Bab. 25

458 10 0
                                    

"Noza mana, mbok? Ditanyain Lintang nih?" Tanya bu Lisa pada bu Maryam yang datang ke rumah utama dan melihat semuanya sudah berkumpul di meja makan. 

"Noza baru saja minum susu, buk, jadi masih kenyang ditinggal saja." Jawab bu Maryam seadanya. 

"Owh.. Ya sudah nanti bawakan saja. Dia harus makan. Simbok sini gabung sekalian. Lintang kamu bawakan untuk Noza ya setelah makan."

"Saya nanti saja bu, di belakang seperti biasa." Sahut bu Maryam sungkan.

"Kok Lintang sih, ma, biarin mbok aja, sekalian pulang naniti.."

"Ish.. Katanya pengen berubah, mama baru percaya kalau kamu mau melakukan banyak hal untuknya. Sudah sana, bawa piring ini ke Noza, dia bisa makan setelah merasa lapar. Cuma terganjal susu tidak akan kenyang."

"Nanti ma, aku habisin makananku dulu." Ucap Lintang sedikit kesal.

"Dia istrimu Lintang, apa yang kamu pikirkan, emangnya kamu tidak khawatir kalau anak kamu merasa lapar. Berbaik hatilah padanya, maka perlahan sakit aneh pada kamu itu akan hilang." Ucap bu Lisa yang sepertinya sangat paham. 

"Iya, iya." Jawab Lintang mengiyakan dengan malas.

***

Pria itu membawa nampan ke belakang, lalu mengunjungi rumah kecil yang tengah dihuni gadis itu. Masuk tanpa permisi dan sopan santun.

"Za!" Pekik pria itu setelah membuka pintu, berteriak tidak sopan. 

Noza yang tengah di kamarnya dengan kedua telinga tersumpal earphones tidak mendengar dengan jelas. Perempuan itu tengah sibuk mendesain diatas kertas sembari mendengarkan musik. 

Saat itulah Lintang masuk ke kamarnya, dan untuk pertama kali pria itu melihat istrinya tanpa hijab. Berdiri di ambang pintu memperhatikannya dari samping. 

Perlahan pria itu masuk, lalu berjalan mendekat, dan terdiam sejenak tepat di sampingnya. Melihat Noza sepertiu itu menyisakan pemandangan yang tak biasa di mata Lintang. Keberadaan pria itu sepertinya belum terbaca sebab gadis itu tengah sibuk dengan desainnya di meja. 

"Ini makan, nggak usah geer, gue ke sini karena disuruh mama, nyusahin aja." Lintang menaruh nampan di meja tepat disamping Noza begitu saja. 

"Ngapain kamu ke sini? Nggak sopan banget! Masuk kamar orang tuh permisi!" Noza sembari membuka earphone yang sedari tadi ditelinganya, lalu menyambar hijab instan diatas nakas dan memakinya cepat. 

"Yang pasti bukan keinginan gue sendiri. Besok kalau diundang mama makan bareng datang, jadi nggak ngerepotin orang!" Tegur pria itu dingin. 

"Bawa saja makanan itu kembali ke rumahmu, aku tidak tertarik makan apapun malam  ini. Tolong keluar dari kamarku!" Usir Noza tak ingin berlama-lama berdua dengan pria itu. 

"Hahaha. Lo ngusir? Dengan senang hati. Siapa juga yang betah lama-lama disini. Terserah, mau makan atau nggak, yang jelas tugas gue udah nganterin ini ke sini." Ucap Lintang lalu beranjak.

"Eh ya satu lagi, nggak usah terlalu cari muka didepan mama. Karena apapun yang lo lakukan tidak akan berarti apa-apa dimata gue. Ingat, gue hanya peduli pada anak itu, ya walaupun gue tidak begitu yakin itu anak gue. Mana tahu setelah malam itu lo tidur dengan pria lain." Ucap pria itu lalu pergi. 

Noza memejam dengan tubuh memunggungi suara lelaku itu. Seonggok daging di ulu hati sana terasa nyeri menyiksa. Semua yang terjadi karena ulah dia yang merampas masa depannya, tetapi pria itu seolah korban yang paling terlihat. 

"Astaghfirullah..." Ucap Noza menguatkan hati. Lalu meraba perutnya sendiri. Sedikit menyesal kenapa kemarin tidak melenyapkan saja dari perutnya. Karena bertahan dengan anak itu rasanya sakit luar biasa. 

***

Bu Maryam melirik nampan yang di bawa Lintang tadi nampak utuh tak sedikit pun tersentuh. Ia masuk ke kamarnya, lalu mengambil sesuatu. 

"Noza! Ibu msauk ya!" Seru bu Maryam mengetuk pintu kamar putrinya. 

Noza yang tengah merenung diri di kamarnya menyahut mengiyakan. Hingga pintu itu terbuka. Seseorang yang telah melahirkan dirinya berjalan mendekat. 

"Maaf, ibu ganggu sayang, kamu sudah mau tidur?" Tanya bu Maryam mengamati putrinya yang sudah berselimut. 

"Belum ngantuk buk, ada apa?" Tanya Noza membenahi posisinya hingga terduduk. 

Perempuan paruh baya itu menyodorkan sebuah kartu debit berlogo salah satu bank. 

"Ibu tahu kamu tidak nyaman disini. Disitu ada sedikit tabungan yang sengaja ibu sisihkan. Pakailah... Cari tempat kost yang dekat dengan kampus. Supaya kamu bisa tenang dan nyamana belajar." Ucap bu Maryam tidak bisa membiarkan putrinya dalam tekanan. 

"Tapi, buk, ini kan tabungan ibuk untuk bekal hari tua, bagaimana nanti?" Tanya Noza ragu. 

"Ibu sengaja menabung untuk kamu nak, dan sekarang kamu sedang membutuhkannya. Carilah kenyamanan hati kamu sendiri, gunakan sebaik mungkin. Ibu janji akan sering-sering datang menjenguk kamu." Ucap bu Maryam menahan tangis. 

Noza langsung berhambur ke dalam pelukan ibunya. Dia yang setiap hari begitu bergantung dengan ibunya, haruskah hidup sendiri di luar sana. Sedih, gegara ini harus hidup terpisah. 

"Bagaimana dengan ibu disini?" Tanya Noza dalam tangis.

"Jangan sedih sayan, ibu bisa menjaga diri ibu sendiri. Ibu minta maaf, sedari kecil belum bisa membuat kamu bahagia. Ibu tahu kamu perempuan yang kuat, lewati semua ini dengan ikhlas." Ucap bu Maryam menguatkan. 

Bu Maryam yang sebenarnya tidak bisa jauh dengan putri semata wayangnya. Bu Maryam yang sebenarnya begitu khawatir saak anak tak kunjung pulang ke rumah, dan sekarang harus berbesar hati melepaskan untuk singgah sendirian. Dalam keadaan Noza hamil muda yang mungkin banyak rintangan. Haitnya sakit, tetapi mental Noza haris diselamatkan. 

Hanya sembilan bulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang