Bab. 60

408 10 0
                                    

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Satu purnama telah berlalu, tak ada kejelasan tentang hubungan mereka yang masih datar dan hambar. 

Keputusan Noza yang dianggap sepihak, tak mampu membuat Lintang bergerak cepat mengakhirinya. Membuat perempuan itu sudah mendapatkan kejelasan pastinya. Seakan perempuan itu sudah yakin dan sangat mantap dengan keputusannya. 

Hinggak sore itu, Lintang dibuat shock dengan kedatangan surat dari pengadilan agama. Noza yang belakangan terlihat sedikit berdamai pun, nyatanya benar-benar membuat keputusan yang amat disayangkan. 

"Ini maksudnya apa, ma?" Tanya Lintang saat mamanya memberikan amplop coklat dari pengadilan agama. 

"Dia benar-benar melakukannya. Aku pikir sebulan ini hubungan kami akan membaik, tapi ternyata itu hanya kamuflase belaka." Ucap Lintang begitu kecewa. 

Hidup lagi capek-capeknya habis pulang kerja, malah mendapatkan kabar tak terduga seperti itu. Hatinya benar-benar kesal dan sakit. 

"Lintang harus kesana sekarang." Ucap pria itu bergegas. 

"Hati-hati di jalan! Mama mohon, jangan ada pertengkaran. Masih ada mediasi, kamu bisa menyiapkannya nanti." Pesan bu Lisa pada putranya yang terlihat tidak baik-baik saja.

***

"Bu, Noza mana?" Tanya Lintang turun dari mobilnya. 

"Didalam, masuk saja Tanga." Jawan bu Maryam selalu terbuka seperti biasa. 

Lintang masuk mencari istrinya. Pria itu sudah tidak sabar ingin segera menanyakan surat terkait. 

"Ini maksudnya apa, Za?" Tanya Lintang tak bisa bersabar lagi kali ini. 

"Apa surat dari pengadilan sudah sampai? Seperti keputusan aku, mas, biarkan kita berjalan dengan status yang baru."

"Kenapa? Apa permintaan aku begitu sulit. Kenapa sih hati kamu begitu keras, kamu tidak sayang dengan Gafi? Atau ingin cepat terbebas dariku karena ada pria lain?" tandas Lintang sedikit emosi. 

"Maaf mas, aku tidak ingin berdebat, datang saja sesuai tanggal undangan." Kata Noza dingin. 

"Kalau kamu tetap dengan keputusanmu, aku akan mengambil hak asuh Gafi darimu!" Ucap Lintang merasa begitu frustasi. 

"Kamu tidak bisa melakukannya mas, atau aku akan membencimu seumur hidupku." Desis Noza tak gentar. 

"Tapi aku berhak ats Gafi juga, kenapa kamu tidak berpikir untuk masa depannya nanti."

"Kenapa? Karena aku cuma seorang anak pembantu, jadi tidak mampu menghidupinya, iya? Jangan sombong, rezeki itu punya Allah. Selama ini kamu selalu merendahkan status kamu."

"Bukan itu begitu, Noza. Oke, aku minta maaf. Anggap saja demi Gafi kita melakukan semua itu. Seharusnya kamu bisa sedikit menurunkan egomu untuk tidak mengambil keputusanmu sendiri." Ucap Lintang setengah putus asa.

Gafi tiba-tiba menangis mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Membuat Noza langsung mendekat dan menenangkan. Hening untuk beberapa saat, Gafi juga sudah terdiam dalam timangan ibunya setelah diberi susu. 

"Berikan Gafi padaku." Kata Lintang serius. 

"Maksud kamu? Dia baru saja lelap, biarkan dia tidur kembali."

"Aku akan membawanya pulang. Aku juga berhak atas Gafi, kalau kamu tetap dengan pendirianmu, aku juga tidak mau berpisah dengan Gafi."

"Apaan sih mas, dia msaih ASI, masih sangat butuh aku, kamu tidak brhak memisahkan aku dengan Gafi, jangan bawa Gafi, mas!" Seru Noza tak membiarkan bayi mungilnya dibawa.

"Aku memang tidak punya ASI, tapi aku punya cinta dan kasih sayang yang banyak untuknya. Jangan pernah memisahkan aku darinya. Sebulan lebih aku bersabar, sekarang biarkan aku membawanya."

"Nggak, balikin! Kamu nggak boleh bawa Gafi! Balikin mas!" Noza histeris di kamarnya saat Lintang benar-benar merebut Gafi dari tangannya. 

"Janga bawa anakku, mas. Jangan!" Seru Noza kehilangan pegangan. 

Sepertinya pria itu sudah gelap mata hingga tetap membawa Gafi tanpa peduli jeritan Noza.

"Mbak, Noza, ada apa?" Tanya seorang tetangga menghampiri Noza yang tengah menangis di pelataran rumah tanpa adanya bu Maryam yang ternyata tengah pergi ke warung sdari tadi. 

Perempuan itu menangis nelangsa, jatuh sedalam-dalamnya. Selama ini hanya Gafi yang mampu membuat dirinya tetap tegar dan kuat dengan penuh harapan walaupun bertubi-tubi tuhan mengujinya. Kini Lintang telah membawanya pergi tanpa perasaan. 

"Noza, ada apa nak?!" Tanya bu Maryam setengah berlari melihat putrinya histeris di depan rumah. 

"Astaghfirullah... kok bisa? Apa yang terjadi sayang, ayo masuk!" Bu Maryam menenangkan putrinya. 

Noza sendiri masih menangis penuh emosional. Dia tidak menyangka Lintang senekat ini mebawa bayinya. Dia seperti kehilangan kendali dalam dirinya. Ingin marah dan melapiaskan semua yang tertahan serasa sesak didada. Menumpahkan dengan tangis sejadi-jadinya. 

"Kenapa dia nggak mau ngerti perasaan aku buk? Aku benco dia buk, aku benci, dia bawa anakku." Ucap Noza tergugu. 

"Tenang Noza, nanti kita jemput sama-sama. Jangan seperti ini, nak, Gafi pasti baik-baik saja bersama ayahnya." Bu Maryam memeluk Noza yang sesenggukan. 

Sesakit ini rasanya terpisah dengan buat hatinya. Khawatir, marah, benci, tak tahu harus melakukan apa. Cemas dan tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkannya. 

***

"Sayang, mulai sekarang kamu ikut papa ya, jangan khawatir aku akan memberikan kasih sayang yang banyak untukmu." Ucap Lintang sembari menggendong bayinya. 

Bu Lisa yang melihat putranya pulang menggendong bayi, ia tersenyum senang. Perempuan itu kira, putranya telah berdamai dan telah berbicara baik-baik. Namun, ketika tidak melihat Noza mengikuti Lintang, mendadak wanita itu khawatir. 

"Lintang, Noza mana? Kenapa kamu hanya bawa Gafi tanpa ibunya?" Tanya bu Lisa bingung. 

"Noza menyusul ma, sebentar lagi juga pasti dia datang. Lintang bawa Gafi dulu ke kamar, dia pasti senang tinggal disini." Ujar pria itu menggendongnya ke kamar. 

Wanita paruh baya itu langsung berpikir curiga dan menyusul putranya ke kamar. Membuka pintu kamar tanpa permisi. 

"Tang, jangan bilang kamu mengambil Gafi dengan cara memaksa, itu tidak benar sayang. Kamu harus menyelesaikannya dengan kepala dingin." Tegur bu Lisa merasa khawatir. 

"Lintang nggak ada pilihan, ma, Lintang nggak mau pisah dengan Gafi, Kalau Noza memang sayang, seharusnya dia mau berjuang untuk keutuhan rumah tangga kami. Dia malah kayak gini." Ucap Lintang kecewa. 

"Astaghfirullah... Seharusnya kalain bicara baik-baik. Kalau kayak gini kasiha Gafi. Dia masih full ASI." Tegur bu Lisa tak habis pikir. 

"Gafi akan baik-baik saja disini, aku akan mengurusnya sendiri." Ucap Lintang yakin. 

Bu Lisa paham bagaimana seorang wanita dan juga ibu, tahu betul tidak enaknya dipisahkan dengan buah hatinya. Sudah bisa dibayangkan betapa hancurnya hati Noza saat ini. 

  

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang