"Kamu pikir aku pernah melakukan perbuatan kotor itu dengan orang lain. Kamu penjahatnya, seharusnya aku tidak harus mengandung anak dari penjahat seperti kamu."
"Aku tidak yakin, kita baru saja pertama kalu, dan itu sangat mustahil untuk menjadi bayi. Saya tidak mau menanggung apapun, apalagi bertanggung jawab menikahi dirimu."
"Kamu pikir aku sudi mengandung anakmu! Demi Allah... Lintang, aku membencimu dan semua perbuatanmu! Kenapa harus bawa aku kesini! Pergi! Aku tidak sudi melihatmu disini!" Noza hilang kesabaran.
Mengetahui fakta bahwa dirinya hamil saja sudah membuatnya stress, ditambah perundungan dirinya yang tak berkesudahan. Membuat Noza semakin muak dengan sikap Lintang.
"Balikin ponsel aku!" Noza turun dari ranjang tanpa mempedulikan selang infus yang ketarik hingga darah mengalir dari tangannya.
"Gila lo ya, duduk yang tenang! Suster tolong suster!" Lintang merasa kewalahan saat Noza berusaha mengambil ponsel dari sakunya.
petugas medis datang, menenangnkan pasien yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Lepasin Sus, saya mau handphone saya, dia merampasnya."
"Tenang Bu, tenang, darah ibu keluar banyak." Ujar petugas menenangkan. Dibantu perawat lainnya, Noza yang kembali lemah akhirnya bisa ditenangkan.
Seketika Lintang keluar dengan kesal, perkara Noza membuat hidupnya tak tenang.
"Tolong jangan menangis lagi Noza, jangan, kamu harus kuat untuk dirimu sendiri." batin gadis itu memejam merasakan betapa pahitnya hidup ini.
***
Dua hari Noza dirawat dirumah sakit penuh takanan dan ancaman dari Lintang. Ia terdiam tanpa perlawanan, bahkan pria itu tidak merasa bersalah dan berdosa memperlakukan perempuan lemah yang tengah hamil anaknya. Selama dua hari pula Lintang rajin mengirim pesan ke bu Maryam seolah-olah Noza yang tengah berkabar baik-baik saja karena belum selesai nugas.
"Sampai rumah, jangan cerita dengan siapapun! Apalagi tentang kehamilanmu! Kamu cari saja pria mana pun, atau pacar kamu buat tanggung jawab." Ucap Lintang seenak mulutnya.
Noza tidak menyahut, ia hanya diam tanpa menoleh. Hatinya membeku, tidak ada semangat untuk hidup selain untuk ibunya. Bahkan, tidak peduli sekalipun hamil, karena dia sendiri tidak menginginkan bayi itu.
"Ini tas kamu, didepan sana ada taksi, dan didalam tas ada uang buat bayar ongkos pulang, aku tidak mungkin pulang satu mobil dengamu. Awas! Jangan bicara macam-macam!" Ancam lintang menurunkan Noza begitu saja.
Perempuan itu turun dengan senang hati, dia juga tidak ada minat untuk pulang sekalipun Lintang masih memantaunya dari mobil.
"Pak jalan!" Ujar Noza menginterupsi. Dia tidak menunjukkan arah pulang, melainkan berhenti di sembarang jalan.
Pikiran Noza kacau, berjalan tanpa arah dan tujuan. Rasanya ining menghilang dari bumi tercinta yang kini tidak lagi bersahabat dengannya.
Thin thin!
"Heh! Mau mati ya, jalan tuh di pinggir, dasar stress!" Seru pengguna jalan yang merasa terganggu.
Noza tidak menyahut, berjalan lurus tanpa mau tahu siapapun di sekitar sana. Ya, dirinya lebih cocok mati, karena hidup tidak ada gunanya.
"Maafn Noza bu, Noza gagal menjadi anak yang baik, maafkan Noza yang tidak bisa membuat ibu bangga. Maaf sudah banyak merepotkan ibu." Batin Noza putus asa.
Suara mobil yang mengerem tepat di sebelah tuubuh Noza berdiri, nyaris terpentok kerena tiba-tiba saja memotong badan jalan dari arah berlawanan.
"Astaghfirullah..." Seseorang dibalik kemudi langsung turun begitu mendapati korban didepannya terjatuh.
"Maaf mbak, mbak nggak pa-pa, kenapa nyebrang jalan tidak lihat-lihat, ini sangat berbahaya." Ucap seseorang berjongkok melihat kondisi korban.
"Loh.. Noza!" Seru Raga terperangah. Gadis yang nyaris tertabrak itu malah orang yang dia kenal.
"Sshh.." Desis Noza merasakan sakit luar biasa pada perutnya.
"Perut kamu sakit? Maaf, aku izin gendong kamu ya?" Raja minta izin lebih dulu lalu mengangkat tubuh Noza masuk kemobilnya.
"Sabar ya, sebentar lagi sampi, Apa tadi sempat kena mobil?" Tanya Raga mendadak sangat khawatir melihat Noza benar-benar merasakan sakit luar biasa di perutnya. Apalagi Noza sudah diam saja dan tidak merespon.
***
Sementara Lintang sampai dirumah lebih dulu. Ia nampak santai memasuki rumahnya seperti biasa. Lintang pikir Noza sudah sampai dirumah mengingat taksi Noza jalan lebih dulu. Memang tadi tidak mengikuti, melainkan ia ada urusan lain yang lebih penting.
"Baru pulang Tang? Mama perhatikan kamu sibuk terus akhir-akhir ini. Bukannya kuliah kamu tinggal skripsi?" Tanya bu Lisa pada putra pertamanya yang akhir ini jarang dirumah.
"Iya ma, lagi banyak ngikutin acara di kampus." Jawab Lintang datar.
Sore harinya saat pak Rangga pulang, mama Lisa menanyakan perihal kegiatan kampus yang tengah berjalan. Orang penting di kampusnya itu tidak mungkin tidak tahu kegiatan apa saja yang sedang diadakan dikampus mengingat semua harus atas persetujuan dirinya.
"Event tahunan paling, tapi aku malah nggak tahu kalau Lintang ikut." Jawab pak Rangga yang tidak terlalu memusingkan kegiatan anak-anaknya.
"Lintang belakangan ini ngelayap mas, dua hari kemarin tidak pulang. Saya pusing sama satu anak ini, study nggak kelar-kelar, bikin orangtua kepikiran saja."
"Dia sudah dewasa sayang, jangan terlalu parnoan, dia tahu mana yang harus diperbuat dan didahulukan."
"Iya mas, aku paham hal itu, tapi emangnya mas nggak lihat dia tuh beda sekali dengan Raka."
Obrolan mereka berlanjut ke meja makan. Kali ini Lintang nampak hadir mengisi salah satu kursi disana. Setelah dua hari absen karena sering pulang larut malam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
General FictionAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...