Bab. 62

351 11 0
                                    

Hari berganti hari, hati Lintang makin gelisah. Sampai bertemu dengan hari dimana keduanya harus datang mediasi yang pertama di pengadilan agama. Noza masih dengan tekadnya yang bulat untuk tetap melanjutkan gugatan itu. 

Keduanya masuk kedalam ruangan untuk memenuhi panggilan sidang yang pertama. Lintang ditemani kuasa hukumnya, dan Noza dengan keluarga dan juga kuasa hukumnya. Perempuan itu mengajukan gugatan cerai sekaligus hak asuh anak kepada pengadilan agama setempat. 

Mediasi berlangsung alot, Lintang yang tetap dengan keputusannya, sementara Noza juga sama dengan keputusannya. Perkara itu dilalui memakan waktu yang tidak sebentar. Sampai pada panggilan yang kedua ketiga bahkan diahari yang mana ditunggu-tunggu. 

Waktu, tenaga, materi, menjadi saksi peliknya permasalahan mereka. Rumitnya hubungan mereka tak mendapatkan titik temu. Sampa palu hakim mengabulkan gugatan Noza. Hingga membuat Lintang begitu terpukul atas keputusan itu. 

"Kini, kamu telah bebas dariku. Talakku telah jatuh padamu. Hal yang paling aku inginkan dulu, sekarang terasa begitu menyakitkan untukku." Batin Lintang menatap Noza diruang sidang setelah keduanya dinyatakan sah bercerai siang itu. 

Langkah kakinya berat keluar meninggalkan ruangan itu. Seakan dunia tak lagi bersahabat dengannya. Mungkin ini penyesalan terdalam seorang Lintang, yang bermain-main dengan sakralnya pernikahan. 

"Kuharap tidak ada kebencian diantara kita berdua. Biarkan status kita kini telah berbeda, aku harap kamu bahagia setelahnya, mas. Gafi tetap anak kita sampai kapanpun." Batin Noza sendu.

Bagaimanapun perpisahan tetap menyisakan luka. Tidak ada satu orang pun yang mau gagal dalam membina rumah tangga. 

"Maafkan Lintang, buk, ini keputusan Noza, Lintang masih berharap suatu saat nanti ada keajaiban untuk hubungan ini." Usai persidangan Lintang menemui bu Maryam, ia bersimpuh memohon maaf atas kesalahan terhadap putrinya. 

"Jangan begini Lintang, maafkan ibu juga yang tidak bisa berbuat banyak. Smeoga kami ikhlas, nak, dengan takdir ini. Semoga Allah melapangkan hatimu untuk tetap tegas menjalani hari. Ibu tetap menganggapmu sebagai anak, kamu bisa datang kepanpun. Ada Gafi yang selalu menantimu." Ucap bu Maryam sendu. 

"Iya, terimakasih buk." Ucap Lintang dengan mata basah. 

Baik Lintang dan juga Noza, merasakan sakit dengan porsi hatinya masing-masing. Jalan yang mereka lalui tidak lagi sama.

"Maafkan Noza, ma, maaf untuk semua hal yang pernah Noza lewati. Terimakasih untuk mama sekeluarga telah memberikan banyak hal untuk Noza dan juga ibu. Maaf." Ucap Noza menghaturkan permohonan maaf mendalam kepada ibu mertuanya yang terlihat begitu sedih. 

"Tolong jangan menutup akses untuk Gafi. Biarkan Lintang tetap menemuinya, dia sangat terpukul dengan keputusan hari ini." Ucap bu Lisa sendi, merasakan sesak yang sama. 

Walaupun mereka berhubungan baik, tetap saja keputusan itu membuat bu Lisa merasa begitu kecewa. Namun, ia harus tetap tegar demi putranya yang saat ini lebih membutuhkan dukungan penuh darinya. 

"Ayo kita pulang, nak." Ajak bu Lisa pada Lintang yang masih termenung diluar ruangan. 

Lintang mengangguk dengan sendu, berjalan melewati paving block yang terasa berat. tak bisa disembunyikan, kesedihan di wajahnya begitu terbaca. 

***

Sore begitu biru dan dingin oleh gerimis hujan. Pikiran Lintang menerawang ke hamparan mimpi di masa kemarin yang kini hanyalah tinggal kenangan. Masa yang membuatnya begitu menggebu ingin tetap mempertahankan ikatan itu, walau pada akhirnya tetap terlepas dengan banyaknya kepedihan yang masih begitu membekas. 

"Kamu yakin dengan keputusanmu, nak? Mam akan mendoakan, semoga apapun itu dimudahkan dan dilancarkan Allah." Ucap bu Lisa mengenai keinginan putra sulungnya itu. 

"Amiiin... Lintang yakin ma. Daripada dirumah kepikiran terus, mungkin dengan begini, Lintang akan sedikit menyamarkan perasaan Lintang." Jawabnya serius. 

"kalau sudah yakin, lakukan nak. Sebelum berangkat, temun dulu anakmu, Gafi pasti akan sangat merindukanmu nanti." Ujar bu Lisa bijak.

"Iya ma, besok." Jawabnya lemah. 

***

Sementara Noza, pasca perceraian itu, ia seperti terlepas dari sisi yang selama ini membelenggu. Bebas melangkah tanpa ada yang menahannya lagi. 

"Za, ada tamu, temui di depan." Seru bu Maryam.

"Siapa buk?" Tanya Noza yang tengah memotong buah dan bergegas mencuci tangannya. 

Noza beranjak keruang tamu. Ia menemukan seorang gadis tengah duduk menunggu. 

"Anzel!" Panggil wanita berhijab terkejut lalu menghampiri. 

"Noza, apa kabar?" Tanya perempuan itu langsung berdiri.

"Baik." Jawabnya datar dan meraih uluran tangan Anzel.

"Syukurlah... sebenarnya kedatangan aku kemari tanpa alasan. Hanya ingin mengungkapkan rasa kecewaku yang mendalam." Ucap Anzel menghela napas cepat. 

Noza masih belum paham arah tujuan gadis itu datang. 

"Juju aku speechless,  kecewa dan tidak percaya. Kenapa kamu meminta cerai dari pria yang telah memilihmu. Bahkan diluar sana banyak perempuan yang ingin menggantikan posisimu, Noza." Kata Anzel setengah protes.

"Kenapa kamu menanyakan itu, kak? Semua sudah berakhir, bukankah itu kabar baik untukmu. Kamu bisa kembali dengan cintamu yang dulu." Jawab Noza tenang. 

Tak pernah bermaksud berselisih paham. Andai saja Lintang memilih kembali dengan perempuan didepannya. Noza juga tidak merasa keberatan, apalagi sekarang mereka tidak ada ikatan. 

"Apa alasanmu meminta pisah. Bukankah kalian mempunya anak, bahkan Lintang rela ninggalin aku hanya demi kamu dan anak kalian." Ucap Anzel cukup penasaran. 

"Biarlah menjadi urusanku saja, semua sudah berlalu, tolong jangan ungkit lagi." Noza hanya ingin tenang. 

Noza ingin memulihkan hatinya dulu tanpa bayangan masa lalu. Walaupun menjadi ibu tunggal itu berat. Dia merasa lebih tenang berjalan dengan status barunya. 

Sepeninggal Anzel pamit, Noza kembali dengan aktivitasnya tadi. Hidupnya sekarang hanya seputar Gafi, fokus untuk kuliah kembali, dan membantu ibu. Dia sadar betul sekarang ada yang harus diurus,  diberikan kehidupan yang layak. Gafi adalah harta Noza yang paling berharga dan prioritas utama hidupnya saat ini. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang