Bab. 5

533 17 0
                                    

"Turun dulu ya, sudah maghrib, nggak baik jalan terus." Pria itu menepikan mobilnya. 

Noza ikut turun, berjalan sebelah kiri lalu masuk di bagian putri setelah mengambil wudhu. Sepintas gersang hati sirna mendapat kultum petang ini usai menunaikan tiga rakaat wajib tepat waktu. 

"Maafkan aku ya Rabb, hamba yang banyak dosa dan putus asa." Batin Noza seakan mempunyai asa kembali setelah menghayati kata demi kata motivasi kehidupan.

"Berdoanya lama, banyak mintanya ya?" Seloroh Raga begitu mendapati Noza keluar dan mendekati mobilnya. 

"Baru tahu kalau ada orang sekepo ini." Gadis itu memberikan senyum tipisnya.

"Hahaha. Kepo is my possion, ayo pulang!" Pria itu berniat mengantar gadis yang baru saja di kenalnya. 

"Terimakasih banyak, cukup sampai di sini saja. Aku akan pulang dengan taksi." Baru juga kenal Noza merasa sungkan dan tidak mau merepotkan. 

"Mana taksinya? ini beneran apa boongan?" 

"Beneran, ini udah pesan taksi, kamu boleh melanjutkan perjalananmu."

"Ngomongnya udah kaya musafir aja, melanjutkan perjalanan, berasa jauh." Ujar pria itu selalu asyik.

Bertemu dengan orang baru dengan karakter yang unik tetapi religius membuat Noza yang tengah dirundung duka menjadi sedikit terhibur. Ternyata masih ada orang baik di sekitarnya.

"Emang bener kan? Mau lanjutin pulang?" Kata Noza benar adanya. 

"Iya. Tapi biar akunya tenang. Nunggu taksi kamu datang ya, takutnya lama datangnya, ini sudah malam."

"Terimakasih, tapi emang kamu nggak sibuk, bukannya anak koas itu biasanya super sibuk ya?" Tebak Noza menurut sepengetahuannya. 

"Alhamdulillah sibuk, tadi shiff pagi, makanya sore udah pulang. Kamu sekolah kuliah atau kerja?" 

"Kuliah, eh ya itu sepertinya pesanan taksi aku datang. Duluan ya." Pamit Noza mengangguk ramah. 

"Hati-hati.. Jika Tuhan kita berkehendak, pasti bertemu lagi." Raga balas tersenyum teduh.

"Terimakasih orang  baik, semoga harimu menyenangkan." Batin Noza dibalik kaca mobil menatap Raga. 

Gadis itu sampai di rumah selepas isya. Hal yang jarang sekali Noza lakukan. Biasanya ia akan pulang tepat waktu, bila izin keluar mentok sebelum maghrib sudah sampai dirumah. 

"Tampangnya sok lugu, setiap malam keluyuran, gadis aneh." Lintang melihat Niza yang baru pulang. Ia memperhatikan gadis berhijab itu sampai menghilang dari pandangan. 

"Mas Lintang, ditunggu ibu sama bapak makan malam!" Suara ketukan dan panggilan di balik pintu menyudahi tatapanya yang terus mengintai gadis itu. 

"Iya mbok, makasih." Jawab Lintang lalu keluar. 

***

Sementara bu Maryam sibuk menyiapkan menu ke meja makan. 

"Noza sudah sembuh, mbok?" Tanya bu Lisa belum mengetahui kebarnya lagi. 

"Sudah bu, sudah mulai masuk kuliah." Jawab bu Maryam. 

"Syukurlah.. Kasihan sekali sakit. Sebenarnya ingin ngasih job." Ujar bu Lisa merekomendasikan Noza sebagai brad ambassador di klinik kecantikannya. 

"Kaya nggak ada orang lain aja ma, nggak kuat bayar?" Lingga mencibir. 

"Banyak, tapi yang cantik dan sholehah kaya Noza tuh langka. Mama tuh seneng banget, Noza itu cantik dan sangat menjual, cocok jadi brand di klinik mama." Jawab bu Lisa yakin. 

"Emangnya dia udah mau? Kalau nggak mau di paksa terus ma." Pak Rangga memperingatkan. 

"Lagi usaha mas, makanya besok aku mau ajak dia main-main ke klinik. Semoga dia mau." Ungkap bu Lisa penuh harap. 

"Tang, besok mama minta tolong ya, jemput Noza pulang kuliah sekalian kamu pulang." 

"Nggak bisa gitu ma, dia pulang jam berapa aku juga nggak tahu. Kita beda jurusan dan fakultas." Tolak Lintang jelas tidak mau. 

"Ya ampun.. Kok ribet sih, tinggal di tanya, ditelpon kan bisa. Pokoknya kamu besok harus bantu mama bawa Noza ke hadapan mama, ini perintah, nggak ada tawar menawar." 

"Mama apaan sih! Suruh aja pakai taksi online kan bisa!" 

"Tang!" Pak Rangga memperingatkan putranya. Ia paling tidak suka ribut-ribut. 

"Iya, iya, besok Lintang usahain. Nyusahin mulu tuh cewek." Gumam Lintang tidak ada pilihan. 

***

Gadis itu bisa melenggang pagi ini dengan damai karena tidak bertemu dengan laki-laki yang sangat ia hindari. Namun, nampaknya itu tidak berlaku untuk siang harinya. Karena tanpa diduga Lintang benar-benar menuruti perkataan ibunya. 

"Ikut gue!" Lintang menghadang Noza yang baru keluar dari toilet. 

Noza yang terkejut dengan kehadiran Lintang, ia langsung berteriak ketakutan. 

"Shit! Nggak usah teriak! Cepetan masuk mobil gue, jangan sampai ada yang lihat." 

"Nggak mau, ngapain maksa! Jangan sentuh!" Noza menepis tangan Lintang yang menariknya. 

"Apaan sih, nggak usah bawel, lagian siapa juga yang mau ngajakin lo kalau bukan karena mama yang nyuruh. Nggak usah berpikir macam-macam!" Sentak Lintang merasa repot. 

"Aku nggak mau, aku bisa pulang sendiri." Noza tiba-tiba merasa sangat takut di dekat Lintang. 

"Pergi!" Noza menatap dengan amarah. 

"Ya ampun.. Labil banget sih, ini gue telponin mama kalau nggak percaya." Pria itu mencoba menghubungi ibunya. 

"Ma, ini Noza udah sama Lintang, sebentar lagi otw." Pria itu menghadapkan kamersa ponselnya pada Noza. 

Gadis itu mengangguk dengan senyuman saat dengan jelas bu Lisa menyapanya. Kemudian Lintang menutup panggilannya. 

"Udah yakin kan? Gue nggak bohong, ayo ikut!" Ajak pria itu berjalan mendahului.


Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang