Bagian 78 (Season 3)

890 236 16
                                    

Setelah beberapa saat untungnya tubuh Aldrean lebih terkendali. Pemuda itu tidak lagi gemetar dan wajah tegangnya banyak berkurang.

Guru di depan sudah meninggalkan kelas. Karena hari ini merupakan hari pertama tahun ajaran baru kegiatan belajar mengajar belum akan dilangsungkan. Sebagai gantinya, beberapa menit lagi mereka akan melakukan upacara bendera di lapangan luar.

Setelah itu, anak-anak kelas sebelas dan dua belas akan di adakan jam kosong, semua orang bebas melakukan aktivitas apa pun selama itu masih dalam ruang lingkup sekolah.

Tapi, berbeda lagi untuk anak-anak baru di kelas sepuluh. Selesai upacara anak-anak baru itu akan melakukan sesi bimbingan yang semuanya akan diarahkan dan diawasi langsung oleh para OSIS.

Aldrean yang sudah tenang hanya duduk termenung dibangkunya.

Biasanya jarang ada situasi di mana dia kesulitan mengendalikan tubuhnya tapi kali ini, dia benar-benar kuwalahan.

Setelah Reno muncul di depannya, ingatan tubuh yang semula samar-samar muncul dengan lebih jelas.

Awalnya hanya seperti puzzle tapi setelah disatukan akhirnya membentuk gambaran utuh.

Aldrean tidak, Zero, dia tidak bisa menyalahkan respons tubuhnya yang berlebihan hanya karena melihat Reno, walau pun dia tidak mengalami langsung perundungan itu sendiri Zero juga merasakan perasaan yang dirasakan Aldrean saat menjadi korban perundungan.

Ketakutan, kehilangan kepercayaan diri, putus asa...

Dia hanya seorang anak. Awalnya dia berusaha membela orang lain, menjadi pahlawan, itu yang Reno katakan tapi mungkin itu hanya kepercayaan diri di awal yang terlalu besar.

Anak yang dia bela pada akhirnya tidak pernah sekali pun mengucapkan terima kasih, anak itu melarikan diri tanpa mengatakan apa-apa.

Dia yang awalnya berperan sebagai pahlawan kemudian berbalik menjadi korban.

Tidak seperti dirinya yang bodoh karena ikut campur urusan orang lain, orang-orang jauh lebih pintar dengan tidak menyentuh batas yang Reno ciptakan.

Dia menerima berbagai macam perundungan, dari hal-hal sepele sampai mendekati pelecehan tapi... tidak ada yang menolong. Tidak ada yang membantu.

Bahkan, saat dia mulai mengadu pada guru yang dia dapatkan keesokan harinya adalah surat panggilan orang tua dengan alasan dia merundung murid lain.

Dengan uang dan kekuasaan, Reno menindasnya dengan mudah.

Hal yang tidak ada menjadi ada dan hal yang ada menjadi tidak ada.

Banyak orang memiliki mata tapi tidak ada satu pun yang bersedia melihat kebenarannya.

Surat panggilan orang tua saat itu membuat Hana menegurnya cukup banyak, dia tidak marah walau pun disalahkan untuk hal yang bukan kesalahannya, dalam hatinya dia hanya merasa bersalah karena telah mengecewakan Hana.

Dan dengan tekad tidak ingin lagi mengecewakan Hana, Aldrean hanya bisa menelan semua aduannya sendiri.

Menurutnya tidak perlu bergantung pada siapa-siapa, dia bisa melakukannya sendiri tapi... lagi-lagi dia terlalu percaya diri.

Kekalahan karena terus menerus ditindas itu pada akhirnya menimbulkan ketakutan besar hingga pada akhirnya dia tidak bisa lagi melawan.

Dia yang pada awalnya percaya diri dengan kedua tangan terentang bebas hanya bisa berakhir memeluk diri sendiri karena menginginkan perlindungan.

Pada akhirnya, dia menjadi pengecut itu.

Sekarang Aldrean memang sudah mati tapi tubuhnya masih hidup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang