Bab. 11

396 16 0
                                    

"Ikut gue!" Ucap pria itu langsung menarik tangan Noza dengan kesal. 

"Nggak mau, lepas!" Seru Noza meronta dari cengkraman Lintang. 

"Ikut, apa susahnya sih! Lo harus jelasin sesuatu!" Lintang menatap dingin dan galak.

"Lepasin! Tolong!" Pekik Noza tidak mau mengikuti anak dari majikannya tersebut. 

"Nggak usah teriak. Gue cuma mau ngomong, diem nggak!" Tukas pria itu galak. 

"Aku nggak mau, kalau kamu maksa, aku bakalan teriak biar semua orang yang ada dirumah dengar." 

"Bener-bener ya, tukang caper, mau lo apa sih? Maksudnya apaan ngirim paket testpack ke gue? Maksudnya apa?" Tandas Lintang menatap marah. 

Noza mengehempaskan cengkraman tangan Lintang yang menahan dirinya dengan emsi.

"Sakit, lepasin, sakit!" Seru Noza hampir menangis. 

"Kalian lagi ngapain?" Tanya Bu Lisa memergoki keduanya.

"Mama, kok tumben jam segini sudah pulang. Nggak ada ma, ini Noza mau minjam buku-buku diktat, aku bilang ada di kamar. Ayo Za!" Seru Lintang mengkode dengan kepalanya. 

Tentu saja wanita itu tidak bodoh dan tidak sudi mengiyakan. 

"Nggak kok bu, ini Noza baru pulang dan mau masuk. Pamit dulu bu." Ucap Noza tersenyum ramah pada Bu Lisa. 

Pria itu mendelik tak percaya. Pintar sekali gadis itu berkamufalse. Lintang kembali ke kamar dengan begitu kesal. Jelas saja ia tidak tenang, bahkan saat disuruh bergabung untuk makan malam.

***

Paginya Lintang sengaja menghadang Noza hendak ke kampus. Pria itu sengaja menunggu diluar rumah dan agak menepi agar tidak ketahuan orang rumah. Noza yang sehari-hari tengah menunggu ojol dibuat kaget dengan keberadaan Lintang yang tiba-tiba. 

"Ikut gue masuk ke mobil!" Lintang menarik Noza lalu mendorong agar masuk ke mobilnya. 

"Nggak mau, lepasin! Apaan sih, Tang! Lepas!" Pekik Noza meronta kuat.

"Masuk, kita harus bicara! Gue nggak akan nyakitin lo!" Sentak pria itu gemas.

"Tapi mau ngapain, aku mau kuliah!" Sahut Noza tak sudi mengikuti pria berengsek itu. 

"Lintang tidak peduli, ia berlari cepat dan segera mengunci mobilnya sebelum Noza berusaha keluar. 

"Buka Lintang, buka! Aku nggak mau! Mau kamu apa sih!" Sentak Noza marah. 

Lintang tidak menggubris, ia melajukan kecepatan mobilnya dengan ugal-ugalan. Karena pria itu mengemudi dengan kecepatan tinggi membuat Noza mual-mual. 

"Berhenti Tang, tolong behenti, aku pusing!" Seru Noza dengan wajah memucat. 

Meliha itu membuat Lintang menghentikan mobilnya. Kesempatan untuk Noza keluar, dia sudah tidak tahan ingin mengeluarkan isi perutnya. Sebenarnya Lintang hanya butuh klarifikasi dan tidak pernah menghubung-hubugnkan kejadian itu dengan dirinya. 

"Nih tisu, lap tuh mulut lo, suruh siapa nggak nurut, makanya diem nurut. Apa susahnya sih! Gini kan, nyusahin aja." Omel pria itu tanpa perasaan. 

Noza tidak menyahut, ia sudah lemas dan hilang tenanga setelah perutnya merasa kosong. Kepalanya kliyengan, Noza benar-benar pusing. 

"Lo sengaja mau memanfaatkan keadaan kemarin. Jangan harap gue mau tertipu." Kata Lintang dengan nada meremehkan. 

"Lo yang ngirim testpack ini kan? Kesalahan kemarin tidak disengaj Noza, jangan berelebihan, dan jangan coba-coba memanfaatkan keadaan. Lo pikir gue mau sentuh lo, jangan mimpi terlalu tinggi, lo sama sekali bukan selera gue!" Ujar Lintang tanpa perasaan. 

"Aku baru tahu ada orang sebejat kamu, siapa juga yang sudi dengan pria sepertimu, brengsek!" Umpat Noza hilang kesabaran. Dirinya bahkan kehilangan arah dan tujuan sejak malam itu. 

"Hahaha. Sadar diri juga, bagus dong, jangan coba-coba menghubungkan kejadian malam itu dengan gue. Gue sudah berusaha membuat kesepakatan damai, dan lo yang menolaknya, itu tandanya tidak lagi ada yang perlu disesali, salah lo sendiri."

Perempuan itu hampir melawan, tetapi kepalanya yang makin berdenyut dengan tubuh lemas membuatnya tak berdaya. Sementara Lintang acuh tak acuh seakan tak peduli. Bahkan hendak meninggalkan Noza begitu saja setelah marah-marah. Namun, sebelum sempat pria itu masuk ke mobil. Noza lebih dulu ambruk tak sadarkan diri, membuat Lintang menghentikan langkahnya. 

"Nggak usah acting, gue nggak bakalan ketipu.!" Pria itu kembali berlalu masuk ke mobilnya. Lintang benar-benar menyalakan dan pergi dengan mobilnya. 

"Jangan-jangan beneran pingsan? Sial, merepotkan sekali." Lintang melihat spion dan tidak ada tanda-tanda pergerakan dari Noza. Lalu ia kembali memundurkan mobilnya.

Pria itu turun dan langsung mendekat, berjongkok sembari meraih denyut nadi perempuan itu. Noza benar-benar tidak sadarkan diri. Lintang langsung memasukkan ke mobilnya dan melarikan ke rumah sakit terdekat. 

Lintang melajukan mobilnya dengan cepat. Sampai disana dibantu tim medis dari mobil dan langsung masuk ruang IGD. Selama pemeriksaan Lintang menunggunya di luar dengan perasaan tak karuan. Apakah dirinya tadi terlalu kejam dan keterlaluan?

"Dengan keluarga pasien atas nama Noza?" 

"Iya, saya sendiri sus!" Jawab Lintang langsung berdiri menghadap dokter yang bertugas. 

"Bapak Lintang suaminya?" Tanya dokter serius. 

"Bukan, dia teman saya, katakan saja nanti saya sampaikan ke keluarganya."

"Kasihan sekali, pasien sedang hamil, harusnya dijaga kesehatannya tidak harus seperti ini. Dia hampir saja dehidrasi dan itu sangat menbahayakan kesehatan ibu dan janinnya."Seketika Lintang menjeli di tempat, apa katanya hamil? Terus anak siapa?

"Hamil dok? Berapa bulan?"

"Belum bisa dipastikan dengan benar, lebih baik saya sarankan untuk periksa ke dokter kandungan. Namun, tolong sampaikan kekeluarganya ya pak, agat menjaganya dan memperhatikan kesehatannya. Pasien sangat lemah saat ini dan butuh perawatan yang lebih."

"Siap Dok, lakukan saja pemeriksaan yang diperlukan, saya akan menghubungi keluarganya."

Lintang tidak ingin keadaan Noza diketahu keluarganya. Pria itu mengambil ponsel Noza lalu mengirimkan pesan pada bu Maryam seolah-olah itu Noza yang mengabarkan kalau hari ini ada kegiatan di luar dan harus menginap di rumah teman. Dengan begitu bu Maryam tidak akan cemas dirumah. 

Noza baru tersadar dan merasa kepalanya masih sedikit berat. Ia melihat sekeliling dengan nuansa kamar yang berbeda. Tangan kirinya berhiaskan infus, seketika ia baru paham, kalau dirinya ada dirumah sakit. 

Noza mencoba untuk bangkit mengambil duduk hendak merain tas di nakas, ia perlu ponselnya untuk mengabari ibunya. 

"Cari ini, jangan khawatir, gue sudah mengirim pesan ke ibumu, kalau kamu baik-baik saja."

"Balikin Lintang, kamu tidak berhak mengotak-atik ponselku." Noza hendak meraih dari tangannya, tetapi pria itu menjauhkannya lalu menyimpannya di saku. 

"Seharusnya kamu berterimakasih, ya karena berkat diriku ibumu tidak akan cemas. Pertama, sewa ruang rawat disini tidak garatis dan kamu harus menurut untuk menebus semuanya. Kedua, jangan bilang bayi yang kamu kandung ada hubungannya dengan diriku." 

Noza terdiam, kenapa ia harus terperangkap dengan manusia setengah gila seperti Lintang. Salah apa dirinya harus berurusan dengan pria seperti itu.

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang