"Lintang! Kamu disini? Noza?" Anzel terkejut bertemu dengan Lintang bersama Noza di mall itu.
Anzel menatap keduanya secara bergantian meminta penjelasan. Apa maksudnya ini semua. Kenapa mereka bisa jalan berdua.
"Kamu bilang sibuk, kok bisa ada disini? Sama Noza lagi, maksudnya apa?" Hardik Anzel menatap penuh selidik. Tak sabar meminta penjelasan.
Lintang terpaku ditempat, ia kaget melihat Anzel benar-benar memergokinya. Tidak menyangka sore ini akan bertemu dengan kekasih hatinya ditempat yang sama.
"Kenapa diam? Jelasin Tang?!" Anzel begitu marah.
"Iya, maaf Zel, tadi aku tidak bermaksud bohong. Semua bakal aku jelasin tapi tidak disini." Kata pria itu menenangkan.
"Maksudnya? Jadi benar kalian ada hubungan? Tega banget sih kamu Tang!" Anzel sangat marah.
"Jelasin! Maksudnya apa, Tang?" Anzel mengamuk, membuat Lintang harus menenangkan.
"Tenang Anzel, tenang. Banyak orang, aku bisa jelasin semuanya." Lintang memeluk kekasinya untuk menenangkan.
Anzel meronta dengan tangis dalam pelukan. Sementara Noza terdiam sendu menatap hubungan percintaan dua sejoli itu harus dilandasi kebohongan.
Noza sendiri tidak ingin hidup rumit dalam bayang-bayang hubungan orang lain. Dia juga tidak berharap apapun dengan pernikahannya. Noza tidak mau menerima pria yang tidak mencintai dirinya, apalagi masih belum tuntas dengan masa lalunya.
"Aku minta maaf, Zel, biarku jelaskan semuanya." Bisik Lintang lirih.
Noza seperti sadar posisi, dia pun memilih berlalu dan tidak mau tahu urusan mereka berdua. Ia memilih beranjak dari tempat yang mulai banyak dikerumuni orang dengan rasa ingin tahu. Namun, saat perempuan itu melangkah, tangan kanan Lintang meraihnya. Seakan meminta tetap tinggal disana.
Noza menghentikan lagnkahnya, menoleh genggaman itu. Sebelum akhirnya tetap melanjutkan langkah meloloskan diri. Anzel masih tersedu dalam pelukan Lintang.
"Kamu bohong, kamu nggak ada waktu buat aku tapi ada banyak waktu untuk orang lain. Kenapa kamu tega, Tang. Noza kan bisa pergi dengan suaminya." Omel Anzel dalam pelukan.
Semarah apapun Anzel akan kembali tenang dengan pelukan. Itu yang selalu Lintang lakukan ke Anzel.
"Sudah tenang, tunggu di sini bentar, aku mau ngomong sama Noza dulu." Ujar Lintang meninggalkan Anzel sejenak untuk mengejar Nozal agar menunggunya.
Namun, sayang sekali perempuan itu sudah tidak terlihat, dan sekali lagi dia pasti membuat kecewa ibunya kalau tahu masalah ini.
"Ya ampun... cepet banget perginya, ngilang kemana dia?" Gumam pria itu mencari-cari Noza.
Anzel nampak masih menunggu dengan wajah merengut. Tidak peduli orang-orang berlalu lalang memperhatikan dirinya. Lintang pasti akan kembali menjemputnya.
"Ayo ikut aku!" Ajak Lintang sembari memungut paper bag belanjaan yang teronggok di lantai.
Anzel berjalan cepat mensejajarkan langkah Lintang yang cukup lebar. Membuatnya bertambah semakin kesal. Pria itu menepi, memilih tempat yang tidak terjangkau hal layak ramai.
"Kamu mau pesan apa, Zel. Pembicaraan kita bakalan panjang." Tawar Lintang mencoba tenang.
"Aku tidak mau apa-apa. Maunya cepat kamu jelasin." Ujarnya tak sabar.
Keduanya duduk tenang saling berhadapan. Pria itu lebih mengambil napas, menguatkan hati untuk memulai.
"Ada satu hal yang membuat aku terpaksa harus menikahi Noza." Kata Lintang begitu berat.
"Maksudnya? Kamu bercanda kan?" Anzel mencoba menyangkal pernyataan Lintang.
"Maaf Zel, aku serius. Aku minta ma-"
Plak!
Satu tamparan telak mendarat diwajah tampan Lintang sebelum sempat pria itu menyelesaikan perkataannya.
"Jadi selama ini kamu berkhianat? Dan bodohnya aku tidak curiga sama sekali. Apa salah aku, Tang?!!" Pekik Anzel berdiri dari duduknya.
"Aku tidak pernah berkhianat, bahkan sampai sekarang aku masih sangat mencintaimu, Anzel." Ucap Lintang sungguh-sungguh.
"Cinta kamu bilang? Kalau cinta tidak begini Lintang. Kamu bilang cinta, sementara kamu menikahi Noza. Apa benar dia hamil anak kamu?" Tandas Anzel menguatkan diri.
Pria itu mengangguk mengiyakan, membuat Anzel memejam sejenak dengan perasaan lebih hancur.
"Oke fine, semuanya sudah jelas. Hubungan kita berakhir tidak ada artinya lagi. Puas kamu, Tang!"
"Kamu hanya menikah kontrak, Zel. Aku dan Noza hanya menikah kontrak selama sembilan bulan. Setelah anak itu lahir, kita sepakat akan bercerai." Kata Lintang jujur.
"Apa? Nikah kontrak?!" Sahut Anzel begitu terkejut.
"Iya, dan aku berharap kamu nantinya mau menerima bayi itu juga."
"Lintang, kamu mikir nggak sih. Kalau kamu tidak cinta, kenapa sampai hamil. Kamu pikir mempermainkan sebuah hubungan pernikahan itu baik?"
"Aku tidak punya pilihan. Ada satu hal yang tidak bisa aku ceritakan padamu. Aku mohon kamu mengerti. Mari kita berdamai sampai beberapa bulan ini saja. Menanti anakku lahir." Rasanya Lintang tidak mungkin jujur kalau dirinya bahkan telah menodai Noza.
"Maaf Tang, apapun alasanmu, aku tidak bisa terima pengkhianatan ini. Kamu suami orang." Kata Anzel sendu.
Anzel berlari menjauh sembari menyeka air matanya dengan kasar. Sakit, hancur sekali perasaannya.
"Maafkan aku, Zel. Maaf." Gumam Lintang terduduk lesu.
***
Sementara Noza pulang denga taksi ke pesantren. Hatinya semakin memahami dan membenteng untuk tahu diri. Noza itu langsung masuk kamar, mandi, dan bersiap mengikuti kajian sore itu. Dengan menyibukkan diri, berharap apapun pikiran yang mengganjal dihatinya akan tersamar, bahkan lenyap seiring berjalannya waktu.
"Mbak Noza, ada tamu yang menunggu." Seseorang suruhan bu Nyai menemui Noza.
"Siapa mbak Kalau orang yang tadi, bilang saja saya sedang ikut pengajian." Tolak Noza tak ingin bertemu lagi dengan Lintang.
"Iya mbak, orang yang tadi. Ini saya bohong begitu mbak?"
"Bukan begitu mbak, saya sebentar lagi mau ikut kajian kok. Biarkan tamunya pulang saja." Ujar Npa tak ingin membuang waktu.
Wanitan suruhan itu menghampri bu Nyai yang tengah duduk menemani Lintang. Ia mengatakan sesuai yang diamanatkan Noza.
"Maaf bu Nyai, mbak Noza-nya tengah mengikuti majlisan." Lapor perempuan itu membuat Lintang paham akan situasinya.
"Eh, sudah berangkat? Bukannya belum dimulai?" Tanya bu Nyai.
"Tidak apa bu Nyai, Lintang pamit saja. Lintang kesini mau ngasih ini, tadi belanjaannya ketinggalan semua." Ucap Lintang sedikit kedewa.
Lintang menuju ke mobilnya dengan langkah gontai. Pikirannya dipenuhi kejadian tadi dan banyak hal yang ingin ia lakukan untuk kedepannya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya sembilan bulan
General FictionAku bernama Nozafitri Utami yang sering di panggil Noza. Kehidupan Normal yang aku jalani harus menjadi jungkir balik karena mendapatkan pelecehan dari seorang pria yang aku segani dan hormati. Banyak mimpi dan tujuan yang aku layangkan tinggi seaka...