الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji-pujian untuk Allah,…” (pangkal Ayat 2).
Hamdan, artinya pujian, sanjungan. Di pangkalnya sekarang diletakkan Al atau Alif-lam, sehingga menjadilah bacaannya Al-hamdu. Al mencakup segala jenis. Dengan sebutan Alhamdu, beratilah bahwa segala macam pujian, sekalian apa juapun macam pujian, baik puji besar ataupun puji kecil, atau ucapan terimakasih karena jasa sescorang, kepada siapapun kita memberikan puji, namun pada hakikatnya, tidaklah seorang juga yang berhak menerima pujian itu, melainkan Allah: LILLAHI, hanya semata-mata untuk Allah.
Jadi dapatlah dilebih-tegaskan lagi ALHAMDULILLAHI, segala puji-pujian hanya untuk Allah. Tidak ada yang lain yang berhak mendapat pujian itu. Meskipun misalnya ada seseorang berjasa baik kepada kita, meskipun kita memujinya, namun hakikat puji hanya kepada Allah. Sebab orang itu tidak akan dapat berbuat apa-apa kalau tidak karena Tuhan Yang Maha Pemurah dan Penyayang tadi.
Kita puji seorang insinyur atau arsitek karena dia mendapat ilham mendirikan sebuah bangunan yang besar dan indah. Tetapi kalau kita pikirkan lebih mendalam, dari mana dia mendapat ilham perencanaan itu kalau bukan dari Tuhan. Oleh sebab itu kalau kita sendiri dipuji-puji orang, janganlah lupa bahwa yang empunya puji itu ialah Allah, bukan kita.
Nabi kita Muhammad SAW ketika dengan sangat jayanya telah dapat menaklukkan negeri Mekkah, bellau masuk ke dalam kota itu dengan menunggang untanya yang terkenal, al-Qashwa’. Sahabat-sahabat beliau gembira dan bersyukur karena apa yang dicita-citakan selama ini telah berhasil. Namun beliau tidaklah mengangkat muka dengan pongah karena kemenangan itu, melainkan dirundukkannya wajahnya ke bawah, lekat kepada leher unta kesayangannya itu, mensyukuri nikmat Allah dan mengucapkan puji-pujian.
“…Pemelihara semesta alam” (ujung Ayat 2).
Atau “…Tuhan dari sekalian makhluk“, atau “…Tuhan seru sekalian alam“.
Pada umumnya arti alam ialah seluruh yang ada ini, selain dari Allah. Setelah dia menjadi jama’ ini, yaitu menjadi kalimat ‘alamin, berbagailah dia ditafsirkan orang. Setengah panafsiran mengatakan bahwa yang dimaksud dengan‘alamin lalah makhluk insani, ditambah dengan malaikat, jin, dan syaitan.
Tetapi di dalam AL QUR’AN sendiri pernah bertemu kata ‘alamin itu hanya dikhususkan maksudnya untuk manusia saja (lihat Surat AL HIJR, Ayat 70). Yaitu ketika kaum Nabi Luth menyatakan kepada Luth, mengapa dia menerima tetamu dengan tidak setahu mereka, padahal dia telah dilarang menerima kedatangan orang-orang.
Setelah terlebih dahulu kita dikenalkan kepada Allah sebagal Allah yang Tunggal, sekarang kita dikenalkan lagi kepada Allah sebagai Rabbun. Kata Rabbun ini meliputi segala macam pemeliharaan, penjagaan dan juga pendidikan dan pengasuhan. Maka kalau di dalam Ayat yang lain kita bertemu bahwa Allah itu Khalaqa, artinya menjadikan dan menciptakan, maka di sini dengan menyebut Allah sebagai Rabbun, kita dapat mengerti bahwa Allah itu bukan semata-mata pencipta, tetapi juga pemelihara. Bukan saja menjadikan, bahkan juga mengatur.
Seumpama matahari, bulan, bintang-bintang dan bumi ini: sesudah semuanya dijadikan, tidaklah dibiarkan sehingga begitu saja, melainkan dipelihara dan dikuasai terus menerus. Betapalah matahari, bulan dan bintang-bintang itu akan beredar demikian teraturnya, dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, hari ke hari, jam ke jam, menit ke menit, dan detik ke detik, berjalan teratur telah berjuta-juta tahun, kalau bukan pemeliharaan darl Allah sebagai Rabbun?
Manusiapun begitu. Dia bukan semata-mata dijadikan bahkan sejak masih dalam keadaannuthfah (air setitik kecil), sampai menjadi alaqahdan mudhqhah, sampal muncul ke dunia, sampal menjadi makhluk yang berakal dan sampai juga meninggal kelak, tidaklah lepas dari tilikan Allah sebagai Pencipta dan sebagal Pemelihara.
Untuk semua pemellharaan, peniagaan, pendidikan, dan perlindungan itulah kita diajar mengucapkan puji kepada-Nya: “Rabbul ‘Alamin“, Tuhan seru sekallan alam. Kalau kita pertalikan lagi dengan beberapa penafsiran tentang ‘alamintadi — bahwa yang dimaksud ialah makhluk manusia — dapatlah kita pahamkan betapa tingginya kedudukan insan, sebagal khalifah Allah, di tengah-tengah alam yang luas itu.
Maka di dalam Ayat pembukaan ini, kita telah bertemu langsung dengan tauhid, yang mempunyai dua paham itu, yaitu tauhid Uluhiyah pada ucapan Alhamdu Lillahi. Dan tauhid Rububiyah pada ucapan Rabbil’Alamin.
Dan sudahlah jelas sekarang bahwa dalam Ayat “Segala puji-pujian adalah kepunyaan Allah, Pemelihara dari sekalian alam” itu telah mengandung dasar tauhid yang dalam sekali. Tidaklah ada yang lain yang patut dipuji, melainkan DIA. (HAMKA)
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpiritualTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...