Bab. 46

307 9 0
                                    

Beberapa hari hidup Noza rasanya begitu damai tidak mendengar suara laki-laki itu. Tidak melihat wujudnya. Andai bisa terus begitu, hidup Noza pasti jauh akan lebih tenang. 

"Ibu mau kepasar, kamu mau nitip apa?" Tawar bu Maryam sebelum beranjak. 

"Ikut boleh bu, Noza sumpek dirumah." Ujar Noza yang berhari-hari tertahan didalam kamar. 

"Iya, boleh sayang. Tapi ngangkot, suka lama, kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa buk, kan sama ibuk." Jawabnya lebih tenang. 

Ibu dan anak itu jalan beriringan keluar dari rumah. Berjalan normal meninggalkan halaman. Lintang yang kebeteluan pagi itu tengah di balkon kamarnya, seperti angin segar bisa melihat Noza kembali. 

Gegas Lintang keluar kamar, menyambar kunci mobil yang terdampar di meja. Ia mengeluarkan mobilnya dari garasi. Hatinya tiba-tiba tergerak ingin melakukan sesuatu agar bisa berkomunikasi dengan perempuan itu. 

"Bu, mau kepasar? Biar Lintang antar ya?" Suara klakson mobil menepi tepat disamping bu Maryam dan Noza. 

Bu Maryam tidak langsung menjawab. Dia lebih dulu meminta persetujuan Noza mau atau tidak. Nyatanya Noza menggeleng, ia lebih nyaman kepanasan dengan angkot daripada harus satu mobil dengan Lintang. 

"Maaf mas Lintang, kita ngangkot saja, nanti didepan banyak." Tolak bu Maryam sopan. 

"Tapi jalan kaki sampai depan jauh buk, biar Lintang antar saja." 

"Buk, cepetan jalannya, Noza nggak mau." Kata perempuan itu tak ingin banyak bicara dengan Lintang. 

"Iya" Jawab bu Maryam sembari menuntun tangan Noza. 

Lintang tak bisa memaksa, Noza terlihat begitu dingin. Bahkan berbicara dengannya, menatapnya saja enggan. Lintang mulai tidak nyaman, tapi ia tahan-tahan sendiri. Apalagi saat tubuhnya seperti ingin dekat. 

***

Lintang mencoba menghibur diri dengan keluar. Menghubungi Alshan untuk menemaninya. 

"Lo nggak asyik banget, nyuruh gue datang cuma diajak ngopi doang. Mending dirumah lo, gue bisa sekalian lihat Noza. Apa kabar dia ya? berhari-hari tidak muncul dikampus. WA gue juga gak dibalas. Apa Noza sehat?" Tanya Alshan ikut galau dan kepikiran juga. 

"Sehat, dia sedang sibuk dirumah, lo ngapain mikirin istri orang." Tegur Lintang nyeletuk tanpa sadar. 

"Dih... Noza, Tang, Noza, bukan istri orang. Nggak usah sensi, sepertinya gue datang aja kerumah lu deh. Bila perlu bawa apa gitu biar dia jinak."

"Jangan! Rumah gue sedang tidak kondusif, sedang tidak menerima tamu dari luar. Termasuk siapapun." 

"Benarkah? Kedua orangtua lo lagi berantem ya? Yaudah deh nanti gue nitip salam aja ke Noza."

Sebenarnya Lintang juga ingin bebas berkunjung seperti kemarin-kemarin. Namun, dia takut Noza akan menolaknya. Terlebih ketakutan melihat kemunculannya. 

"Tang! Tang! Astaga! Melamun siang-siang! Gue siram kopi juga lama-lama. Skripsi lo apa kabar?" 

"Udah kelar. Tinggal nunggu wisuda. Tapi masalahnya, gue lagi banyak masalah."

"Sama Anzel?" Tanya Alshan kepo. Lintang menggeleng. 

"Shan, lo pernah nggak buat kesalahan fatal dalam hidup lo?" Tanya Lintang mulai hidup tidak tenang. 

"Gue, apa ya? Ya paling bohongin nyokap. Cuma itu sih, dan gue cukup menyesal waktu itu sampai bikin beliau nangis." Ucap Alshan mengingat tempo dulu. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang