Bab. 48

517 13 0
                                        

Berhari-hari Lintang seperti kehilangan pijakan. Tiduk tak tenang, makan tak enak, berjalan seperti tanpa pijakan bumi. 

Pria itu menuju belakang, menemui bu Maryam untuk di buatkan sesuatu. Tiba-tiba dia menginginkan salad buah segar. 

"Buk, tolong buatin Lintang salad ya, antar ke taman belakang!" Titah pria itu pada bu Maryam. 

Perempuan yang merangkap sekaligus menjadi mertuanya itu mengangguk. Menyiapkan bahan seadanya yang tersimpan di lemari pendingin, lalu membawanya dimana Lintang berpesan. Terlihat menantunya itu tengah merenung seorang diri di pinggir kolam. 

"Ini mas saladnya." Ujar bu Maryam lembut. 

"Terimakasih buk." Jawab Lintang menerima mangkuk berukuran sedang dari tangan bu Maryam. 

"Buk, apa Noza sering berkabar?" Tanya Lintang saat bu Maryam hendak beranjak. 

"Iya, setiap hari." Jawab bu Maryam benar adanya. Mendadak Lintang agak kesal dan iri, kenapa tumpukan pesan darinya tak ada yang dibalas Noza. 

"Apa dia baik-baik saja?" Tanya Lintang cukup penasaran. 

"Dia baik-baik saja." Jawab bu Maryam seadanya. 

"Bu Maryam kenapa masih baik sama aku? Padahal aku penyebab anak ibu dalam kerumitan." Tanya Lintang memberanikan diri. 

"Ibuk hanya bersikap sewajarnya saja, mas Lintang yang aku kenal orang yang cukup baik. Seharusnya tetap begitu walaupun keadaan sekarang berbeda." Jawabnya lembut, berlalu kembali dengan pekerjaannya. 

Pria itu termenung sesorean, baru beranjak setelah senja menyapa. Siang berganti menyambut petang.

***

"Ma, apa wisudaku nanti boleh minta Noza datang?" Kata Lintang penuh harap.

"Terserah,  itupun kalau dia mau." Jwab bu Lisa datar. 

Lintang yang mendengar respon dari mamanya hanya seperti itu saja, membuat ia merasa kesal dan berbalik kembali kedalam kamarnya. 

Setiap hari bu Lisa selalu mendapat perkembangan menantunya dari iparnya. Tak kesulitan baginya untuk selalu mengetahui apakah menantunya itu baik-baik saja. 

Seperti halnya petang ini, setelah shalat jamaah di Masjid bersama. Noza membantu di ndalem sebab ada tamu dari luar kota. Noza juga sudah banyak akrab dengan penghuni lainnya. Seperti cucu-cucu dari bu Nyai yang sering berkunjung kesana. 

"Mbak, mbak Noza semester berapa?" Tanya ning Aisyah yang tidak lain adalah cucu dari bu Nyai. 

"Enam, Ning Ais tidak pulang?" Tanya Noza mendapati cucu pak Kyai sampai petang masih berada disana. 

"Nanti, nunggu dijemput abang. Dirumah lagi nggak ada orang. Abang pulang kerja nanti mampir." Ujar gadis itu ceria.

"Gimana rasanya tinggal di pondok, mbak? Betah?" Tanya gadis itu lagi merasa mempunyai saudara baru. 

"Alhamdulillah... Rasanya adem. InsyaAllah betah, apalagi ada ning Ais disini." Ujarnya basa-basi. 

"Saya mah sering main kesini mbak, cuma sebentar-sebentar. Ini agak lama karena dirumah nggak ada orang, ummi sana abi ada acra diluar kota. Jadi, abang mewanti-wanti agar aku nunggu ditempat abah kakung dulu."

"Abang kamu pasti sayang banget sama ning Ais."

"Sayang, tapi cerewetm posesif. Maklum belum ada yang diurusin, jadi kerjaannya ngurusin adiknya mulu."

"Itu namanya perhatian, ning, bersyukur punya abang yang perhatian."

"Dek! Disini toh rupanya. Udah mau pulang belum?" Seru Raga yang petang itu baru saja kembali dinas. 

"Hehehe. Lagi ngobrol bang sama mbak Noza. Kalau nginep boleh nggak bang, males pulang, ummi juga belum pulang." Sahut Ais yang enggan pulang malam itu. 

"Pulang aja, abang dirumah sendirian." Jawab Raga menginterupsi adiknya. 

"Bagaimana kabar kamu, Za?" Tanya Raga yang sudah hampir satu bulan ini baru bertemu lagi. 

"Alhamdulillah baik, kak, baru pulang ya?" Sahut Noza tenang. 

"Sudah malam istirahatlah... jangan diluar. Angin malam tidak baik untuk kesehatan." Ucap Raga perhatian. 

"Iya kak, sebentar lagi." Jawab Noza mengiyakan.

"Aku pulang dulu ya mbak, lusa pagi pas aku libur, tak jemput buat jalan pagi bareng. Jangan lupa kodein." Ujar Ning Ais pamit.

"Siap." Jawab Noza tersenyum ramah pada keduanya. 

Setelah kepergian abang dan adik itu, Noza beranjak ke kamarnya. Bilik persinggahan yang sudah hampir sebulan ini menemaninya. Beruntung ditempat itu banyak orang baik yang selalu menemaninya. 

[Besok jadwal check up kandungan, mama jemput ya sayang]- Mama Lisa. 

***

"Otak, ayolah tidur, dia tidak akan menjawab pesanmu. Biarkan saja mau sampai kapan Noza beriskap begitu." Batin Lintang jengkel. 

"Noza lagi apa ya? Bukannya mama bilang besok waktunya ke dokter? Aku yang jemput aja, kali ya?" Gumam pria itu bergelut dengan pikirannya. 

Gelisah, itulah yang Lintang rasakan. Tak ada satu pesan pun yang dibalas. Satu purnama berlalu tak satu pun ada komunikasi diantara keduanya. Pikirannya yang entah mau dibawa kemana. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang