. 

Perut yang lapar Noza abaikan dulu, ia lebih tertarik untuk lelap sejenak memanjakan matanya dalam damai. Karena tadi malam tidurna tidak nyenyak dan tidak nyaman sama sekali. Noza bahkan tidak mendengar kalau siang itu ada tamu untuknya. Lintang kembali datang untuk mengantar periksa kandungan. 

Kali ini banyak diantara tetangga kost yang melihatnya. Beberapa diantaranya pun terkejut, sekaligus kepo. Ada apa dengan pria yang cukup berpengaruh di kampus mereka mendatangi salah satu kamas kost yang ada disana. 

"Gila, itu kak Lintang bukan sih? Senior tingkat akhir yang namanya wira-wiri menjadi perbincangan diantara adik-adik tingkat tahun ini." Kata tetangga kosan bisik-bisik. 

Tidak heran kalau banyak orang yang tahu tentang Lintang. Selain tampan dan populer, dia juga anak organisasi. Sebelumnya aktif di berbagai kegiatan UMKM di kampusnya dan lembaga sosial diluar kampus. 

Sementara Lintang yang masuk tanpa permisi itupun tertegun melihat Noza yang tengah ketiduran di ranjangnya. Terlihat sangat lelap, bahkan sampai tidak notice ada orang masuk begitu saja. 

"Ya ampun.. Bukannya siap-siap malah tidur?" Gumam pria itu menggeleng pelan. 

Lintang sejenak menikmati wajah polos nan sederhana itu. Cantik, seperti yang selalu ibunya dengungkan. Bahkan perempuan yang sudah melahirkan dirinya itu sangat tertarik untuk menjadikan brand ambasador produk kecantikan kliniknya. 

"Bangun Za, jadi ke dokter nggak?" Seru Lintang terpaksa membangunkan perempuan yang masih begitu lelap dengan mimpinya. 

Noza yang tengah lelap tiba-tiba ada yang mengusik jelas kaget. Dia sadar betul tidak dirumah yang seperti dilakukan sang ibu membangunkannya. Begitu membuka mata melihat seorang pria didekatnya, apalagi itu Lintang, tentu saja membuat Noza menjerit seketika. 

"Astaghfirullah.. Ngapain kamu disini?!" Pekik Noza histeris.

"Apaan sih, nggak usah teriak. Gue cuma bangunin, nggak usah seheboh ini juga." Kata Lintang menatap santai gadis di depannya yang nampak ketakutan. 

"Astaghfirullah..." Noza beristighfar banyak-banyak menetralisir degup jantung yang hampir copot.

"Udah, bisa tenang?" Tanya Lintang santai tanpa merasa berdosa. 

"Kamu bisa nggak sih masuk rumah orang permisi dulu. Nggak sopan banget jadi orang." Omel Noza yang masih menenangkan diri. 

"Tadinya udah permisi, lo aja yang nggak dengar, salah siapa nggak dikunci, terus salah gitu."

"Jalas salah lah.. Kalau nggak ada sahutan, minimal diam menunggu, bukan malah masuk seenaknya. Itu namanya tidak sopan." Noza jelas sangat kesal. 

"Jadi ke dokter nggak? Mama nanyain terus, gue harus membuat domentasi khusus."

"Tunggu diluar, aku mau siap-siap!" Usir Noza tidak banyak waktu, dia harus mandi dan juga mengganti baju. 

"Ngapain harus keluar sih! Males, capetan siap-siap!" Ujar pria itu enggan beranjak.

Rasanya ingin marah, tetapi tidak banyak waktu untuk meladeni pemuda itu. Daripada membuang waktu, Noza bergegas mengambil ganti dilemari, lalu melesat kekamar mandi. 

"Jangan lama-lama Za, gue ada urusan lain!" Seru pria itu diluar pintu kamar mandi. 

Keduanya cukup terkejut ketika pintu dibuka begitu saja. Terdapat beberapa orang bergerombol didepan kosan Noza. Mereka semua kaget, serta gadis-gadis disana sama-sama saling tatap penuh curiga. Ditambah penampilan Noza yang baru saja mandi, membuat beberapa penghuni kost lain gagal fokus dibuatnya. 

"Kalian pada ngapain disini?" Tanya Lintang dingin menatap tak ramah. 

"Eh, anu kak, tadi kita dengar didalam ada yang teriak, kenapa ya?" Seorang perempuan menjawab. 

"Tidak ada apa-apa." Jawabnya datar. 

Noza keluar setelah rapih. Walaupun agak sangsi dengan orang-orang tadi. Namun, ia sepertinya harus menebalkan muka dan membuat alasan nantinya jika ditanya mereka. 

***

Sampai disebuah rumah sakit bagian khusus ibu dan anak. Mereka tidak harus menunggu lama karena sebelumnya sudah membuat janji dengan Dokter Anin yang kebetulan teman akrab ibu Lisa sendiri.

"Ibu Noza, silahkan masuk!" Seorang perawat memanggil namanya. 

"Iya sus." Jawab Noza langsung berdiri. Lintang ikut mengekor masuk menemani ke ruang periksa. 

"Wah.. Selamat datang, ini sedari tadi mama kalian sudah menunggu-nunggu hasil pemeriksaan." Ujar Dokter Anin yang terdengar cukup akrab dengan mertuanya. 

"Iya Dok, bilang saja anaknya yang tampan ini sudah datang." Jawab Lintang percaya diri. 

Dokter Anin hanya menimpali dengan senyuman. Sleanjutnya lekas melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap Noza. 

"Tekanan darahnya agak tinggi ya, ini Noza kecapean atau gimana?" 

"Sepertinya iya dok." Jawab Noza yang belakangan sering mengalami stress dan banyak tekanan.

"Pak Lintang istrinya lebih diperhatikan lagi, pak! Coba kita USG ya, sudah sebesar apa buah cinta kalian."

Rasanya Noza kurang sreg mendengar kata-kata dokter yang mungkin terdengar sangat biasa untuk pasangan normal lainnya. Namun, untuk Noza sendiri entah mengapa merasa risih di pendengarannya. 

"Rileks saja dek Noza, kehamilan sembilan minggu ya, dia masih sangat kecil. Di kantung sini terlihat jelas ya ada makhluk yang bakal menjadi generasi penerus kalian."

"Calon bapak bisa perhatikan pak, silahkan lihat monitor ya bapak. Kepala bayinya ini. Hidungnya sudah mulai berkembang. Kulit di mata juga mulai membentuk kelopal mata, jelas ya. InsyaAllah calon anak kalian sehat." Jelas Dokter Anin cukup detail.

LIntang yang awalnya biasa saja tergerak hatinya untuk menyimak. Seketika ia merasa takjub melihat calon anaknya yang tumbuh besar di rahim istrinya. 

"Ini Vitaminnya ibu Noza, jaga kesehatan dan kelola stress dengan baik. Istrinya lebih diperhatikan lagi pak, dia kecapean!" Tegur dokter Anin memberikan wejangan. 

"Siap dok." Jawab Lintang mengiyakan. Keduanya keluar dari ruang pemeriksaan. 

Lintang melirik pergerakan Noza yang terus berjalan. 

"Za, maaf, gue tidak bisa nganter lo pulang, bisa pulang sendiri kan? Banyak taksi, gue ada urusan. Jangan ngadu ke mama kalau gue nggak nganter lo pulang." Pamit Lintang bergegas pergi. 

"Iya." Jawab Noza datar tidak ambil pusing. Dia bisa pulang sendiri tanpa pria itu, malah Noza merasa lega tidak harus bersama dengan Lintang lagi. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang