Bab. 56

351 9 0
                                    

"Sudah dikasih nama belum, Za?" Tanya bu Lisa sembari menimang bayi kecil itu. 

"Belum, ma." jawab Noza belum kepikiran. 

"Kamu ada ide, Tang, dia sangat tampan, mau kasih nama siapa?" Tanya nenek baru itu begitu heboh. 

"Biar aku saja yang memberikannya nama." Sahut pak Rangga menyahut obrolan. 

"Siapa mas, kamu punya ide?" Tanya mama Lisa tak sabar. 

"Gafi, dia akan menjadi anak laki sholeh yang membanggakan orang tuanya nanti." Ucap pak Rangga. 

"Muhammad Gafi Hartawan." Ucap Lintang menambahkan. 

"Ya papa setuju, nama yang sangat bagus, bagaimana, Za?" Tanya ayah mertuanya meminta pendapat. 

Noza yang sedari tadi diam, ingin menyela, jika nama itu baik untuk putranya, dia tidak keberatan. Walaupun dalam hati agak kurang berkenan dengan nama keluarga yang dibawa-bawa. 

Bu Maryam langsung meraih tangan Noza untuk menenangkan. Semua akan baik-baik saja, dan biarkan mereka ikut andil dalam hari besar yang membahagiakan ini. 

"Selama ini tinggal dimana, bu?Pintu rumah kami selalu menanti kalian pulang." Ucap pak Rangga menatap keduanya secara bergantian. 

"Maaf pak Rangga, hanya sedikit berkabar, kami tinggal di tempat yang Alhamdulillah layak, tidak usah khawatir, kami baik-baik saja." Jawab bu Maryam yang tidak akan mengambil keputusan apapun.

"Syukurlah... kami hanya kepikiran, yang penting kalian sehat dan bayi ini juga sehat tanpa ada kurang suatu apapun." Jawab pria paruh baya itu bijak. 

Suasanan itu cukup ramain. Lebih didominasi obrolan nenek dan kakek baru yang terlihat sangat bahagia. 

"Sepertinya Gafi haus, dia seperti mencari sesuatu." Ujar bu Lisa mengembalikan pada ibu sang bayi. 

Noza yang baru saja latihan memberi ASI mendadak bingung dan canggung kalau harus mengASIhi didepan orang-orang walaupun tertutup hijab. 

"Biar papa keluar." Ucap pak Rangga pengertian. 

Noza masi terdiam, menatap Lintang yang ak kunjung pamit dari ruangan. 

Duh... itu orang kenapa nggak keluar juga sih! Ngeselin banget!

"Za, itu Gafi sudah kehausan." Tegur bu Lisa gemas sendiri.

"Iya ma, ini Noza masih kaku." Jawabnya dengan batin kesal. 

"Sakit?" Tanya Lintang malah mendekat. Membuat Noza tambah bingung saja. 

"Bisakah kamu keluar sebentar?" Usir Noza pada akhirnya. 

Bu Maryam dan bu Lisa bertukar pandangan. Lalu menatap Lintang, membuat pria itu mau tidak mau beranjak dari sana dengan suka rela. 

"Iya," Jawab Lintang pengertian. 

***

Lintang pergi kekantin rumah sakit untuk mencari minum. Dia merasa begitu haus. Pria itu singgah membeli minum dalam kemasan. Duduk dengan tenang menikmati minuman itu. 

"Maaf, tadi aku nggak tahu kalau kamu ada dirumah sakit. Aku pikir kamu nggak akan datang." Ucap Raga tiba-tiba muncul didekat Lintang. 

"Ku pikir kamu sengaja melakukan itu. Biarpun Noza dekat denganmu, bayi itu tetap anakku." Tandanya seakan mematahkan statement apapun. 

"Kamu dekat sebatas kewajara saja. Noza perempuan baik, pantas mendapatkan perlakuan baik. Syukurlah kalau kamu sudah mengakui bayi itu sebagai darah dagingmu. Semoga tidak lupa juga kalau Noza ibu dari anakmu." Ucap Raga cukup menohok. 

"Owh ya... aku kira Noza tidak tahu juga kalau kamu tadi ada disini. Jadi, jangan salahkan dia atas apa yang kamu lihat tadi. Bukan permintaan Noza sendiri, melainkan kasihan karena tidak ada imam yang menemani, kupikir siapapun boleh mengadzaninya. Apalagi tadi kamu juga tidak ada disana." Jelasr Raga klarifikasi.

Raga beranjak setelah berbicara secukupnya. Sementara Lintang masih tertahan disana. 

***

"Tang, kamu mau disini atau pulang. Kami pulang dulu besok baru kesini lagi." Tawar bu Lisa pada Lintang mengingat hari hampir petang.

"Disini saja ma, tolong suruh orang untuk mengambilkan ganti dan keperluanku. Aku belum mau pulang." Jawab Lintang yakin. 

"Iya, nanti mama minta tolong antarkan sopir. Baik-baik ya kalian. Nenek pulang dulu Gafi, besok kesini lagi. Cepat pulih Noza, mama pulang dulu." Pami bu Lisa diikuti pak Rangga. 

"Iya, ma." Jawab Noza tersenyum. 

Tersisa bu Maryam, Lintang, Noza dan bayinya diruangan itu. 


"Kamu sudah makan, Tang?" Tanya bu Maryam pada menantunya. "Itu ada nasi kotak disana, makan saja!" Sambung perempuan paruh baya itu menunjuk meja. 

"Nanti saja bu, Lintang belum lapar." Sahut pria itu duduk disofa tunggu.

"Ibu mau kemana?" Tanya Noza melihat pergerakan ibunya akan keluar. 

"Buang sampah, sebentar ya." Ujarnya beranjak. 

Noza mengangguk, dia hanya tidak nyaman saat berdua saja dengan Lintang. Ia setengah berbaring dengan banyak pikiran. Diantara keduanya hanya saling diam. Sebenarnya Noza ngantuk dan lelah, tapi takut kalau tiba-tiba terpejam Gafi sudah tidak ada disana. Bayangan kata-kata Lintang akan mengambil anaknya setelah lahir terus terngiang dikepalanya. 

"Kamu kalau capek istirahat saja, atau mau makan sesuatu. Piringmu masih penuh, makanan rumah sakit nggak enak ya?" Tanya Lintang. 

"Kamu kenapa tidak ikut orangtuamu pulang?" Balas Noza akhirnya mengeluarkan kata sakti itu juga. 

"Lusa, nunggu kamu pulih, kita pulang bareng-bareng." Jawab Lintang dengan percaya diri. 

Noza meraih ponselnya, lalu sengaja menghubungi ibunya. Tak disangka deringan itu terdengar diruangan itu. Ponsel bu Maryam berkelip diatas meja, membuat Noza menghela napas kasar melihatnya. 

"Kamu mau sesuatu?" Tanya Lintang menatap kegelisahan Noza.

"Nggak." Jawabnya datar. 

Tak berselang lama bu Maryam masuk. Perempuan paruh baya itu bukan hanya membuang sampah, tapi sekalian keluar membeli sesuatu. Terlihat tangan kanannya menenteng kresek yang entah apa isinya. 

"Buk, titip Gafi sebentar, aku mau ke kamar mandi." Ucap Noza sudah tidak tahan lagi. 

"Iya." Sahut bu Maryam lebih dulu mencuci tangannya. 

"Za, sini aku bantu!" Lintang langsung mendekat melihat pergerakan istrinya yang terlihat masih kaku. 

"Aku bisa jalan sendiri." Tolak perempuan itu cepat. 

Lintang ikut mengekor dengan jarak aman. Ia mendadak khawatir melihat Noza yang terlihat masih ringkih. Cukup lama Noza didalam kamar mandi, membuat Lintang cemas dan bertanya-tanya. 

"Buk, Noza kenapa lama sekali didalam? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Lintang khawatir. 

Bu Maryam baru ingin mengetuk ketika pintu kamar mandi itu terbuka. 

"Kenapa bu?" Tanya Noza mengamati gerakan ibunya. 

"Kamu nggak apa-apa? Lama banget, apa darah yang keluar masih banyak?" Tanya Bu Maryam memastikan.

Noza mengangguk, dia merasa lemas. Bejalan pelan menuju ranjang. 

Melihat itu, Lintang tergerak sendiri, walau ragu, kali ini memberanikan diri membantunya. Pria itu memapah istrinya sampai ke ranjang. 

Noza tidak ada tenaga menolak, tubuhnya terasa lemas dan sedikit keliyengan. 


Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang