Bab. 18

333 9 0
                                    

Dasar! Pemerkosa! Pembunuh! Enyah saja kau dari muka bumi ini. Pria pengecut! Tidak bertanggung jawab!

Tengah malam, Lintang bahkan sampai dihantui mimpi buruk tentang masalahnya.

"Astaghfirullah.. Ini cuma mimpi! Tidak, tidak!" Lintang terlihat kacau. Ia melihat jam dinding kamarnya baru menunjukkan jam tiga pagi. 

Mendadak perut Lintang bergejolak hebat. Lintang mual-mual dan merasa sangat tidak nyaman sekali. Ditambah kepalanya pusing, seperti tidak punya tenaga.

"Ya ampun.. Gue kenapa sih, kenapa ini eneg banget perut gue." Gerutu Lintang merasa tidak sehat.

***

Sedari pagi entah sudah berapa kali pria itu merasa mual, tetapi tidak bisa juga mengeluarkan isinya. 

"Lintang, kamu sakit?" Mama Lisa melihat putranya berwajah pucat. 

"Mual ma, eneg nggak enak badan." Jawab Lintang merasa tak berdaya. 

"Ya sudah, kamu istirahat saja. Muka kamu pucet, mau ke dokter?" Tawar bu Lisa melihat putranya bukan hanya masuk angin biasa. 

"Tidak usah ma, ini istirahat saja sembuh." Jawab Lintang lemas.

***

Siang hari sampai malam, Lintang merasa sehat. Namun, ketika bertemu pagi, Lintang akan mengalamu hal yang sama, dan itu sudah terjadi sejak tiga hari ini. Bahkan, pagi ketiga ini Lintang merasa kronis hingga membuat mama Lisa sampai memanggil dokter ke rumah. 

"Dok, saya sakit apa?" Tanya Lintang mulai bosan dengan kondisi tubuhnya yang sangat aneh. 

"Tidak ditemukan indikasi penyakit yang serius, disarankan kamu tes lab saja. Besok melakukan serangkaian medical chek up untuk memastikan." jawab dokter yang merasa heran dengan kondisi Lintang. 

Lintang mengangguk saja, menurut lebih tepatnya. Menjelang siang, dia akan merasa sehat. Hal itu malah membuat pengamatan bu Lisa dan pak Rangga menaruh curiga. Sebagai seorang yang tak awam di dunia kedokteran, tentu kedua orangtua itu mulai menyimpulkan sakit yang diderita putranya sejak tiga hari ini. 

"Kamu mengalami sindrom cauvade Lintang?!" Ucap bu Lisa tiba-tiba.

"Maksud mama apa? Aku bahkan belum diperiksa. Baru beso akan menjalani semua test itu."

"Tidak perlu, sakit kamu sudah jelas dan tidak ada obatnya. Katakan pada mama, atau mama benar-benar akan melaporkan kamu ke polisi!" Ancam bu Lisa merasa sangat kecolongan dan kecewa. 

"Ma, mama ngomong apa sih? Lintang ini sedang sakit, tolong jangan membuat Lintang makin down!"

Pak Rangga menyorot tajam putranya. Sepertinya pria itu siap membuat perhitungan untuk anak sulungnya. 

"Bagaimana bisa, papa mempunyai anak sepengecut kamu! Jujur, atau kami bahkan tidak akan peduli lagi padamu!" 

"Tapi pa!"

"Katakan Lintang! Jangan membuat papa murka!"

"Kenapa papa dan mama menuduhku seperti itu, Lintang tidak mungkin melakukan perbuatan sehina itu." Sanggah pria itu terus menyangkalnya.

"Karena semua bukti yang kami sering mangarah kuat padamu Lintang. Jangan membuat kebohongan lagi, atau kami akan benar-benar murka." Hardik pak Rangga menatapnya penuh intimidasi. 

"Bukti yang mana, pa? Lintang bahkan tidak merasa melakukan itu." Lintang terus berkelit. 

"Masih belum terlambat untuk kamu mempertanggung jawabkan semuanya, atau kamu benar-benar akan kehilangan kepercayaan kami. Bukan hanya itu, kamu juga akan kehilangan anak yang telah kamu tabur karena Noza akan menggugurkannya." Kali ini bu Lisa mulai berbicara agak lembut.

"Aku tidak peduli, itu bukan anakku." Ucap Lintang belum juga mengaku.

"Jangan jadi pengecut Lintang, apa kamu tidak sadar, sakit yang kamu alami setiap pagi ini ada hubungannya dengan kehamilan seorang perempuan?"

"Ma, seharusnya mama percaya sama Lintang." Seru pria itu masih melakukan pembelaan. 

Bu Lisa makin gemas saja, dia berjalan ke arah nakas. Lalu membuka lemari kecil dibawah sana. Ia mengambil sekumpulan testpack dan juga sebuah hijab perempuan yang Lintang simpan menjadi satu. Bu Lisa begitu paham siapa pemilik hijab itu. 

"Ini apa? Kamu masih mau menyangkalnya?!" Bu Lisa melempar ke muka putranya dengan begitu marah.

lintang terperangah tak bisa mengelak lagi. Bagaimana bisa ibunya sepaham itu sampai mengetahui benda itu tersimpan rapih di sana. 

Tentu saja tidak sulit bagi Lisa mendeteksi kecurangan sang putra. Putanya bukanlah orang yang pandai berbohong di hadapannya. Sejak melihat Noza yang begitu anti dan ketakutan terhadap Lintang, hati kecil seorang ibu itu sudah menaruh curiga. Ditambah bukti yang kuat, membuatnya yakin, Lintang terlibat dan ada hubungannya dengan kasus Noza.

"Masih tidak mau mengaku! Ini bukti yang real Lintang.. Ya Allah.. Ya Rabb.. Kenapa mama harus melahirkan anak sepertimu. Doasa apa Tuhan.."

Bu Lisa menangis tersedu. Sangat kecewa dengan perangai sang putra yang diluar dugaan. Perempuan itu masih tidak percaya sembari menangis. Sulit sekali diterima kenyataan memalukan ini. 

Sementara pemuda itu tercenung, tamat sudah riwayatnya kali ini. Tak bisa mengelak lagi, apalagi melihat ibunya menangis atas ulahnya. Membuat hatinya sakit luar biasa. 

"Maafin Lintang ma, Lintang tidak sengaja." Ucap pemuda itu bersimpuh di kaki ibunya.

Bu Lisa semakin tergugu dalam tangis. Merasa gagal mendidik putranyan. Kecewa, marah, bergemuruh menjadi satu.

"Kenapa papa harus mempunyai anak menjijikkan sepertimu! Dimana hati nuranimu! Apa kamu tidak berpikir lahir dari rahimu seorang ibu!" Pak Rangga benar-benar murka. Tanpa sadar beberapa kali memukul Lintang.


Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang