Bagian 80 (Season 3)

882 242 32
                                    

Sebelum datang ke kantin Aldrean menyempatkan diri untuk mencuci muka lebih dulu di toilet, dia sendiri karena Revano dan Agam sudah kembali pada tugas mereka sebagai OSIS.

Saat keluar dari toilet kebetulan Aldrean berpapasan dengan Nevan. Awalnya Aldrean akan mengabaikan pemuda itu karena dia berpikir itulah yang Nevan inginkan tapi, Nevan malah menghalangi langkahnya.

"Ngapain lo di sini?" Jika bukan karena ada urusan seharusnya merupakan hal yang jarang bagi anak-anak kelas sebelas untuk datang ke lantai tiga. Nevan menatap Aldrean, sorot matanya yang tajam itu memicing penuh permusuhan.

Padahal Aldrean tidak pernah sekali pun berusaha memancing amarah pemuda itu tapi Nevan selalu saja bersikap seperti kompor panas setiap melihatnya. Kening Aldrean mengernyit pada lengan kirinya yang digenggam oleh orang lain. "Lepas." Ujarnya.

Nevan tidak mendengarkan Aldrean, dia tidak melepaskan genggamannya dan malah menambah kekuatan pada genggaman itu. "Gue tanya ngapain lo di sini? Ini wilayah buat anak dua belas, ngapain junior kayak lo ada di sini?!"

"Lo kenapa sih kak? Lepasin." Aldrean sama sekali tidak paham dengan sikap Nevan yang begitu memusuhinya hanya karena dia berada di lantai tiga. Padahal lantai mana pun itu masih merupakan bangunan sekolah dan seharusnya bukan sesuatu yang harus Nevan permasalahkan. Terlebih genggaman tangan Nevan yang diperkuat mulai mengalirkan rasa sakit dipergelangan tangannya.

"Jangan bilang lo ke sini buat gangguin Aluna?!"

"Hah?"

"Lo suka kan sama Aluna? Lo naksir sama cewek gue kan?"

"Kak, lo gila ya?" Aldrean benar-benar tidak habis fikir dengan jalan pikiran Nevan.

Dari mana pemuda itu memiliki pemikiran seperti itu? Aldrean bahkan tidak pernah mencoba mendekati Aluna dalam bentuk interaksi apa pun, dan sebenarnya Aldrean juga tidak terlalu mengenal gadis itu.

Bahkan dalam ingatannya, Aldrean sangat yakin jika dia tidak pernah berinteraksi dengan gadis itu.

Jadi, apa yang mendasari pemikiran Nevan?

"Foto-foto yang terakhir kali emang fotoshoot tapi menurut lo, siapa coba orang yang ga ada kerjaan buat nyatuin foto lo sama Aluna? Gue yakin itu kerjaan lo sendiri kan?"

"Lo sengaja ngirimin foto-foto itu supaya gue cemburu terus supaya gue putus sama Aluna."

"Lo lakuin itu karena lo suka sama cewek gue dan lo mau rebut dia dari gue kan?"

Nevan mengatakan semua pendapatnya dengan menggebu-gebu. Kekuatan pada cengkeramannya dia tambah dan setiap kata-katanya semakin menambah emosi yang muncul dalam wajahnya.

Tidak tahu apa yang sudah memancing pemuda itu sampai pikirannya menjadi terlewat jauh. Aldrean membalas tatapan Nevan tanpa menyembunyikan keheranannya. "Gue ga ada hubungannya sama foto-foto itu dan gue sama sekali ga suka sama cewek lo."

"Alah ga usah muna lo!"

"Gue bukan muna atau apa pun tapi itu emang kenyataannya." Aldrean tidak ingin kemarahannya ikut keluar jadi dia tetap berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Dia menatap Nevan, tatapannya dia buat setenang mungkin sampai-sampai siapa pun tidak akan bisa menebak emosi seperti apa yang berada dibalik iris cokelat itu.

"Gue ga percaya sama lo." Nevan mengelak dan dalam sekali hentakan dia menghempaskan tangan Aldrean yang berada dalam genggamannya. "Gue pernah liat lo diem-diem perhatiin Aluna. Lo jelas-jelas suka sama cewek gue."

Nada suara Nevan sama sekali tidak berubah, dari awal sampai akhir, semuanya hanya berupa tuduhan yang tidak terkendali, penuh emosi dan nyaris tidak memiliki akal kewarasan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang