Bab. 73

342 11 0
                                    

"Buk, kenapa mas Lintang belum mengembalikan Gafi ya? Ini kan sudah sore?" Noza terlihat khawatir. Perasaannya cukup campur aduk. Berharap pria itu muncul membawa Gafi. 

"Sebentar lagi mungkin. Kenapa tidak kamu telpon saja?" Ujar bu Maryam memberikan solusi. 

"Iya buk, Noza coba." Katanya dengan bimbang.

Perempuan itu mendial nomor mantan suaminya. Satu kali tersambung, tak kunjung mendapat sahutan. Hingga tiga kali deringan masih juga tak ada jawaban. Membuat perasaan Noza makin gelisah tak menentu. 

"Dia pasti marah." Gumam Noza sendu. 

Sekuat tekad hatinya, Noza langsung menyambar kontak motor dan jaketnya, lalu keluar kamar. 

"Buk, Noza jemput Gafi dulu ya, mumpung masih jam segini." Pamit Noza daripada tidak tenang. 

"Tapi sudah sore begini Za, emangnya tidak jadi di telpon?" Tanya bu Maryam agak khawatir. 

"Sudah, tapi tidak diangkat. Aku nggak tenang, Gafi kan kalau malam suka rewel, bagaimana kalau ayahnya tidak mengantar."

Noza mendadak tidak sabaran. Sejak tadi kepikiran keduanya. Mungkin nenar kata ibu, nanti pasti Gafi dikembalikan, tetapi untuk menunggu nantinya itu kenapa terasa lama sekali untuk hati yang tengah tidak baik-baik saja. 

Perempuan itu nekat menyambangi rumah mantan suaminya. 

Sementara Lintang sendiri sore itu baru menyelesaikan empat rakaat wajib yang sedikit tertinggal. Ia mendengar saat ponselnya memekik minta diraih. Namun, dirinya tengah khusyuk dengan Tuhan-nya, mengabaikan sejenak masalah dunia. 

Pria itu langsung meraih ponsel miliknya di nakas usai menutup doanya. 

"Noza? Kenapa dia telpon?" Batin Lintang bertanya, namun tak bergairah untuk menghubungi balik. 

Dipandangi gambaran dirinya kecil, Gafi memang begitu mirip dengannya. Mungkin ini cara Tuhan menyadarkannya karena dulu sempat tidak mengakui. 

"Maafkan papa sayang." Ucap Lintang memandangi bocah kecil itu, lalu mendekapnya penuh perasaan. 

Suara ketukan pintu yang terdengar dari luar. Membuat Lintang cepat-cepat menyusut air matanya. 

"Tang, kamu tidur? Ada Noza diluat, dia mau jemput Gafi." Kata bu Lisa masuk setelah mengetuk pintu.

"Nggak kok ma, cuma rebahan aja. Gafi lagi tidur, bilang aja nanti setelah abngun aku antar ke rumah. Kalau boleh biar nginep disini." Sahut Lintang datar. 

"Kamu yakin tidak mau keluar. Dia sudah menyempatkan datang kesini." Ucap bu Lisa mencoba membujuk. 

"Yakin, ma." Jawab Lintang mencoba abai dan menguatkan hatinya. 

Bu Lisa menghela napas berat. Keluat dengan langkah gontai. Menemui Noza kembali yang tengah menanti diruang tamu. 

"Ma, Gafi-nya mana?" Tanya Noza memanjangkan lehernya mencari putranya. 

"Gafi masih tidur Za, kamu mau nunggu sampai bangun dulu? Kasihan kalau dibangunin, nanti malah rewel." 

"Boboknya belum lama ya ma? Memangnya mas Lintang kemana?" Tanya Noza resah gelisah. 

"Dia nemenin tidur di kamar, kamu mau lihat, masuk saja, atau mau nunggu juga boleh."

Noza galau, sebenarnya ingin sekali membangunkan putranya lalu mengajaknya pulang. Namun, masuk ke kamar pria itu bukanlah solusi. 

"Noza nungguin bentar ya ma, nanti kalau sampai maghrib belum bangun, tolong di bangunin aja ma."

"Iya, boleh, nak." Jawab bu Lisa menemani Noza. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang