Bab. 71

343 11 0
                                    

"Aku mau ngomong penting sebelum berangkat kerja. Kamu anterin Gafi turun dulu, aku tunggu di mobil." Ucap Lintang pada Noza yang pagi itu mereka mengantar sang putra ke sekolah. 

Noza mengangguk, perempuan itu turun setelah anak dan bapak itu saling berpamitan. 

"Cium dulu, sini belum yang kanan." Lintang menunjuk pipi kanannya dan Gafi menuruti ayahnya. 

"Dada papa!" Seru Gafi melambaikan tangan kanannya sembari berjalan dengan ibunya. 

"Selamat belajar, nanti tunggu mama jemput ya." Pesan Noza lalu beranjak setelah Gafi berbaur dengan anak-anak lainnya. 

Noza langsung kembali menuju mobil mantan suaminya. Lintang yang memang menatikan moment berdua langsung melajukan mobilnya. 

"Kita mau kemana?" Tanya Noza setelah mobil membaur di jalanan. 

"Membawamu ke KUA." Jaswab Lintang terdengar serius. 

"Mas, jangan bercanda. Aku bahkan belum bilang sama ibuk." Jawab Noza mendadak gugup dan cemas. 

"Kamunya lama, kan bikin aku gemes."

"Dalam mingu ini ya.." Jawab Noza cepat.

"Oke, aku tunggu dengan sabar." Lintang melajukan mobilnya ke arah yang Noza tidak pernah lalui. 

"Kita mau kemana? Bukannya kamu haru ke kantor? Aku pulang aja." Kta Noza tidak mau merepotkan. 

Lintang sengaja menepikan mobilnya di suatu tempat. Tempat terbuka, pinggiran kota dimana banyak orang berlalu lalang tengah melakukan aktivitas pagi. Lintang sengaja mengambil duduk disalah satu bangku taman. 

"Sebenarnya aku ingin ngomong serius berdua, Tentang kita." Kadang ada kesempatan, tapi banyak gangguan. 

"Mau ngomong apa, mas?" Tanya Noza mendadak deg degan.

"Perihal permintaan aku untuk mengkhitbahmu. Aku sudah bilang ke ibu, meminta langsung pada beliau. Apa sebenarnya yang membuat kamu ragu? Apakah ada pria lain di hatimu? Kejujuranmu penting agar aku tahu."

"Aku hanya tidak ingin terburu-buru. Tidak ada pria manapun. Aku hanya masih asyik sendiri."

"Bagaimana dengan Gafi? Bukankah tidak baik juga menunda-nunda niat baik itu. Utarakan semua keraguanmu, Za." Lintang menatapnya begitu lekat. 

"Kenapa? Apa kamu masih takut di dekatku?" Tanya Lintang khawatir mengingat trauma Noza saat mereka hanya berdua.

Wajah Noza menyiratkan kebimbangan. Dia kadang merasa nyaman, tetapi juga merasa takut. 

"Za, jangan diam aja. Kamu membuat aku bingung. Coba kamu sentuh tangan aku." Lintang membuka telapak tangannya agar perempuan itu tidak ketakuan. 

Noza menatap dengan ragu, mungkin memang dia sudah berhasil melawan rasa takut itu. Namun, entah mengapa kebimbangan masih menyelimuti hatinya yang merasa ragu. 

"Beri aku waktu, sampai minggu ini." Jawabnya mempertimbangkan semuanya. 

"Oke, jangan menatapku begitu. Hatiku sakit kalau kamu bersikap dingin begitu."

Keduanya menghabiskan pagi berdua dengan perbincangan panjang yang masih ambigu. Setidaknya Lintang ingin membangun lebih banyak chemostry saat berdua. 

***

Sejak hari itu, kedekatan keduanya sangat terjaga. Lintang dan Gafi juga semakin akrab dan dekat satu sama lain. Tentu saja itu menjadi pertimbangan yang besar untuknya. 

"Istikharah Za, ibu tahu ini keputusan yang tidak mudah." Nasehat bu Maryam mengingatkan putrinya. 

"Iya buk." Jawab Noza malam itu benar-benar meminta petunjuk pada sang  Pemberi Kehidupan tentang kegalauan hatinya. Perempuan itu duduk terpekur mengangkat kedua tangannya. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang