Bab. 9

351 14 0
                                    

Paginya Noza kembali merasa mual. Sampai-sampai di kamar mandi membuat geger bu Maryam yang mendengar. 

"Za, kamu kenapa? Masuk angin?" Seru bu Maryam menggedor pintu kamar mandi. 

"Iya bu, nggak pa-pa, ini setelah gosok gigi Noza eneg. Nggak pa-pa kok buk." Noza berusaha tenang. 

"Kalau masih sakit tidak usah ke kampus, istirahat saja satu dua hari." Saran bu Maryam. 

"Sudah enakan kok bu, Noza bernagkat dulu ya." Pamit gadis itu berjalan tertata meninggalkan rumah. 

Setelah hampis dua minggu tidak bertemu, untuk pertama kali keduanya kembali bertatap muka. Lintang dengan mobil mewahnya keluar dari halaman rumahnya. Noza hanya menatap sekilas pada pria itu lalu pergi begitu saja. 

Sampai di kampus langsung ke kelas mengikuti mata kuliah pertama. 

"Ya ampun.. Tumben telat, gue kira lo nggak masuk." Mega melihat Noza msuk di urutan terakhir sama dengan dosen. 

"Masuklah, aku anak rajin." Sahut Noza tersenyum sembari mengeluarkan buku. 

Jam pertama dilalui tanpa banyak drama. 

"Za, kantin yuk, lapar." Ajak Mega antusias. 

"Ayo, aku juga lapar." Noza mengiyakan. Mereka menuju kantin fakultas yang letaknya tidak jauh dari kelasnya tadi. 

"Mau pesan apa?" Tanya Mega. 

"Bakso aja, Meg, kayaknya enak." Noza mendadak pengen yang berkuah.

"Wokeh, gue pesan baksonya, lo pesan minumnya. Gue jus jeruk." Ujar Mega yang di iyakan Noza. 

Keduanya kembali ke meja setelah memesan menu. Sambil menunggu dibuatkan. 

"Asyik.. Kayaknya enak nih." Ucap Mega sambil menambah saus, kecap, sambal. 

Noza melakukan hal yang sama. Lekas menyantap setelah menggumamkan bismilah. Namun, baru menyuap kenapa rasanya langsung tak bersahabat dengan lidahnya. 

"Kenapa Za, kok nggak dimakan?" Tanya Mega mendapati sahabatnya terlihat tidak berselera. 

"Ini mau makan." Jawab Noza yang menyuapkan bakso ke mulutnya dengan terpaksa. 

"Aku ke toilet bentar Meg." pamit gadis itu berjalan cepat menuju toilet trdekat. 

Tidak fokus dengan jalannya membuat Noza menabrak seseorang. 

"Maaf, maaf, nggak sengaja."Ucap Noza tanpa melihat dengan jelas. 

"Jalan tuh paka ma-" Lintang terdiam memperhatikan Noza yang melesat cepat melewatinya. 

"Dia kenapa?" Batin Lintang kepikiran. 

"Kenapa jadi mikirin dia sih," Gumam Lintang lalu beranjak. 

Semetara Noza benar-benar muntah di kamar mandi kampus. Kali ini bukan hanya eneg tapi muntah beneran. 

"Ya Rabb, aku kenapa ya." Batin Noza kembali kepikiran dengan tubuhnya. 

Noza tidak kembali ke kantin, ia menghubungi Mega agar membayarkan pesanannya lebih dulu sebab ia akan langsung pulang karena kurang sehat. Noza naik angkutan, turun di depan sebuah apotik. Ragu-ragu dan malu saat sudah masuk keruangan. 

"Beli apa, mbak?" Tanya pegawai apotik melihat Noza yang bingung menyebutkan sebuah merk.

"Owh, oke, tunggu sebentar." Pegawai apotik merekomendasikan beberapa merk.

Noza membeli dua untuk memastikan hasil yang akan diujinya besok. Ia menyimpan dengan rapat, takut diketahui orang saat membeli barang itu. Noza langsugn pulang ke rumahnya, langsung berusaha untuk tidur walau sudah menemukan kantuknya. 

***

Pagi harinya, gadis itu hara-harap cemas sambil membawa benda penting di tangannya.

"Iya, tidak, iya, tidak, bagaimana kalau hasilnya positif. Aku akan membunuh pelakunya." Batin Noza penuh dendam.

Beberapa detik krusial pertama. Noza menunggu dengan perasaan campur aduk. Takut, cemas, dan berharap hasilnya tidak sesuai dengan praduganya. 

"Ya Tuhan.. Aku tidak mau hamil anak si brengsek itu." Batin Noza penuh harap.

Dua garis merah, walau masih terlihat samar satu garisnya. Tetapi jelas dua strip terpampang cukup jelas di sana. Seketika dunia Noza hancur. Semua asa yang membumbung tinggi menjadi sebuah kemalangan. 

"Aku tidak mau hamil, aku tidak mau hamil." Jerit Noza meremas perutnya sendiri. Tidak sudi rasanya mengandung benih dari hasil pemerkosaan. 

Cukup lama ia menghabiskan waktu di kamar mandi. Keluar dengan wajah yang amat kacau. Andai tidak ingat masih ada ibu, mungkin Noza akan mengakhiri hidupnya saat itu juga. 

"Noza, kenapa kamu bsaha kuyup begitu, nak?" Bu Maryam terkejut melihat putrinya pagi-pagi nampak kacau.

"Nggak apa-apa buk, Noza tadi mau bersihin kamar mandi, jadinya gini, nggak sengaja ketumpahan air." Noza berdusta. 

"Mandi sekalian, nanti kamu masuk angin. Biar ibu rebuskan air hangat saja ya."

"Enggak usah bu, nanti Noza rebus sendiri kalau memang perlu." Gadis itu berlalu melewati ibunya. 

"Ada apa dengan Noza? Semoga dia baik-baik saja." Batin bu Maryam merasakan ada yang berbeda belakangan ini dari sikap putrinya. 

Berhubung sekarang tengah banyak pekerjaan, bu Maryam berniat akan menanyakannya nanti. 

Sementara Nosa di kemarnya semakik terpuruk, ia sengaha mengunci dirinya dan tidak keluar sama sekali hingga menjelang siang. 

"Aku harus bagaimana ya Allah.. Ya Rabb.. Aku tidak sanggup menjalani ini semua." Noza sangat putus asa. Bagaimana dengan kehidupannya kedepan.

Hancur seketika hidup Noza di buat oleh Lintang. Jemarinya mencengkram kuat penuh amarah dan dendam. 

"Semua gara-gara kamu, Lintang! Dasar brengsek! Bajingan!" Batin Noza mengeram penuh dendam. 

Sore harinya, Bu Maryam baru sadar kalau putrinya tidak keluar kamar. Perempuan paruh baya itu mengetuk pintu kamar putrinya berkali-kali tak ada sahutan. 

"Noza! Kamu di dalam? Ibu msuk ya?!" Perempuan itu mendekati ranjang dan melihat sekeliling kamar yang sangat berantakan tidak seperti biasanya Noza seperti ini. 

"Kemana dia, kenapa pergi tidak pamit?" Bu Maryam merasa khawatir tidak mendapati putrinya di sana. Ia merohoh ponsel di saku bajunya lalu menoleh kala mendengar deringan telepon itu ada di meja belajar yang berantakan itu. 

Ternyata Noza tengah berada menyendiri di taman belakang. Tepatnya pinggir kolam kesayangan pak Rangga dengan duduk termenung. 

"Kalau hidupku tidak berguna lagi, percuma aku ada disini. Ibuku pasti malu mempunyai anak seperti diriku." Gumam batin Noza.

Rasanya kepala Noza semakin berdenyut kalau memikirkan itu semua. Sialnya, ia mendadak mual dan muntah. Perempuan itu menepi tepat di pinggit kolam sembari mual-mual.

"Mbak Noza sakit?" Sapa seseorang dari balik punggungnya. 

"Eh, mas Raka?" Noza terperangah mendapati putra kedua dari pak Rangga dan bu Lisa. 

"Iya, mampir sebentar mbak. Mbak Noza sakit?" Tanya Raka dengan suara lembut dan tenang.

"Hanya kurang enak badan." Jawabnya tersenyum. 

"Sudah minum obat?" Tanya Naka memastikan.

"Nanti saja." Jawab Noza.

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang