Bab. 37

312 12 0
                                    

Karena harus merawat pemulihan ibunya dirumah. Noza memutuskan untuk tidak pulang ke kosan dulu. Bu Lisa malah menyarankan untuk tinggal dirumah utama. Namun, Noza menolaknya dengan lembut. Seandainya sudah mempunyai finansial yang cukup, jujur Noza ingin membawa ibunya pergi dari rumah itu. Namun, ia tahan-tahan sendiri. Entah sampai kapan semua terealisasi. 

"Za, apa perlu barang-barang kamu bawa pulang saja, daripada bolak-balik." Ujar bu Lisa merasa ada hikmah dibalik semua kejadian ini. 

"Tidak usah ma, nanti saja." Tolak Noza masih berkeinginan untuk kembali ke kost. 

"Aku balik dulu ya, udah sore mau mandi." Lintang yang ikut gabung denga para perempuan itu berlalu pergi. 

Pria itu beranjak ke rumahnya yang diikuti bu Lisa, dan masih mendapati pandangan tak ramah dari ibunya. 

"Ma, mama mau sampai kapan diamin Lintang. Mama nggak boleh menghakimi Lintang, apa yang mama lihat memang benar. Lintang mempunya perempuan yang selama ini memenuhi hati Lintang."

"Mama kecewa sama kamu Lintang. Tanggung jawabmu penuh kamuflase belaka. Sekarang, mama tidak akan memaksa lagi, yang jelas restumu sampai kapanpun tidak akan mama beri jika menyakiti perempuan yang berjuang mempertahankan cucu mama." Ucapnya tegas. 

"Jangan terlalu kejam, ma, Kami saling mencintai. Tidak mudah bagiku untuk tiba-tiba berpaling, lalu memutus perasaanku untuk mencintai orang lain. Aku mohon mama ngerti." Ucap Lintang penuh pembelaan. 

"Kalau kamu masih berhubungan dengan pacar kamu. Mama akan mendukung keinginan Noza untuk bercerai. Untuk apa mempertahankan orang yang tidak mau menghargai. Namun, jangan salahkan mama kalau restumu tidak akan pernah kamu dapat."

"Mama melepaskan atau mengancam? Seharusnya mama tahu, sesuatu yang dipaksa itu tidak akan baik. Lintang akan bertanggung jawab untuk anak itu. Bahkan, kalau nanti Noza tidak menginginkan, biar Lintang yang merawatnya dengan istri Lintang. Aku yakin pilihan Lintang juga mau menerima anak itu jika tahu anakku." 

"Cara berpikirmu membuat mama sedih, Lintang. Kamu mendekat hanya karena anak itu dan rasa tanggung jawab. Terserah dirimu saja, jangan salahkan kaau nanti semua berbalik padamu. Termasuk cinta Noza untuk orang lain yang siap menunggu." Kata mama Lisa sejenak membuat Lintang terdiam. 

"Mana ada yang mau sama dia, ma, mama ini suka berlebihan." Ujar pria itu masih memandang sebelah mata. 

"Kamu terlalu memandang randah orang Lintang, amma benar-benar tidak paham. Kasihan sekali Noza harus terikat orang sepertimu." Ucap Bu Lisa sedih. 

"Maaf ma, Lintang punya pilihan sendiri. Masalah hati sulit untuk diungkit, apalagi dinegosiasi." Jawabnya sambil berlalu. 

Berharap kehidupan putra dan menantunya membaik. Namun, sepertinya akan sulit diraih. Karena hati Lintang benar-benar tertutup untuk cinta yang lain. Bu Lisa merasa kasihan dengan Noza yang notabene adalah seorang korban. Sekarang dia mempunyai alasan, dan tidak akan lagi memaksa gadis itu untuk bertahan jika hanya akan membuatnya sakit. 

***

Lintang galau antara ingin tidur dikamarnya atau pergi ke rumah belakang menghampiri istri dan calon anaknya. Jujur, Lintang malas menjumpai pagi dengan segala darama mual dan muntah. Terlebih, besok ia harus ke kampus. 

"Lintang! Kamu mau kemana?" Tanya bu Lisa mendapati putranya memboyong selimut. 

"Mau... Jenguk bu Maryam, ma, iya, takut kenapa-napa. Butuh sesuatu, kasihan, Noza kan sedang hamil." Jawab Lintang membuat bu Lisa tak mengerti. 

Bu Lisa membiarkan saja kedekatan mereka terbangun tanpa adanya sebuah paksaan seperti yang ayah Rangga bilang. Walaupun awalnya hanya kerena butuh, lama-lama hati mereka akan membawa jalannya sendiri. 

Lintang benar-benar mengunjungi kamar Noza, sayangnya dengan alasan yang tentu saja untuk keuntungan dirinya. Pria itu masuk tanpa permisi dan sesuka hati. Membuat Noza yang tengah bersiap tidur dikamarnya kaget seketika. 

"Hai, belum tidur?" Sapa Lintang tanpa merasa bersalah dan berdosa. 

"Lintang! Ngapain kamu disini? Tidak sopan! Keluar dari kamarku!" Usir Noza kesal. 

"Sssshhhtt... Jangan teriak-teriak, ini sudah malam. Kasihan nanti ibumu kebangun." 

"Iya, tapi kamu tidak seharusnya disini. Keluar dari kamarku!" Usir Noza kesal. 

"Aku mau nginep. Jangan khawatir, aku hanya ingin dekat dengan anak itu. Izinkan aku tidur disini, aku tidak akan macam-macam! Kita bisa saling menjaga jarak. Mari kita berdamai?" Lintang membuat penawaran. 

Perempuan itu menghela napas sepenuh dada. Dia sebenarnya lelah, ingin segera beristirahat, tetapi kehadiran Lintang benar-benar membuatnya tidak nyaman. 

"Kalau kamu tidak mau keluar, biar aku yang mengalah." Kata Noza dingin. 

"Jangan!" Seru pria itu gegas turun dari ranjang.

"Maaf, kalau kehadiranku tiba-tiba membuatmu kaget. Bikin kamu nggak nyaman dan terkesan tidak sopan. Mari kita berdamai Noza. Hanya sembilan bulan saja. Aku juga ingin dekat dengan calon anakku, tolong jangan keluar dari kamar." Kata Lintang memblokir jalan, menatap penuh permohonan. 

Noza menyorotnya lekat, kesal sekali rasanya. Namun, pada akhirnya dia berbelok menuju ranjangnya, diikuti Lintang yang kembali memakai selimutnya sendiri. Perempuan itu merebah dengan posisi memunggungi. Sementara Lintang tidur terlentang sembari menatap langit-langit kamar. 

"Za, kamu sudah tidur?" Tanya Lintang belum menemukan kantuknya. 

Noza yang sebenarnya masih terjaga tidak menyahut. Pura-pura tidur lebih tepatnya. Dia tidak ingin banyak mengobrol dengan suami kontraknya itu. Perlahan mata Noza benar-benar lelap. 

Bolak balik pria itu merubah posisi tidurnya. Tetap saja rasaya jauh berbeda dengan kamarnya. Kalau saja bukan karena dirinya butuh ketenangan di pagi hari, tentu saj apria itu ogah berlama-lama disana. 

"Duh.. Kok gerah banget sih." Gumam pria itu bangkit dari ranjang.

Lintang membuang selimutnya, masih juga terasa gerah. Kipas angin yang mengiringi malam mereka tak cukup membantu ditubuh Lintang yang terbiasa dengan fasilitas lengkap. Melirik Noza nampak anteng, membuatnya agak kesal saat melihat perempuanitu sangat nyenyak. 

"Gini amat sih hidup. disini nggak nyaman, disana pun sama." Keluh pria itu merasa nelangsa. 

Malam semakin merangkak, Lintang belum juga menemukan kantuknya. Terlihat Noza memindai posisinya. Hingga perempuan itu menghadap Lintang. Tanpa sadar Lintang menatapnya begitu lama. 

"Kamu tidur nyenyak banget, Za, nggak adil. Emangnya kamu nggak gerah ya." Gumam Lintang menatap lekat. 

"Maaf, sudah membuat hidupmu rumit." Gumam pria itu merasa bersalah. 

Tanpa sadar, pria itu membuang gulingnya. Lalu merebah tepat didepan Noza. Entahlah... Detik berlalu, ia mulai merasa nyaman. Hinga ikut terlelap menjemput mimpi. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang