Everlasting (Chapter 10)

450 57 10
                                    

Hari itu, kabut tipis menyelimuti halaman rumah keluarga Uzumaki. Di tengah halaman itu, sebuah altar kecil dari kayu cendana berdiri dengan keanggunan sederhana. Selembar kain putih yang bersulam benang emas membentang di atasnya, dihiasi oleh seikat bunga kamelia putih—lambang kesucian dan ketulusan.

Boruto berdiri kaku di hadapan altar. Kimono hitamnya sederhana tanpa hiasan mencolok, kecuali obi perak yang melingkar di pinggangnya. Ia menarik napas panjang, menenangkan debar di dadanya.  Pandangannya melirik Sarada, yang berjalan pelan di sisinya.

Sarada mengenakan furisode putih bersih, tanpa banyak motif, kecuali cabang pohon sakura yang halus di ujung lengan panjangnya. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi oleh tusuk konde dari perak. Wajahnya tampak tenang, tapi jemarinya yang menggenggam lipatan kimono sedikit gemetar.

Mereka berlutut di hadapan altar, menundukkan kepala dalam sikap hormat. Tak ada pendeta, tak ada upacara besar. Hanya Minato Uzumaki selaku tetua klan Uzumaki sekaligus Kakek dari mempelai pria yang memimpin prosesi kecil ini dengan suara lembut.

"Di bawah naungan leluhur, kami menyatukan dua jiwa ini," ucap Minato  Suaranya melayang pelan, seperti desau angin.

Boruto dan Sarada saling menatap ketika Minato meminta mereka bertukar cawan sake. Tangan Sarada sedikit gemetar saat menuangkan sake ke dalam cawan Boruto, Sarada bahkan tak pernah membayangkan pernikahan sejak 80 tahun lalu ketika dia tau kutukan itu. Dan sekarang, Dia menikah, dengan lelaki yang jauh lebih muda darinya—Walau seperti kata Minato, fisiknya sama sekali tidak terlihat begitu.

Ketika giliran Boruto, Dia menuangkan sake itu dengan hati-hati, memastikan tak ada setetes pun yang tumpah.

"Mulai hari ini, kalian adalah satu. Dalam suka dan duka, kalian akan melindungi dan mendukung satu sama lain," lanjut Minato.

Setelah prosesi singkat itu.

Boruto meraih tangan Sarada dengan lembut, menahannya sejenak sebelum membisikkan sesuatu yang hanya dapat didengar oleh hembusan angin di antara mereka. "Aku takkan pernah meninggalkanmu, Sarada."

Sarada mendesah pelan melihat rona bahagia di wajah Boruto. 'Kau akan sangat terkejut jika tau seharusnya aku menikahi buyutmu.'

Tidak ada pelukan, tidak ada ciuman, hanya kebersamaan sunyi yang menyampaikan lebih banyak dari kata-kata.

Dengan suara angin yang berdesir dan bunyi lonceng kecil dari kejauhan menjadi satu-satunya saksi. Tidak ada kemewahan, tetapi kehangatan yang melingkupi mereka lebih dari cukup.

*****

Boruto menatap lemas ketika berhadapan dengan kastil besar itu lagi. Dengan banyak tentengan barang-barang dan baju-baju di tangannya. Boruto persis seperti anak yang baru di usir dari rumah.

Dan memang kenyataannya seperti itu. Otou-sama nya mengusirnya, secara barbar usai pernikahan itu selesai dan Ojii-san nya pergi.

"Masuklah.." Sarada melenggang membuka pintu utama.

Kastil itu tepat seperti yang diingatnya. Boruto masih terkagum dengan banyaknya ornamen mewah di setiap sudut ruang kastil itu sekalipun ini bukan kali pertama dirinya memasuki tempat itu.

"Kau kemanakan kastil ini sebulan terakhir? Kenapa aku tidak pernah menemukannya?"

"Kau mencarinya?" Sarada bertanya basa-basi. Tentu dia tau jika setiap malam Boruto datang.

"Ya.. Aku ingat bahkan kemarin kastil ini tidak ada disini."

"Kau mungkin salah tempat. Hutan ini luas."

Boruto mengerutkan dahinya. Benarkah dia salah? Dia mungkin mabuk tapi Boruto bukan orang yang mudah buta arah.

Sarada tersenyum tipis melihat wajah bingung lelaki itu. 

21+ BorutoxSarada Fanfiction (Kumpulan Cerpen BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang