Bab. 64

363 12 0
                                    

Hari ini rasanya lebih poenat dari biasanya. Noza yang biasanya cek orderan sambil memantau produksi pembuatannya langsung dibelakang, memilih untuk rehat sejenak. Merebahkan tubuhnya disamping Gafi. 

Tak terasa perempuan itu benar0benar tertidur. Ia seperti mimpi saat sama-samar ada seseorang yang memanggil namanya. 

"Maaf nak, Noza dan Gafi sedang tertidur. Biar ibuk bangunin ya." Ujar bu Maryam terkejut kedatangan tamu tak terduga sore itu.

"Nggak apa-apa buk, jangan dibangunin, biarin aja. Biar aku tunggu saja." Ujar Lintang yang hari itu seperti mengejutkan, datang bertamu tampa memberi kabar. 

Pria itu terlihat begitu berbeda. Enak dipandang dalam balutan kemeja dan celana panjangnya. Terlihat lebih bersahaja dan kalem. 

"Kamu apa kabar, nak? Kapan sampai di Jakarta?" Tanya bu Maryam sembari menghidangkan teh hangat ke hadapan Lintang sembari duduk menunggu. 

"Alhamdulillah baik buk. Kemarin, ini sudah kangen sekali dengan Gafi." Sahut Lintang sembari duduk menunggu. 

Tadinya Lintang meminta ibunya untuk menjemput Gafi dan membawanya kerumah. Jujur, ia tidak begitu siap bertemu dengan mantan istrinya itu. Namun, rasa rindu dengan Gafi seperti sudah di ujung, tak bisa dibendung lagi. 

Noza sendiri baru terjaga setelah sedikit terusik dengan panggilan ibunya tadi. Perempuan itu menilik ajam, lekas membangunkan Gafi karena sebentar lagi harus mengaji. 

"Gafi bersih-bersih terus ganti baju dulu ya, terus ngaji. Mau makan dulu nggak? Tadi katanya laper?" Tawar Noza pada putra kecilnya.

Bocah tampan itu menggeleng, nurut saja saat ibunya menukar pakaiannya dengan yang bersih. Tak lupa menyiapkan tas, dan mengisi infaq dibuku yang selalu dibawa Gafi untuk mengaji. 

"Gafi?!!" Panggil seorang pria mendekat. Bocah kecil itu diam mengamatinya. Wajahnya serasa kenal, tapi kehadirannya begitu asing untuk Gafi. 

"Gafi, tunggu nak, pamit dulu sama nenek!" Seru Noza keluar menginterupsi putranya. Ia terdiam kaget saat keruang tamu ada tamu spesial untuk putranya. 

Noza tercekat menatap seseorang yang sudah lama tak bertemu, walau tak pernah lupa dalam ingatan. Sementara Lintang menatap teduh dengan seulas senyuma. Ada rasa yang tak biasa setiap kali melihat wajah Noza. 

"Assalamualaikum... apa kabar, za? Maaf, datang tanpa mengabari." Ucap Lintang lembut. Mengambil duduk di seberang perempuan itu. 

"Waalaikumsalam... alhamdulillah baik, mas, kamu apa kabar?" Tanya Noza balik bertanya. Canggung, walaupun berusaha biasa saja, tetap seperti kanebo kering, kaku dan bingung. 

"Gafi, itu papa, Gafi boleh ikut." Bujuk perempuan itu saat Gafi menilak untuk didekati. 

"Sini sayang, papa kangen." Lintang mendekat, membujuk putranya agar mau digendong. 

Gafi bukannya mau malah mendekap ibunya. 

"Pelan-pelan saja mas, dia masih asing." Kata Noza mencoba memberi pengertian. 

Tangan Lintang terulur mengusap lembut kepala putranya. Menyalurkan kerinduan yang selama ini terpendam. Ingin sekali membawanya ke dalam pelukan. Namun, nampaknya bocah kecil masih alot dalam rayuan. 

"Gafi, ini papa sayang, jalan-jalan yuk! Mau ngaji ya, papa antar ya?" Bujuk Lintang mengikis jarak. 

"Gafi boleh ikut dengan papa sayang. Coba salim dulu." Bujuk Noza berusaha mengenalkan lebih dekat dengan ayahnya. 

Boza kecil itu sedikit luluh, mau menatap dan meraih uluran tangan papanya dan mencium dengan takzim. Pelukan pertama setelah empat putaran bumi meninggalkannya. Perasaan Lintang bergejolak hebat, mendekap penuh kasih sayang dengan mata terpejam. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang